Don't Touch Me

Reads
103
Votes
0
Parts
16
Vote
by Titikoma

3

“Aura.” “Iya, Pak?” “Meeting jam delapan, ini udah hampirjam delapan. May belum datang?” tanya Ken sambil melirik jam tangannya. “Belum, Pak.” Aura menjawab dengan hati-hati. Meskipun bisa dibilang sebenarnya ia cukup akrab dengan Ken. Karena Aura adalah karyawan paling lama yang bekerja di sini. Oleh sebab itu, Ken juga kadang selalu mempercayakan pekerjaan kepada Aura. “Lanjutkan pekerjaanmu!” Ken mulai resah, semalam May telah merampungkan tugasnya. Tapi Ken tetap inginkan May ikut serta, ia karyawan baru dan harus banyak belajar. “Hem, gue gak telat, ‘kan?” Ken berbalik ke arah suara cempreng itu. “Hampir.” Tiba-tiba Ken terbelalak. Ya ampun, gadis ini benar-benar sableng. “May, kita akan menemui klien dari Australia, bukan mau ke hutan,” Ken mendesah. Ya Allah, kenapa gadis ini selalu membuatku marah setiap saat? Ia ingin membuatku stroke di usia muda? Lihatlah May, sepatu kets dan celana panjang jeans robek-robek, baju kaos oblong warna hitam, beruntung tidak robek pula, namun kalung dan gelang metal membuat Ken benar-benar mengernyitkan dahi dan pusing. “Gue kudu gimana, Ken? Karena gue sekretaris lu, gue harus ngikutin semua yang lu mau? Emang kenapa kalau gue begini? Lu mau meeting, ‘kan? Bukan mau menilai penampilan gue, dan lu gak punya hak untuk ngatur hidup gue!” May geram. May juga tidak mengerti, mengapa semua hal yang tak disukai Ken itu sangat May suka. Bahkan May ingin meminjam baju anak jalanan yang tak layak pakai, agar penampilannya lebih memuakkan di mata Ken secara maksimal. Agar Ken memecat dirinya dari pekerjaan sebagai sekretaris, yang sama sekali tidak diinginkan oleh May. Sayangnya, Ibu yang akan murka dan jika May memakai baju anak jalanan yang tak layak pakai, Ken tak akan sempat melihatnya. Uh. May benar-benar gerah. “Tapi bisakah kamu berpenampilan lebih sopan? Manusiawi dikit gak papa, ‘kan? Walaupun kamu makhluk alien. Tapi kali ini kita akan menemui orang penting, May!” Ken kesal. “Tapi....” “Kamu gak sisiran, rambut berantakan padahal rambut lurus mudah diatur. Bajumu gak disetrika, lecek kayak gitu. Di rumah ada pembantu, setahu aku lebih dari satu orang, ada tiga atau lima orang. Atau emang kamunya yang hobi make baju kusut?” May makin gerah. May merasa penampilannya biasa saja. Hanya Ken selalu menanggapinya dengan berlebihan, “Emang cowok lebay!” May mengamati penampilannya sendiri. Hmm, sepatu kets robek emang karena udah rusak, tapi sayang kalau dibuang. Celana jeans robek-robek emang celana anak gaul, hihihi. Baju oblong karena nyaman dan gak ribet. Kalung, gelang metal ini juga pemberian dari anak jalanan, temen May dulu. Si Imas. Sudah meninggal dan semua ini sangat berharga. Terus, masalahnya di mana? Semua milik sendiri, bukan KKN (keren-keren nebeng), batinnya kesal. “Aura!” Saking kencangnya suara Ken, semua karyawan terpaku dan beku di tempat. Tak biasanya Ken berteriak sedemikian rupa. “Iya, Pak Kendy?” Aura bergetar. “Cepat urus anak ini. Pinjemin dia baju atau beli atau bagaimanapun caranya. Aku gak mau dia tampil seperti ini di depan klien penting. Ganti semua pakaiannya, sisirin tuh rambutnya yang acak-acakan, siramin parfum sebotol. Aku tunggu di ruang meeting!” tegas Ken kemudian berlalu. Aura menatap May. “Mbak May,” tutur Aura pelan. “Kali ini gue nyerah. Tapi ingat, gue cuma mau ganti baju, gak pake bedak dan embel-embel yang gak penting!”  “Terima kasih Mbak May mau mengerti.” “Dan jangan panggil ‘Mbak’, panggil ‘May’ aja. Heh...” “Oke.” Sepatu high heels, rok mini hitam, baju kemeja putih lengan panjang, rambut rapi lurus sebahu. Kulit tubuh dan wajahnya putih bening tanpa polesan. Alis dan matanya menyatu dalam keindahan yang utuh, indah dan menawan. Hidungnya mancung. Bibirnya merah jambu, pink tanpa lipstik dan lipgloss. Sungguh, May tampil memesona. “Sumpah, gue gak bisa jalan kalau pake sepatu high heels, gue risih dengan rok mini yang super ketat ini, gue gak bisa bergerak! Oh my good, hukuman apa ini?” “Kamu yang sabar ya, May. Aku takut kalau Pak Ken marah, ayo cepetan ke ruang meeting,” ucap Aura. Kebetulan rumah Aura tidak jauh dari kantor, jadi ia memberikan pakaian dan sepatunya itu ke May. Karena pakaian yang dipakai May adalah pakaian yang sudah kecil, dan kebetulan muat untuk tubuh May. May melepas sepatu high heels yang baru saja melekat di kaki mungilnya. May menjinjing high heels itu dengan tangan kirinya, kemudian ia melangkah menuju ruang rapat. Para karyawan mengamati May saat May berjalan. “Denger-denger May itu anak konglomerat. Tapi kok kamseupay gitu, ya? High heel saja dijinjing.” “Semua bisa karena biasa kali, dia kan tomboi. Mungkin dia emang gak suka dengan sepatu high heels.” “Denger-denger, May itu dijodohkan sejak kecil dengan Pak Kendy.” “Kamu ini, dengar-dengar mulu. Kapan lihatnya? Suka banget sih nyebarin gosip.” May mendengar celotehan para karyawan. Pendengaran May cukup tajam walaupun mereka hanya berbisik. Tapi, bodo amat. May terus melangkah menuju ruang rapat.  May membuka pintu lalu langsung masuk ke ruang rapat tanpa salam ataupun sekedar sapa dan basa-basi. Semua mata memandang sosok cantik dan manis yang menjinjing high heels itu. Ken tersentak. Kenapa gadis itu tidak bisa bersikap dengan baik? Bagaimana mungkin ia merasa bahwa high heels lebih baik dijinjing daripada digunakannya dengan benar? “May, bisa kamu keluar? Kami sedang mengadakan rapat penting!” Ken murka. Sedangkan May hanya bisa mengernyitkan dahi. “Hah?”  May melempar sepatu high heels ketika keluar ruangan. Ia sangat kesal. Sebelumnya tak pernah ada yang memaksa May, apalagi sampai dituruti. Tapi ketika Ken memberi perintah dan permintaan Ken dituruti, ia malah disalahkan. BUKKK! “Addauuu!” sepatu high heels mengenai salah satu karyawan cowok. Beberapa karyawan berdiri, memelototi May yang berjalan tanpa alas kaki. Entah mengapa semua tiba-tiba merasa iba. Sang korban sepatu yang harusnya marah malah merasa tidak enak. Cowok itu langsung mundur beberapa langkah, ikut berkumpul dengan beberapa karyawan yang kebetulan sedang di luar. “May kenapa, ya?” tanya cowok itu. “Dia nangis. Ada apa, ya? Pak Ken adalah orang yang sangat baik dan ramah meski selalu menjaga jarak dengan kita, tapi sejak May datang, ia jadi sering marah-marah,” Aura yang sudah kerja lama di sini akhirnya membuka suara. Sebenarnya ia penasaran sekali. Aura merasa Ken yang sekarang bukan Ken yang dulu semenjak ada kehadiran May. “Mungkin Pak Ken itu gak suka kalau mereka dijodohkan. May sih cantik, manis juga. Tapi gayanya asal gitu, sih. Hmm, dengar-dengar nih, Pak Ken itu gak pernah punya pacar. Gak pernah ada gebetan, gak pernah tercyduk jalan mesra bareng gadis,” Erin menimpal. Erin adalah orang yang paling tahu tentang gosip-gosip di kantor ini. “Kamu serba tahu ya, Rin. Hehehe,” Aura terkekeh. “Diam-diam aku suka nguntit IG dan semua akun pribadi Pak Kendy. Aku ini penggemar rahasianya, hehehe,” jawab Erin terkekeh. Lalu setelah itu bubar ketika May menatap mereka.  May telah mengganti semua pakaian yang tadi dipakainya, ia merasa lebih nyaman dengan pakaiannya sendiri. May menghapus air matanya yang sedari tadi menetes, ia tak suka menangis. Tapi Ken selalu mampu membuatnya menangis. Sering sekali jika dihitung dari sejak kecil. May itu gadis yang penuh rasa syukur sejak dulu, ia selalu merasa cukup apa adanya. Ia tak peduli dengan ocehan orang tentang dirinya. Sejak dulu, May tak pernah ingin membeli sesuatu sebelum ia sangat membutuhkannya, seperti baju dan lain-lain-lain. May selalu memakai semuanya sampai benar-benar tak layak pakai. May heran, orang tuanya sangat mengidolakan Ken sejak lama. Bahkan Ibu dan Bapak menjodohkan May dan Ken sejak kecil. Aneh, orang tua zaman now sikapnya zaman old. Gak kekinian banget, tapi kesitinurbayaan. “Ugh! Hari gini masih dijodoh-jodohkan? Gak zaman,” rutuk hati May. Zaman apa dong? Gadis itu menengadahkan wajahnya ke langit-langit kamar. May tak tahu ini zaman apa, yang jelas zaman semakin berkembang, semakin maju dan modern. May tenggelam pada zamannya sendiri, dalam dunianya sendiri. Ia merasa tak perlu mengikuti arus perkembangan zaman. May sibuk dengan dunianya sendiri, dengan beberapa film anak yang ia gemari, dengan game seru yang ia sukai dan menonton berbagai kartun hingga ia terlelap saat ia sedang berada di rumah. Tak ada beban di hatinya selain jika mengingat Ken.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices