
by Titikoma

4
Di dalam gedung pencakar langit. Ken mondar-mandir di depan ruang sekretarisnya, May belum muncul. Jam sudah menunjuk pukul 10.00, sedangkan kantor mulai masuk pukul 07.30 yang berarti May sudah sangat terlambat. “Apakah dia tidak masuk hari ini? Seharusnya ada konfirmasi izin sakit atau apa.” Uhh, harusnya Ken tahu kalau May itu gadis yang seenaknya sendiri, dan tidak punya aturan hidup. Ken kesal banget pagi ini, ada berkas penting yang harus May kerjakan. Akan tetapi May belum muncul hingga detik ini. “Hem, awas lu, jangan berdiri di depan pintu. Gue mau masuk ruangan!” May muncul dengan tas ransel. Ken berkerut. Mau ke mana nih makhluk alien? Pake tas ransel sebesar itu kayak mau kemping aja. “Kamu tahu ini jam berapa, May?” tanya Ken ketus. “Gak mau tahu!” May menjawab sinis. “Biar aku kasih tahu, ini jam sepuluh dan kamu telat berjam-jam.” May mengamati sosok Ken yang masih berdiri tepat di depan pintu ruangan. May masih kesal mengingat kejadian kemarin, Ken mengusirnya begitu saja di depan semua orang. Bahkan setelah May menuruti semua perintahnya untuk mengganti pakaian yang menurut Ken bagus. Padahal pakaian itu sungguh menyiksa May. Sebenarnya May tak ingin menginjak kantor ini lagi, tapi Bapak dan Ibu memaksa. “Ahh, kenapa sih Bapak dan Ibu sangat percaya pada Ken? Beliau gak tahu apa kalau anaknya dianiaya?” “Awas, gue mau lewat!” May mendorong bahu Ken. Gadis itu langsung masuk ke ruangannya. Ken membuntutinya. May duduk di kursi, lalu meletakkan tas ransel di meja. Kemudian ia mengeluarkan bekal makanan. Ketika bekal dibuka, aromanya membuat hidung May kembang kempis. May langsung menyantapnya dengan lahap. Ken mendekat, penasaran apa yang dimakan May. Tiba-tiba Ken melotot. Ya Allah, kalau gak salah itu kan jengkol lalu itu juga sambal pete. Astaga! Ken tidak tahan mencium aroma tersebut. Ken mengambil makanan yang sedang dinikmati May, lalu membuang semua makanan itu ke tong sampah yang ada di pojok ruangan. “Gak ada yang boleh makan ini di kantor, aku gak mau kantor jadi jorok dan bau!” BUKKK! May melayangkan tinjunya ke bahu Ken. Bagaimana mungkin cowok itu mengatur semua hal tentang dirinya? May geram, ia ingin menjauhi cowok ini. Tapi bagaimana caranya? Orang tua mereka selalu bersekutu menyatukan mereka berdua. “Addauuu, sakit!” Ken geram, “Lebih baik sekarang kamu sikat gigi, mulut kamu pasti bau banget.” “HAHHH?” May melepaskan seluruh napas bau pete dan jengkol yang ada di mulutnya, tepat di hidung Ken. “Biar mabok sekalian!” “Hueekkk...” Ken mual, ia langsung lari ke wastafel. May tersenyum puas. “Kalau perlu lu keluarin semua isi perut lu. Mungkin setelah itu lu bisa lebih baik dan berhenti mengusik.” Ken lunglai, ia hampir mengeluarkan seluruh isi perutnya. Pagi ini ia belum sarapan. Air dalam tubuhnya keluar semua akibat ulah brutal May. “Ya Allah, gadis ini benar-benar ingin membunuhku.” “Kamu dipecat! Jangan pernah muncul lagi ke kantorku!” tegas Ken ketika kembali ke ruangan May. “Cemen lu. Bagus kalau gue dipecat, emang gue udah menderita lahir batin di kantor lu.” May meraih tas ranselnya, kemudian berlalu meninggalkan kantor Ken, dalam hati May berharap semoga tak ada jalan kembali ke kantor ini. Sungguh ini hal yang meresahkan dan melelahkan, Ken semena-mena bak penjajah. Ken tergopoh-gopoh memasuki rumah, ia menaiki tangga loteng menuju kamarnya di lantai dua. Sungguh, ia benar-benar ingin merebahkan tubuh di kasur empuk. “Ken, ada apa?” Ibu membuntuti Ken. Ibu tak ingin terjadi sesuatu hal yang fatal pada anaknya itu. “Mungkin aku udah sekarat, Bu.” Ken lunglai. Ken langsung masuk kamarnya dan merebahkan tubuhnya di kasur. “Kamu sakit, Nak?” Ibu cemas. Ibu tahu kondisi fisik Ken yang sering sakit sejak kecil. Ibu sangat khawatir melihat wajah putranya pucat. “Hampir mati, Bu. Gara-gara gadis idola Ibu yang urakan itu.” “May mukul kamu?” “Lebih parah dari itu, dia makan jengkol sama sambel pete. Udah gitu dia kasih aku napas sok napas permen, padahal bau busuk, naudzubillah.” “HAHAHA…” Ibu tertawa lepas. Ibu geli banget. Ken gondok. “Tuh, kan! Apa pun yang dilakukan gadis itu selalu lucu dan menarik di mata Ibu. Padahal anak kandungnya udah hampir mati akibat ulah gadis sableng itu.” “Ken. Kamu sadar gak, sih? Kamu itu lebay banget,” Ibu yakin, Ken itu berlebihan menilai sosok May. Ia gadis yang cukup urakan, tapi tidak seburuk pandangan Ken. May memang gadis tomboi yang tak begitu peduli penampilan. Namun, ia tidak sejorok yang Ken pikirkan. “Ken pikir Ibu yang lebay, terlalu mengidolakan May si kuman dekil itu. Idola kok kuman, idola tuh Rasulullah, Bu.” “Emang iya, idola paling utama Rasul. May itu idola calon mantu idaman Ibu. Ia mutiara, berharga dan tidak tersentuh dunia luar.” Sesaat hening. “Kamu tahu, ‘kan gimana kekayaan Om Sanjaya? Maymun Maharani Sanjaya tidak pernah tampil dengan segala kemewahan orang tuanya. Ia tenggelam di dunianya sendiri dan Ibu gak tahu nyari di mana gadis seperti itu di zaman now, hehehe.” Ibu jatuh cinta pada sosok May yang sederhana. Ibu hanya merasa perlu memoles keluhuran budi si May itu dengan kelembutan, ia gadis yang cukup kasar dari segi bicara dan bertindak. Namun Ibu yakin, tak akan sulit mengubah karakter May yang tomboi dan sedikit kasar itu. Karena May itu gadis yang baik. Bukankah orang baik bukanlah orang yang tanpa khilaf dan salah? Melainkan orang yang mau memperbaiki kesalahan dan akan selalu membuka diri dalam menerima kebenaran. Selama ini yang Ibunya Ken tahu, May itu memang salat 5 waktu. Tetapi Ibunya May harus membangunkannya dengan berbagai jurus, seperti jurus menyiram air ke wajahnya ataupun cara lainnya. Menurut pengakuan Ibunya May, bangun salat subuh hal tersulit dilakukan May. Namun itu tugas Ken kelak setelah menikahi gadis tomboi itu. Ibunya Ken yakin bahwa suatu saat Ken akan menaklukkan May. May memang belum berhijab, tapi akan segera, setelah Ken menikah dan meminta May untuk berhijab. Itu harapan Ibunya Ken yang belum terwujud. “Ibu, ayolah buka mata. Ia tak sebaik yang Ibu kira. Bagaimana mungkin aku bersanding dengan orang yang bahkan gak bisa mengurus dirinya sendiri?” “Ken, ayolah. Hentikan kebencianmu pada May, karena kamu akan menyesal seumur hidup jika kamu kehilangan gadis seperti May.” “May!” Gendang telinga May sakit. Ibu berteriak keras, padahal jarak antara May dan Ibu hanya satu senti. “Apaan sih, Bu? Ibu kenapa ketularan May? Ibu bilang gak baik kalau gadis teriak-teriak, terus sekarang Ibu melakukannya. Apa May harus bilang gak baik kalau emak teriak-teriak?” “Kamu nyiksa Ken lagi, ya?” “Kebalik, dia yang habis siksa May, Bu. Pokoknya kerja di kantor Ken rasanya May menderita lahir dan batin.” “Kamu kan tahu dia itu cowok yang keren, rapi dan bersih. Harusnya kamu contoh tuh, bukannya malah berantakin kantornya. Kamu itu gadis, harusnya lebih bersih dari Ken. Gimana kalau kalian nikah nanti? Masa Ken yang rapiin semua dan kamu berantakin semua.” Oh my good! May benar-benar ingin meminjam pintu ajaibnya Doraemon. May ingin masuk ke pintu ajaib itu, merasakan dunia tanpa ada nama Ken. “Kamu sih, kalau gak nonton kartun anak, main game gak jelas, kayak anak kecil. Kalau gak gitu ya, keluyuran di luar sana. Sibuk dengan kerjaan yang gak jelas! Usia kamu udah 23 tahun, udah tua!” “Terus, kalau May udah tua, May harus bilang Ibu belum tua? Hehehe.” May mencoba menetralkan suasana. Ibu tak pernah menganggap hal yang dilakukan May itu penting. Ibu merasa pekerjaan May bersama teman-temannya itu adalah pekerjaan tidak jelas alias tidak penting sama sekali. Menurut Ibu, pekerjaan May itu tidak menjanjikan masa depan yang cerah. Itulah sebabnya May tak banyak bercerita tentang seluk-beluk pekerjaannya kepada Ibunya. Toh Ibu tak akan peduli. Sebenarnya Ibu ingin May meneruskan pendidikannya, seperti Aidil yang sebentar lagi menyelesaikan S2 di Amerika, setelah sukses menyelesaikan pendidikan S1 di Jakarta. Namun May tak menuruti keinginan Ibu. May merasa pendidikan memang penting. Tetapi May tak bisa meninggalkan semua orang-orang yang ia sayangi. Bagaimana nasib anak-anak jalanan dan rekan kerjanya di sanggar seni lukis dan seni musik jika ia pergi? Mereka masih membutuhkan bimbingan dari May. Gadis itu merasa, menjadi orang yang bermanfaat untuk orang di sekitarnya ialah hal yang mendamaikan hati. “Pokoknya kamu harus ke rumah Ken, minta maaf sama dia. Dia sampe dirawat di rumahnya.” “Ya, dia kan manja sama dokter pribadinya. Digigit semut aja dia minta opname, dia itu manusia ter-lebay sedunia.” Sudah 2 hari Ken terbaring di kamarnya. Meski jarum infus hanya ia gunakan sehari semalam, namun ia masih terlihat lemah. Ibu cukup prihatin melihat putra sulungnya. Tubuh jangkung yang atletisitu ternyata begitu rapuh. Meskipun kelihatannya kuat, namun inilah faktanya. Ken memang sering sakit walau karena hal sepele. “Ken, kamu mau Ibu masakin apa?” “Gak usah, Bu. Ken mau May minta maaf ke rumah ini sekarang. Ken kesal banget, Bapak gak izinin buat pecat anak itu. Jadi, May harus membayar kesalahannya dengan minta maaf. Mudah kan, Bu?” “Mudah sih, tapi enggak bagi May. May kan kepala batu, gak jauh beda sama kamu lah, hehehe. Tapi ntar Ibu coba telepon May.” TING, TONG. TING, TONG. “Suara pencetan bel yang gak sabaran itu pasti May.” “Gak usah nelepon, May udah di depan, Bu. Ibu tahu ‘kan kalau cuma dia tuh yang mencet bel gak sabaran,” jelas Ken yakin. “Iya, itu pasti May. Wah, sehati banget. Ini pasti karena Ibu dan Bapaknya May yang menyuruhnya datang, gak mungkin May ke sini tanpa paksaan. Calon menantu yang baik,” kata Ibu senang. What? Baik dari mananya? Akh, Ibu berlebihan menilai May, dipaksa artinya bukan keinginannya dan gak akan ada ketulusan darinya, dan Ibu masih menganggap hal itu baik? Ya Allah. Sejurus kemudian May berada di dalam kamar Ken, Ibu Ken meninggalkan mereka berdua, pintu kamar tetap dalam keadaan terbuka lebar. “Lu lebay banget, sih? Kenapa gak sekalian aja lu masuk ICU, nanggung banget cuma dirawat begini.” Bagaimana May bisa berdamai dengan Ken jika ia selalu saja melakukan hal yang membuat May muak. May tak suka lelaki manja. Menurut May, Ken itu anak manja. Semua hal tentang dirinya, selalu menyangkut campur tangan orang tuanya. May juga yakin, Ken sudah melaporkan perbuatan May pada Ibu sehingga Ibu tahu segala hal yang terjadi antara dirinya dan Ken tanpa May beritahukan terlebih dahulu. “Kalau kamu ke sini cuman buat ngata-ngatain aku, mending kamu pulang!” Ken kesal, ia juga bingung. Mengapa ia sangat memusuhi gadis ini? Ken benci padanya, tetapi kehadirannya selalu mampu membuat jiwanya bergejolak. Berbagai rasa yang tak mampu Ken jelaskan kini mengganjal di dada. Cukup aneh, ia sendiri merasa heran. Tidak menyukai May tapi seringkali mencari gadis itu dalam diam. Aneh, padahal Ken bahkan membenci semua gayanya. Cara bicaranya dengan suara cempreng yang keras dan cara berpakaiannya yang tidak rapi. Sungguh, Ken tak suka. Ken menyukai perempuan yang feminin dan lemah lembut, yang pandai merawat diri dan menjaga kerapian serta berpenampilan menarik. Lah, si May itu penampilannya asal-asalan. Ahh, Ken benar-benar tak bisa berpikir logis di depan gadis ini. Ia merasa seperti orang linglung. “Satu lagi, Ken. Gue muak banget sama gaya lu, ada apa-apa laporan mulu sama Ibu, ada aja info yang nyampe dan itu bikin Ibu marah.” “Laporan apa sih, May? Jangan suka fitnah, itu lebih kejam daripada....” “Lebay!” Ken sesak napas. Ia menyesal menginginkan gadis itu datang. Bukannya minta maaf, May malah memaki Ken. “Besok gue tetep masuk kerja, terpaksa! Dan kalau lu masih banyak bacot, gue pastikan lu gak di-opname, tapi masuk ruang ICU, syukur kalau masih bisa tertolong. Jadi, berhati-hatilah.” “Kamu ngancam?” “Ancaman dengan peringatan emang beda-beda tipis,” May berlalu. Sebenarnya Ibu menyuruh May meminta maaf pada Ken. Entah mengapa May justru memakinya. Ahh, Ken memang cowok yang sangat menyebalkan, bagaimana mungkin May bersikap manis padanya? Uhh, May tak bisa, benar-benar tidak bisa. “May, apa yang kamu lakukan di rumah Ken?” May menarik napas panjang dan mengembuskannya pelan. Baru saja menginjakkan kaki di dalam rumah, Ibu menyambutnya dengan sorotan tajam, lagi-lagi tentang Ken. “Ibu nyuruh kamu minta maaf, bukannya malah mojokin dia dengan katakata kasar kamu itu, May.” “Biasa aja kok, Bu. May ngomong pelan aja, gak teriak-teriak,” May semakin sebal. Selalu aja ada info yang sampai di telinga Ibu. “Kata kasar gak perlu teriak aja udah bikin orang sakit hati, apalagi kalau teriak. Ayolah, May. Belajarlah menghargai orang lain. Apalagi Ken itu calon suami kamu.” Huuueeek,tiba-tibaMaymual. Calon suami? Selalu kata itu yangmembuat telinga May panas dan perutnya jadi pengen muntah. “Bu, bisa gak sih bahas yang lain? Bosan dengar itu mulu.” “Kamu harus terbiasa, Ken itu calon mantu idaman Ibu. Dia itu cerdas, tampan, wangi, rapi dalam segala hal dan dia yang akan merubah anak urakan Ibu ini jadi bidadari.” Ibu menyimpan harapan yang besar, bahwa Ken akan merubah sosok putrinya itu menjadi perempuan manis yang lemah lembut. Itulah sebabnya, Ibu sangat bersemangat menjodohkan May dan Ken. Bodo amat. May tak peduli semua hal tentang Ken. May juga tak pernah menginginkan dirinya berubah menjadi bidadari. “Hmm, Senin nanti kakak kamu akan pulang, ia sudah menyelesaikan study S2-nya di Amerika.” “Amazing!” teriak May. May senang Kakak semata wayangnya itu akan kembali setelah sekian lama menempuh pendidikan di Amerika Serikat. Namun May sedikit resah. Kak Aidil suka rese dengan semua kelakuan, pakaian dan semua hal tentang May. “May males banget, ntar yang ada diceramahin tiap hari!” “Ibu bahagia kalau Kakak kamu udah menetap di Jakarta, dia akan mengurangi beban Ibu.” “Beban apa, Bu? Ibu punya Bapak yang setia. Gak pernah ‘kan Bapak duain atau tigain apalagi limain Ibu, hehe. Ibu juga bisa makan enak, bisa make baju bagus, bisa belanja. Itu kan nikmat, Bu. Bukan beban, Ibu juga sehat, itu nikmat yang harus disyukuri.” “Beban ngurusin hidup kamu, May. Keras kepala, cuek bebek sama penampilan kamu itu yang bikin Ibu kewalahan. Ibu juga suka sakit kepala kalau teman arisan Ibu nanya, May udah nikah belum? Katanya udah ada jodohnya sejak kecil? Kok belum nikah? May udah lulus kuliah,‘kan? Gak muda lagi, dong. Bisa kamu bayangkan stresnya Ibu dengan celotehan mereka itu?” Ibu meratap. “Biasa aja, tuh. Ibu aja yang suka berlebihan. Kenapa mereka ngomong gitu? Karena dapat info dari Ibu yang selalu mengabarkan pada dunia, bahwa Ken calon mantu. Ken baik, Ken bla bla dan bla. Mungkin gak niat bikin Ibu stres atau malu. Mereka cuma menanyakan hal yang selalu Ibu ungkapkan. Mereka menunggu bukti dari perkataan Ibu, dan satu hal... Ibu gak perlu umumkan atau pamerkan Ken sama teman-temen arisan ibu. Hal apa aja gak perlu diumbar-umbar, karena pujian dan kekaguman mereka hanya sebatas di hadapan Ibu.” May berlalu. Ibu mendesah. Tapi Ibu takkan menyerah. Ken itu lelaki yang teguh pendirian, Ken lelaki yang cerdas dan bertanggung jawab. Ibu melihat ada sosok suaminya pada Ken. Entah dari sudut pandang apa Ibu melihat kesungguhan cinta seorang lelaki semua dimiliki oleh Ken. Ibu sangat menyayangi May. Ibu ingin May mendapat pendamping hidup yang setia seperti Bapaknya. Ibu tidak ingin putrinya terluka. Meski penolakan itu cukup menyebalkan. Kedua orang tua May dan Ken telah sepakat menyatukan mereka. Ibu yakin akan kekuatan cinta, manusia bisa saja saling mencintai, namun pada akhirnya saling membenci. Begitupun sebaliknya. Ibu berharap May dan Ken yang saling bermusuhan akan saling mencintai pada akhirnya. Bukankah itu hal yang biasa? Nothing impossible if you sure.