Don't Touch Me

Reads
102
Votes
0
Parts
16
Vote
by Titikoma

11

Ken baru saja akanmemasukiruangan kantor, namun tiba-tiba langkahnya terhenti. Ia melihat seseorang yang tak asing baginya, seseorang dari masa lalu. Gadis itu menghampiri Kendy, melipat tangannya di dada. “Apa kabar Kendy? Masih ingat aku? Gadis yang kamu campakkan dulu?” Rasanya Ken ingin segera berlalu, tapi bisa dipastikan bahwa gadisitu akan mengejarnya sebelum mereka selesai bicara. “Niky, tolong jangan pernah muncul kalau hanya membahas cerita bohongmu itu. Aku muak, sangat muak. Aku pikir kamu sudah berubah, tapi nyatanya? Dan sekarang kamu datang begitu saja ke sini?” “Kenapa, Ken? Kamu takut? Takut sama istrimu? Ayolah Ken, jangan bodoh. May bahkan tidak menginginkanmu.” “Satpam!” Satpam tergopoh-gopoh. “Iya, Pak.” “Tolong usir dia!” “Ken, kumohon. Aku mencintaimu sejak lama, Ken. Waktu itu aku gak tahu harus bagaimana agar kamu jadi milikku, ternyata caraku salah dan aku akan memperbaiki semuanya, Ken. Beri aku kesempatan.” “Cinta seperti apa yang kamu maksud, Nik? Cinta yang menyakiti dan melukai? Mencoreng nama baik keluargaku dengan tipu dayamu, dengan bukti-bukti palsumu? Maaf, aku tidak bisa menerima itu. Aku tidak membencimu, Niky. Tapi aku juga tidak bisa mencintaimu. Maafkan jika aku bersalah, tapi kumohon, pergilah. Aku sudah punya istri dan apa pun yang terjadi. Aku akan tetap bersama istriku sampai malaikat Allah datang menjemputku.” Niky merasa lemah, ia tak akan pernah bisa menyentuh sosok Kendy, apalagi sejak kejadian tempo lalu. Dulu, Niky telah menghalalkan segala cara yang tidak sepatutnya dilakukan. Ia menghadirkan fitnah kejam untuk melumpuhkan Ken walaupun semuanya gagal. Saat ini Niky datang lagi, namun semuanya sudah terlambat. Ken melangkah meninggalkan Niky. Bila saja Niky menyatakan cinta sejak dulu, ia pasti akan mendengar penolakan Ken. Karena Ken tak akan menerimanya,  Ken tak pernah jatuh cinta pada Niky, tak pernah ada perempuan yang mampu menaklukkan hati Ken. Selain perempuan istimewa yang kini menjadi istrinya, May. Hanya May seorang yang ada di hati Ken. Sejak dulu, saat ini hingga sampai nanti. Ken yakin akan cintanya pada May, karena hatinya semakin merasakan getaran saat di dekat May. Jantung Ken pun mulai berdegup kencang, bahkan meski hanya menyebut nama May.  Ken baru saja berangkat ke kantor, tapi ia memutuskan untuk kembali ke rumah. “Kenapa lu? Eh, Mas maksudnya. Kantor tutup, ya? Kantor sendiri sih bebas mau pergi mau pulang. Tapi kenapa? Muka lu, eh Mas... tumben jelek.” Ops! May menutup mulutnya. Aduh kenapa malah muji sih? Tumben jelek? berarti selama ini ganteng. Oh no! “Hem, sekali-kali jelek biar kamu gak naksir.” May mendesah, menyebalkan. “May…” “Apa?” “Kamu suka gak sama aku? Kamu cinta gak sama aku? Atau paling gak... kamu pernah gak sih mikirin aku, sekali aja?” May terpaku. Ken benar-benar aneh hari ini. Pulang tiba-tiba dengan pertanyaan begitu. Wajah Ken nampak sungguh-sungguh, May bingung. Ada apa, ya? “Sebenarnya ....” TING, TONG. Bel mengusik suasana Ken dan May. May berdiri, hendak membuka pintu, Ibu mertua dan Bibi Olaf tadi keluar. Ibu mencari bahan masakan kesukaan Bapak dan Ken. May yakin Ibu sudah pulang. Ken menghentikan langkah May, ia memegang tangan kiri May. Ken tak peduli siapa yang datang, ia benar-benar butuh jawaban May sekarang. Ia lelah memendam rasa dalam jangka waktu yang cukup lama. Yaa, kini Ken yakin, sebenarnya sejak dulu ia menyukai May. “Jangan pergi, aku butuh kamu,” pinta Ken. May bingung, ia juga harus membuka pintu. Mau tidak mau May meninggalkan Ken karena menurutnya sekarang ada orang yang tengah menunggu di luar sana. Ken duduk di kursi, ia melemparkan tas begitu saja di sampingnya. Ahh, hampir saja May jujur. ‘Sebenarnya aku suka sama kamu, Ken.’ Aku yakin May mau ngomong gitu. Siapa sih yang mencet bel? Ganggu orang mau  romantis-romantisan aja? Tentang Niky. Ya Allah... kenapa gadis itu harus muncul sekarang? Saat Ken sudah menikah. Gadis itu akan melakukan segala cara untuk menghancurkan Ken. Entah apa salah dan dosa Ken padanya. Niky pernah dekat dengan Ken, sangat dekat. Mereka sangat akrab. Tapi, tiba-tiba Niky menjauh tanpa alasan. Ken membiarkan semua mengalir sesuai arus. Ken juga bukan laki-laki yang suka galau apalagi baper. Jika Niky ingin menjauh, biarlah. Mungkin Niky memiliki teman baru. Ken suka berteman dengan siapa saja. Ken tak pernah terusik oleh mereka yang datang dan pergi sesuka hati. Yang datang saat membutuhkan bantuan dan pergi saat tak butuh. Teman seperti itu banyak, tapi Ken tak pernah peduli. Ia senang jika hidupnya bermanfaat bagi banyak orang, meskipun ia tahu bahwa sangat buruk manakala temannya sendiri sering memanfaatkan dirinya. Ia sangat tahu hal itu, namun ia tetap abai. Niky kembali dengan fitnah yang amat kejam. Ia menuduh Ken telah menodainya. Padahal Ken tak pernah melakukannya. Hal itu sangat meresahkan Ken. Niky datang bersama bukti-bukti palsu yang tak mampu Ken jelaskan. Ken masih sangat lugu ketika itu, ia baru saja lulus SMA, ia bahkan tak pernah menyangka bahwa Niky sejahat itu padanya. Niky memang berbadan dua waktu itu, tapi bukan karena Ken. Namun semua bukti-bukti menyudutkan Ken. Entah dari mana Niky mengambil semua bukti-bukti palsu itu. Beruntung Ken memiliki orang tua yang sepenuhnya percaya pada Ken. Ibu dan Bapak yang menyelesaikan kasus itu. Hingga Ken dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi tanpa halangan apa pun. Ahh, apa lagi yang akan dilakukan Niky? “Mas, dicari tuh sama perempuan. Katanya orang spesial.” Deg deg deg. Itu Niky. “Dia mantan? Biasa aja kok, May gak bakal marah. Udah sana, dia nunggu di ruang tamu, tuh. Katanya lama gak ketemu.” Ya Allah... aku tak melihat ada kecemburuan di mata May. Bukankah  cemburu tanda cinta? Tapi dia tak punya itu. Ken semakin lunglai. Ia merebahkan tubuhnya lalu memejamkan matanya. Mungkin mimpi akan lebih indah dari kenyataan. “Kok malah baring, sih? Dia nunggu, tuh.” “Suruh pulang, aku capek banget.” “Gimana, sih? Ada yang nyariin, udah lama gak ketemu. Malah molor,” alis May berkerut. “Bibiii!” suara May yang memecah seisi ruangan kamar membuat Ken bergidik. “May, kalau mau teriak-teriak di hutan aja,” Ken kebisingan. “Bibi, tolong suruh tamu yang di luar untuk pulang. May gak tega ngusir orang.” “Baik, Non.” “May, bukan Non!” “Non May,” sahut Bibi Olaf berlalu. Ken menahan tawa, Bibi selalu menyebut May dengan sebutan “Non” meski selalu diprotes, Bibi Olaf selalu tetap pendirian. “May mau keluar, mungkin semingguan karena perjalanan jauh. Kalau Ibu nanya, bilang aja May lagi keluar kota.” Ken bangkit, dia langsung menghampiri May. May menatap Ken, Apaan, sih? Syukur juga gue izin, katanya harus izin sama suami kalau mau keluar rumah. “May... bukannya gak boleh, tapi kalau bisa jangan, ya. Kalau kamu harus pergi jauh, itu artinya aku harus ikut dan aku masih banyak kerjaan.” “Udah lama gak ke puncak, bosan di rumah. Mau sekalian bareng temanteman perginya.” “Ikut ngantor aja, temanin aku di ruangan.” “Kan gak dibolehin sama Ibu ke kantor.  “Kan gak kerja, cuma duduk. Lagian kata Ibu kalau kamu program hamil, baru gak boleh sama sekali ke kantor. Lahhh, kamu kan gak lagi program, hehe.” “Iya sih, Ibu mertua melarang bekerja agar aku cepat dapat momongan. Gak boleh capek-capek pokoknya. Tapi kan sekarang....” Ken tersenyum melihat bibir May mengukir senyum simpul. Apa yang sebenarnya May pikirkan? “Gimana, kamu mau ke kantor? Mulai besok ikut aja gapapa, kamu boleh ngapain aja di ruanganku, asal jangan mengganggu pekerjaanku.” May menatap Ken lekat, ada apa dengan lelaki ini? Kenapa dia jadi sangat baik? Apa dia benar-benar ingin menjadi suami May seutuhnya? Bukan suami pura-pura karena hanya menuruti orang tua semata? Ahh, May tak percaya itu. May tak percaya jika Ken benar-benar akan mencintai dan akan menjadikan May istri lahir dan batinnya. Acara ke puncak bersama teman-teman dan anak jalanan akan tetap berlangsung tanpa kehadiran May. Ia akan mempercayakan sepenuhnya kepada teman-teman pengurus anak jalanan dan yang lain untuk urusan keperluan berlibur ke puncak. Mungkin May harus meluangkan waktu agar ia bisa mengenal sosok Ken. Bagaimanapun, Ken lelaki yang telah resmi menikahinya. May harus berdamai dengan Ken. Tak mungkin mereka menghabiskan waktu bertengkar sampai di usia senja. May tak suka melakukan hal yang sia-sia. Pernikahan ini juga bukan mainan. Walaupun May berusaha menolak kehadiran Ken dengan berbagai kata dan cara. Tetap saja, May dan Ken telah menikah. Mereka bukan anak kecil lagi, walau mereka sering bertengkar layaknya kucing dan tikus, mereka tetap harus bijak menyikapi. Mereka telah dewasa. Kini Ken dan May memikirkan hal yang sama. Mereka sama-sama akan membuka diri. Saling memberi ruang dan waktu. Agar pernikahan ini bisa berjalan sebagaimana mestinya. Seperti harapan orang tua mereka. May harus belajar membuka diri, melihat sisi positif dari lelaki yang menyebalkan baginya itu. Setiap manusia pasti memiliki sisi baik dan buruknya. May yakin, di balik sikap angkuh Ken yang selalu merendahkan May itu, ada kebaikan di baliknya. May hanya perlu memberi ruang dan waktu.  Ken dan May tiba di kantor, para karyawan terpana melihat kedua pasangan yang sangatserasi itu. Sudah lama rasanya mereka tidak melihat May selain di pesta pernikahan. Ada rasa rindu ketika suasana jadi sepi, tidak onar seperti dulu. “Pak Kendy!” Para karyawan seolah baru melihat idola mereka, baru kali ini mereka datang berdua ke kantor setelah menikah. May sangat anggun dengan busana muslimahnya yang sederhana tapi tetap elegan. Ken berhasil merubah perempuan tomboi itu menjadi seanggun bidadari. Para karyawan berdecak kagum. “Kalau ngidam nanti kasi info ya, nanti kami yang nyariin, makanan apa aja siap deh,” ujar Erin, salah satu karyawan yang mengidolakan Ken dan juga selalu paling tahu dengan gosip di kantor. “Udah, ayo masuk. Kerja, kerja dan kerja. Ingat, aku gak mau ada kesalahan. Kerja yang benar!” Ken berlalu, ia menarik tangan May ikut serta ke dalam ruangannya. “Siap, Bos.”  Ken senang May ikut ke kantor, setidaknya ia tak perlu buru-buru pulang. Ia akan bekerja sambil mencuri-curi pandang ke arah wajah manis sang istri. “Kalau lapar bilang ya, ntar kita keluar cari makan,” ujar Ken. May merebahkan tubuhnya di sofa panjang pojok kiri ruangan, ia mulai berpikir. “Untuk apa ikut ke kantor Ken? Kenapa jadi ngikut aja, ya?” Hem, selain untuk memberi ruang di hatinya, sebenarnya May cukup penasaran, siapa gadis yang kemarin datang ke rumah mencari Ken? Tibatiba May ingin menayakan hal itu pada Ken, namun melihat Ken yang sibuk di depan komputernya itu, May mengurungkan niat. Satu jam, dua jam, tiga jam hingga berjam-jam waktu berlalu dan sangat membosankan bagi May. Ia hanya duduk diam sambil sesekali main handphone. May beranjak dari duduknya, ia ingin menghirup udara segar di luar kantor. “Mau ke mana May?” tanya Ken “Nyari angin.” “Tunggu, bentar lagi, nih. Aku juga lapar. Kita cari makan dulu baru cari angin, biar gak masuk angin, he.” May menunggu. Sejurus kemudian May dan Ken keluar dari ruangan kantor. Tiba-tiba langkah Ken terhenti, Niky datang lagi. Sebenarnya Ken tidak takut pada Niky, ia hanya takut pada kelicikan perempuan itu. “Ken, mau ke mana?” Niky berdiri tegak tepat di hadapan May dan Ken. “Kami mau nyari makan, Mbak. Mau ikut?” tanya May spontan. “Aku cuma mau berdua sama Ken,” jawab Niky. “Maksudnya?” jawab May sinis. “Aku ada perlu sama Kendy. Urusan kami belum selesai, dan kamu hanya penghalang!” jawab Niky jutek. “Niky!” Ken merasa geram. May maju lebih dekat, ia menatap tajam perempuan berkulit putih, bertubuh langsing, berwajah bulat, bermata sipit dan hidung lancip, mancung. Yang ternyata bernama Niky.  “Niky, laki gue gak mau berurusan sama lu. Kemarin lu ke rumah, laki gue gak mau nemuin lu, jangan paksa laki gue. Kalau lu masih nekat, gue kirim lu ke Afrika!” sahut May lantang. “Sok banget, ya? Kamu tuh baru aja nikah sama Kendy. Aku sama Kendy udah bertahun-tahun saling dekat.” “Masa lalu? Move on, dong. Emang baru menikah, tapi gue punya hak daripada lu, ‘kan?” May mengatur emosinya yang ingin meledak. Ia menahan kepalan tinju di balik jilbab panjangnya yang menutupi separuh tubuh. Argh, May tak bisa mengendalikan diri saat berhadapan dengan gadis seperti Niky. Ia ini pelakor atau apa? May mulai gerah. “Ada kisah di antara kami, kisah yang sangat manis,” Niky tersenyum licik. “Cukup, Niky!” Ken geram. May menarik kerah baju Niky. “Jangan tunggu sampai kesabaran gue habis, gue gak bisa sabar menghadapi perempuan bermuka tembok. Laki gue nolak, lu masih maksa? Udah bosan hidup lu?” May menghempaskan tubuh langsing itu hingga tersungkur di lantai, Ken cukup kaget. Bagaimanapun tidak boleh ada tindak kriminal, ini negara hukum. Tetapi Ken senang, mungkin itu pertanda May sedang cemburu, terbukti May membela Ken habis-habisan. Bahkan seolah May tahu segalanya dan kebenaran berpihak pada Ken. Sebenarnya May tak ingin bertindak kasar,tapiNikymemancing emosinya. Jelas-jelas May itu tak menyukai gadis yang suka mengganggu suami orang lain, tapi Niky barusan melakukannya. Sudah jelas Ken menolak, ia masih memaksa, dan apa tadi? Ada kisah yang sangat manis antara Ken dan Niky? Uh, May tak suka mendengarnya. “Kendy, kumohon. Dengarkan aku, sekali ini saja. Beri aku kesempatan memperbaiki semuanya,” Niky memelas. “Gak ada yang perlu diperbaiki, Nik. Semua baik-baik saja. Antara kamu dan aku itu hanya hubungan pertemanan yang telah usai karena kebohonganmu. Kamu kejam, Nik. Fitnah apa lagi yang akan kamu bawa? Kamu gak akan pernah mendapatkan apa yang kamu inginkan dengan cara licik seperti itu, Niky. Sudahlah, lupakan semuanya.”  “Semua yang menimpaku karena kamu, Kendy!” “Karena Kendy?” May mendekati Niky yang baru saja bangkit dan merapikan posisi berdirinya. Tubuh jangkung yang langsing itu merasakan sakit karena hempasan tadi. Niky menatap May tajam, Makan apa sih tuh perempuan? Tenaganya baja. Padahal body sama aja sama kayak aku. Hati Niky kesal. “Melimpahkan kesalahan diri pada orang lain itu adalah pengecut. Kenapa orang yang bersalah atas hal yang menimpa kita? Kita diberi akal pikiran, berpikirlah sebelum melakukan.” Niky tertunduk, waktu itu memang Niky yang salah, Ibu dan Bapak sudah mencegahnya untuk keluar. Malam itu cuaca sedang buruk. Tetapi Niky nekat menembus malam, hingga kecelakaan kecil menimpanya. Siapa yang menduga jika Rio datang dengan kebejatannya, apa itu salah Kendy? “Jika Mbak merasa Ken tidak adil. Mbak bisa temui saya kapan saja. Tapi jika Mbak yang gak adil sama Kendy, saya akan membuat Mbak bersyukur kalau Mbak masih bisa bernapas.” Niky mengangkat tangan kanannya, ia hendak menampar wajah May yang menantang itu. Dengan sigap May menangkap tangan Niky lalu memutarnya ke belakang. Jika May tidak menangkap tangan Niky barusan, gadis itu pasti telah melayangkan tangannya tepat di wajah May. Atas dasar apa Niky boleh menampar May? Semua yang May katakan padanya toh tak ada salahnya. Kenapa ia jadi sewot dan hendak menampar May? Sebenarnya yang harus marah itu May, bukan Niky. Aneh banget. “Sakit!” “Ini baru awal, jika mau lebih lanjut, ayo... kapanpun gue siap. Info sedikit, gue udah sabuk merah dalam kelompok silat. Jadi sangat mudah mematahkan tulang manusia tak bermoral!” May jujur, ia tidak sedang menyombongkan diri. Tetapi harusnya Niky tahu cinta tak dapat dipaksakan. May tak melihat ada cinta di wajah Ken saat menatap Niky. Yang May lihat hanya kemarahan yang teramat sangat terpancar di wajah suaminya itu. Entah ada apa di baliknya, yang pasti  May tak akan membiarkan Ken terusik oleh siapa pun. Niky mengelus bahunya, tangannya sakit setelah dicengkeram May barusan. Para karyawan mengamati sang big boss dan istrinya yang keren banget. May memang tak terkalahkan, sorak para karyawan berdecak kekaguman. “Aura, sepertinya gak ada pelakor yang berani sama May. Lihatlah ia, sudah memiliki segalanya, kecantikan dan kekuatan fisik. Ia jagoan sejati, hehe,” bisik Erin. Para karyawan masih menyaksikan dengan wajah cerah, ia semakin menyukai sosok May yang kuat dan tegas. May bukan perempuan biasa. May itu unik. Aura terus menatap May, ia cukup segan dengan May, tapi May tak pernah kasar pada Aura. May itu tak akan mengusik orang lain jika ia tidak diganggu. Hem, wajar saja ia bersikap kasar pada Niky. Jelas-jelas Niky ingin mendekati Ken yang kini telah menjadi suaminya. Perempuan mana yang mau merelakan suaminya dengan gadis lain? Bukankah cemburu tanda cinta, apakah May sedang cemburu? Entahlah. Ia tak berani menebak rasa yang ia rasakan. Bahkan ia masih takut mendekati Ken yang sangat sempurna bagi May itu. “Udahlah, Niky. Pulanglah, jadikan semua pelajaran. Semoga kebahagiaan segera tiba untukmu,” akhirnya Ken bersuara lagi, setelah itu Ken berlalu dari hadapan Niky dengan membawa May. May makin penasaran, Sebenarnya apa yang telah terjadi antara Niky dan Ken. Apa Niky mantan Ken? Tapi, May gak pernah dengar kalau Ken punya mantan?


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices