
by Titikoma

2
Pagi-pagi Ken sudah berangkat ke kantor. Ia tak ingin May tiba lebih awal, karena Ken ingin menyelamatkan ruangannya. Bagaimanapun ruangan sekretaris bersebelahan dengan ruangan Ken. Ia telah siap dengan sebotol pengharum ruangan khusus untuk menghindar dari bau apeknya si May. SSSETTT, SSSETTT, SSSETTT. Kenmenyemprotseluruh ruangan yang akan ditempati oleh May. Ruangan ini harus benar-benar bebas dari bau apek. Beberapa saat, Ken terdiam kaku. Acara semprot-menyemprot ruangan terhenti seketika. Ia datang, si kuman telah menginjakkan kakinya di kantor Ken. Ken melotot. “Ya Allah, kenapa manusia ini harus datang?” jerit hati Ken. Lihatlah, gadis dengan sepatu kets, celana jeans robek-robek, baju kaos oblong putih dan kalung metal. Oh, itu bukan penampilan yang baik untuk seorang sekretaris. “Ini kantor, May. Kamu norak banget, sih!” Ken ketus. May tak peduli. Gadis manis yang tinggi semampai itu langsung duduk di kursi dan mulai menyalakan komputer di meja. Meski tak tahu akan melakukan apa, bagi May lebih baik menyalakan komputer daripada menanggapi celotehan Ken yang tidak penting itu. Ken selalu mencela penampilan May. Tak ada satupun alasan yang membuat Ken harus diam atau sesekali bersikap dan berkata baik pada May. May tahu ini kantor, tapi May tak peduli. Ia kesal dipaksa kerja di sini, sehingga harus meninggalkan semua pekerjaan lamanya, yaitu sebagai pelatih silat dan lain-lain. Kenapa harus di kantor Ken? Bapak May sendiri memiliki kantor. Sungguh May resah dengan alasan Ibu yang memaksa menjadi sekretaris Ken agar May mengenal Ken lebih dekat, agar May bisa jatuh cinta kepada Ken sebelum menikah dengan lelaki itu. May menghela napas, apes banget. Dijodohkan dengan lelaki yang memusuhinya sejak kecil, membuat hati May kacau balau. Segala cara dilakukan May untuk menolak keinginan Ibu, tetapi selalu gagal. Karena Ken itu calon menantu idaman bagi Ibu. Lagi pula selama ini Ibu menganggap semua yang May lakukan itu hanya pekerjaan tidak jelas. Menurut Ibu, May hanya membuang-buang waktu untuk bermain dengan teman-temannya. Oleh karena itu, lebih baik May bekerja sebagai sekretaris Ken daripada berkeliaran di luar sana. Ibu berharap jika May menjadi sekertaris Ken, hubungan keduanya akan semakin dekat dan mereka akan sering bertemu. “Ibu, nih. Kebanyakan nonton sinetron, ya? Sampai-sampai May mau dijadikan pemeran utama?” celoteh May waktu itu. “Tontonan itu patut ditiru jika berdampak positif buat kehidupan kita, makanya ditayangkan di televisi. Agar dunia tahu, agar dicontoh yang baik-baik, May.” Ibu tak mau kalah saat itu. Ibu berpikir bahwa Ken bisa merubah May menjadi feminim. Itulah sebabnya Ibu sangat ingin Ken menjadi faktor utama perubahan May kelak. “Jangan pernah masuk ke ruanganku! Kalau ada perlu, kamu bisa minta tolong karyawan lain, aku gak mau ruanganku bau apek!” May bergeming. Ken makin geram, ia adalah direktur utama di sini dan tak satu pun karyawannya yang boleh tak acuh saat ia sedang memberi ultimatum. Ken tidak hendak menyombongkan diri di hadapan May. Namun entah mengapa, setiap berhadapan dengan May, Ken merasa resah. “Hari ini kamu lembur sampe malam. Hari pertama kerja yang menyenangkan, bukan? Sebentar lagi tugasmu akan datang. Selamat menikmati,” Ken tersenyum puas setelah memberi perintah. Ia merasa senang jika melakukan sesuatu yang tak disukai May. Hingga Ken berlalu, May tetap diam. “Ken bilang apa tadi? Gue bau apek?” May mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi dan mencium ketiaknya yang berbalut baju lengan panjang itu. Ehem, cukup wangi. Ken berlebihan. May sudah mandi sebelum berangkat dan tak lupa memakai deodoran. May terdiam di dalam ruangan yang baru baginya. Mengingat-ingat perjuangan sebelum bekerja di kantor ini. Yaitu mulai mengajar silat, melukis, bermusik, bermain bersama anak jalanan dan melakukan banyak hal. Ibu memang tak begitu tahu apa saja yang May lakukan di luar sana, May merasa tak perlu menceritakan semua hal yang ia lakukan kepada Ibunya. Sebab, yang May lakukan tidak menentang agama dan norma hukum. Ibu pun tak pernah peduli. Yang Ibu tahu May sudah lulus kuliah tetapi masih seperti anak kecil yang hobi menonton film kartun. Ukh, dada May sesak. Hal ini tak akan membuatnya tenang. May muak dengan perjodohan ini. Sejak SMA kelas 1, Ibu sudah memberitahu May perihal tersebut. May sebenarnya tidak terlalu mempersalahkan, jika saja Ken bersikap baik padanya. Meski begitu, Ken sangat baik dengan Aidil. Ken adalah sahabat Aidil, Kakaknya May. “Ah, jadi rindu Kak Aidil.” May benar-benar akan lembur jika menuruti perintah Ken. Ken jahat, ini menyebalkan. May tak akan lembur sampai malam, ia akan pulang secepatnya. Lihat saja. Ken mengintai dari balik tirai. Cowok itu tersenyum simpul. Ia menyandarkan kepalanya sembari bersantai di kursinya. Lelaki berusia 28 tahun itu sangat senang melihat May menderita. Beberapa saat kemudian, May mulai merasa jenuh. Ia belum menyelesaikan tugas dari Ken, hanya sebagian yang telah rampung. Namun May sudah merasa sangat kelelahan. May berdiri sambil membawa berkas, menuju ruangan Ken. Pintu ruangan Ken terbuka. May berdiri di sana dengan wajah menyeringai, bak singa yang tengah kesal. “Ini, makaaannn!” May melemparkan beberapa lembar tumpukan kertas ke wajah Ken hingga semua berserakkan. May muak. Sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak bertengkar lagi dengan Ken. Tapi Ken selalu saja memancing emosinya. Bagaimana May kuat menahan kekesalannya jika Ken terus saja mengusiknya? “Kamu?” Ken melotot. Ken tak pernah bisa mengontrol emosi dengan baik saat berhadapan dengan May. Ia pun tak mengerti ada apa sebenarnya. Kenapa ia selalu merasa bahwa gadis itu adalah musuh bebuyutannya? Astaghfirullah. Ken beristighfar dalam hati. “Iya, ini gue. Lu gak amnesia, ‘kan? Kalau lu masih pengen panjang umur, lu jaga tuh sikap!” May berlalu. Ia benar-benar menahan kesal hari ini. Jelas, semua karena dia tidak mau bekerja disini. Semua ini hanyalah karena orang tua mereka berdua yang memaksa. Ken terduduk lemah, selalu begini. Selalu Ken yang kalah. Padahal Ken sudah menjadi bosnya May. Harusnya posisi ini cukup menjanjikan untuk sebuah kemenangan, huh. Rumah May sebenarnya tak jauh dari jarak rumah Ken. Rumah May sangat besar dan tinggi. Tampak kemegahan dari luar bangunan nya yang kokoh dan area parkir yang cukup luas. Dihiasi pula taman hijau nan asri, dan beberapa mobil juga motor gede berjejer rapi di parkiran. Rumah klasik modern bentuk persegi, dengan atap non simetris. Dilengkapi ventilasi rumah minimalis terbaik berbahan loster keramik. Teras luas bertiang pilar, di bagian depan rumah. Dinding beton dengan warna cat cokelat tua di bagian luar dan cat berwarna keemasan di bagian dalam rumah lantai 2 itu. Menggunakan panel jendela yang bagian atas bentuknya melengkung. Balkon dengan terali besi tipis, cat berwarna natural merah bata. Pintu kayu persegi beserta ornamen tembaga. Di dalam ruangan, langit-langit rumahnya tinggi dengan lampu gantung model kandelar, foto keluarga berpigura ukuran jumbo terpajang di dinding ruang tamu, terdapat beberapa furniture, sofa, lemari, dan lainnya. Lantainya menggunakan granite lite di dalam rumah yang motifnya didominasi marmer pada lantai 1 dan lantai 2. Tepat di sebelah ruang tamu, langsung ditemui sebuah tangga menuju lantai 2 dengan railling tangga bergaya klasik, anak tangga pun menggunakan bahan marmer. Bentuk tangga memutar dengan susunan glass block dan ditata, membentuk sebuah motif lantai marmer yang indah dan elegan. Desain rumah dua lantai itu sangat istimewa dan bergaya Mediterania. Di dalam kamar besar yang cukup berantakan, May merebahkan tubuhnya di atas kasur. May rasanya ingin meminjam kantong ajaib Doraemon jika ia bisa. May sangat lelah, tapi ia tetap menyempatkan diri untuk mampir melihat teman-teman dan anak jalanan di rumah singgah yang ia dirikan. Sekaligus tadi May mengecek sanggar seni dan musik, memastikan semua berjalan seperti biasanya walau tanpa kehadiran May. Kelelahan May kini bertambah dengan keresahan. Ken selalu mampu mengusik pikirannya. Ia selalu menyalakan api peperangan, kadang May berpikir bagaimana caranya berdamai dengan Lee Min Hoo KW itu. “May, telepon dari Ken. Katanya penting, dia nelepon katanya handphone kamu gak aktif,” suara Ibu dari luar. May bergeming. “May?” tanya Ibu yang masih menunggu jawaban. “Iya, Bu.” May bangkit dan langsung membuka pintu. May berdiri di depan pintu kamarnya bak satpam yang menjaga agar ibu tidak masuk kamar. Ibu mendesah. Siapa sih yang mau masuk kandang ayam? Lihatlah kamar gadis ini. Semua barang-barangnya berserakan. Sungguh berantakan. Hampir tak ada tempat berpijak. Ibu geleng-geleng kepala. “May, kamarmu berantakan banget, sih. Padahal bisa minta bantu Bibi untuk merapikan, tapi Bibi bilang kalau kamu gak bolehin dia masuk,” omel Ibu. “May ngantuk banget, Bu. Beberapa hari ini kerja di kantor Giant, May disuruh lembur.” “Giant??” dahi Ibu berkerut. “Iya, Bu. Ken itu duplikat Giant yang terus mengusik Nobita, begitu sikapnya selama di kantor, Bu.” Ibu geleng-geleng kepala. Ibu bisa pusing jika berlama-lama di depan kamar May. Ya Allah, gadis ini telah menginjak usia 23 tahun. Ibu melirik layar televisi di dalam kamar May. “May, cobalah menonton film remaja atau apalah. Jangan nonton itu mulu. Ya udah, aktif kan hape kamu. Ken mau telepon, katanya penting.” “Gak ada yang penting baginya selain bikin May menderita, Bu.” “Gak boleh buruk sangka gitu, loh. Udah, aktif kan hape kamu atau tidur di luar malam ini, di garasi mobil!” jawab Ibu tegas. May manyun. Kadang May mikir, Ibu itu Ibunya May atau Ibunya Ken, sih? May baru saja tiba di rumah, May bahkan belum mandi sore, Ken sudah menelepon. Pasti ia akan menyiksa May lagi, May sangat yakin akan hal itu. Gadis itu bergegas mencuci muka dan menggosok giginya. Baru saja mengaktifkan ponsel, Ken sudah menelepon berkali-kali. Whatsapp penuh oleh chatting Ken. May harus ke kantor sekarang juga sebelum Ibu murka dan benar-benar membiarkan May tidur di garasi. Sebenarnya May sudah sangat mengantuk. Tapi Ken mengharuskan May mengerjakan semua berkas untuk persiapan besok, bertemu dengan klien luar negeri. Akhirnya mau nggak mau May kembali ke kantor untuk lembur, lagi. Di dalam kantor, Ken memakai masker. Dikarenakan ia terpaksa membawa May masuk ke ruangan nya. May tahu, Ken memandang sebelah mata. Lelaki itu sedang merendahkan May sedemikian rupa. Terbukti dengan masker yang menutupi hidung hingga mulut. Ah, May tak peduli dengan hal itu. Biarkan Ken menganggap nya gadis yang jorok. May memang tidak mandisore, karena baru saja tiba di rumah, Ken sudah mengharuskan nya kembali ke kantor. Wajah May menyiratkan kelelahan yang teramat sangat. Ia baru saja tiba di rumahnya sebelum Ken menelepon Ibu. May juga menyempatkan menemui teman-temannya sepulang dari kantor, melihat keadaan dan menginformasikan bahwa mereka harus mengatur jadwal privat dan silat sesuai jam kantor. Sejak mengenal anak jalanan, anak-anak yang terlantar, kehilangan orang tua ataupun yang ditinggalkan begitu saja, membuat naluri May bergejolak, berempati dengan rasa yang mereka rasakan. May tahu, Bapak memiliki uang yang cukup, bahkan lebih. Tapi meminta terus-menerus tak akan membuat May lebih baik. May berpikir, tak selamanya Bapak berjaya. Seperti kaki kanan dan kaki kiri yang bergantian melangkah. Begitu roda kehidupan ini. Mungkin hari ini May bisa mengharapkan Bapak. May bisa meminta berbagai hal pada Beliau. Namun hari esok siapa yang tahu pasti? “Ken?” “Hem...” Ken berdehem. “Gue ngantuk banget, lu bisa kan suruh yang lain. Gue gak kuat. Dari pagi kerja mulu. Gue baru aja mau istirahat, lu nelepon lagi. Lu tahu ini jam berapa? Udah jam dua belas malam, Ken. Gue itu tidur jam sembilan.” May benar-benar lelah. Ken menatap May lekat. “Kasihan juga si May. Tapi kapan lagi bisa usilin tuh anak kalau bukan saat ini.” “Kalau kamu tidur sekarang, besok gimana? Kamu mau bangun subuhsubuh buat ngerjain ini?” “Apa?” May melotot. Tidak, ia sudah terbiasa bangun pagi. Bahkan kadang ia sering dibangunin Ibunya. Mau tidak mau kerjaan ini harus May selesaikan malam ini juga.