Egler

Reads
65
Votes
0
Parts
6
Vote
by Titikoma

Kebohongan

Istana telah sepi. Semua petugas sudah berada di kamar masing-masing, kecuali para prajurit yang memang bertugas di malam hari. Raja Walmond dan Ratu Luxia keluar dari kamar. Mereka menuju kamar di mana Anton ditahan. Malam ini, mereka akan langsung mengatakan hal yang sudah mereka diskusikan tadi. Meski masih ada keraguan di hati Raja Walmond, namun ia tetap mengikuti apa yang diinginkan oleh istrinya itu. Sudah cukup lama Ratu Luxia menginginkan seorang anak. Setiap hari, ia hanya berharap akan satu hal, yakni memiliki seorang anak. Akan tetapi, semua yang ia harapkan itu hanya akan tetap tinggal harapan. Ia tak akan pernah memiliki seorang anak. Penyebabnya adalah lemahnya kandungan Ratu Luxia. Dokter kerajaan telah memberikannya obat hampir setiap hari, namun usaha itu belum membuahkan hasil. Ratu Luxia tak kunjung memberikan tanda-tanda kalau ia akan memiliki seorang anak. Tak memiliki anak. Berarti tak memiliki penerus. Sebagai kerajaan besar, seorang penerus tahta adalah salah satu hal yang sangat penting. Namun, berbeda dengan Raja Walmond. Ia tak pernah mempermasalahkan jika ia tak memiliki penerus. Cintanya pada Ratu Luxia terlalu besar jika hanya akan diruntuhkan tanpa kehadiran seorang anak. Ratu Luxia yang cacat. Itu juga tak akan pernah menggoyahkan cintanya. Karena, apa yang terjadi pada Ratu Luxia ada campur tangannya di sana. Ia ikut ambil bagian dalam hilangnya kemampuan sang istri untuk berjalan. “Apakah kamu yakin ini keputusan yang tepat?” Raja Walmond kembali meyakinkan Ratu Luxia. Ia maju dan berhenti di hadapan kursi roda sang istri. “Bagaimana kalau dia menolak?” Ratu Luxia menghela napas. “Aku yakin dengan ini. Dia hanya anak kecil. Dengan semua yang ada di istana ini, ia akan cepat melupakan dari mana ia berasal. Kita akan memberikan apa yang ia inginkan agar ia mau tinggal di sini. Selamanya.” “Jika itu yang kamu inginkan, aku tak bisa menolak.” Raja walmond kembali ke belakang kursi roda. Ia kemudian mendorong kursi roda itu masuk ke dalam kamar tahanan Anton.  Anton sedang tidur. Dadanya naik turun, menandakan ia baik-baik saja. Di saat telinga Anton menangkap suara derap kaki dan benda menggelinding, matanya sontak terbuka. Ia bangkit dari tempat tidur sembari terus menatap sepasang suami istri yang ada di hadapannya. “Aku tidak melakukan apa-apa, Yang Mulia. Aku hanya bermain game. Dan tiba-tiba saja aku ada di sini,” ujar Anton ketakutan. “Jangan takut,” kata Ratu Luxia dengan lembut, “kami tak akan menghukummu.” “Jika Yang Mulia tidak akan memberi hukuman, lalu untuk apa Yang Mulia ada di sini?” Ratu Luxia tak menjawab. Ia menoleh pada Raja Walmond terlebih dahulu. “Apa kamu mau menjadi anakku?” katanya kemudian dengan wajah memelas. “Anak?” Untuk anak kecil seumuran Anton, jelas ia tak mengerti dengan apa yang baru saja dikatakan Ratu Luxia. Ia bingung. Untuk apa ia diangkat menjadi anak, sedangkan ia sudah punya mama dan papa di rumah. “Jika kamu mau menjadi anakku, kamu akan mendapatkan apa pun yang kamu inginkan. Makanan yang enak, pakaian yang bagus, mainan yang hebat, dan masih banyak lagi,” rayu Ratu Luxia. “Aku tidak percaya. Kata Mama, aku tidak boleh percaya sama orang yang tidak aku kenal,” sahut Anton polos. “Apakah kamu tak mengenalku?” Ratu Luxia kembali bertanya. Anton bergeming. Matanya menatap kosong ke depan. Ia sama sekali tak tahu apa yang akan ia lakukan. Menjadi anak orang lain, apa ia akan bisa? “Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu.” Ratu Luxia mengulurkan tangannya. Anton mendekat. Setelah Anton berada di sampingnya, Ratu Luxia memegang tangan Raja Walmond agar membawanya ke kamar yang sudah mereka persiapkan sejak dulu. Mereka melewati sebuah lorong dan beberapa ruangan. Tujuan mereka adalah sebuah kamar di pertengahan lorong. Pintu kamar itu ditutupi oleh tirai berwarna merah. Terlihat misterius dan aneh. Untuk apa sebuah kamar ditutupi tirai? “Apa ada hantu dalam kamar itu?” celetuk Anton. Tak memedulikan apa yang dikatakan Anton, Raja Walmond membuka tirai. Ia menghela napas sejenak sebelum membuka pintu. Sebenarnya, kamar itu adalah kamar yang sudah dipersiapkan oleh Raja Walmond dan Artu Luxia untuk anak mereka kelak. Namun, kenyataan yang ada membuat mereka harus membukanya sekarang. Lagi. Anton kembali takjub. Setelah pintu kamar dibuka, hamparan bendabenda yang diimpikan olehnya langsung menyapa. Mainan yang sering ia lihat di mall dengan harga yang tidak murah, sekarang ada di hadapannya. Dan yang membuat ia semakin berdecak kagum adalah sebuah stick game dan layar berukuran besar. “Ini kamar siapa?” tanya Anton tak peduli dengan siapa yang bersamanya sekarang. “Ini adalah kamar ….” Ratu Luxia menengadahkan wajah. Genangan air mata yang hampir tumpah berhasil ia bendung. Tak boleh menangis. Ia sudah melewati hari-hari seperti ini selama sembilan tahun. Selama ini tak ada masalah. Lalu kenapa ia harus menangis sekarang? “Apakah kamu mau menjadi anak kami?” Kali ini Raja walmond yang meminta. Ia tak sanggup melihat istrinya menderita lebih jauh lagi. “Jika kamu mau menjadi anak kami, kamu akan mendapatkan semua mainan itu.” Raja Walmond menunjuk beberapa mainan. Dan yang terakhir, ia memegang stick game. “Kamu suka bermain game, iya kan? Jika kamu menjadi anak kami, kamu bisa bermain game sepuas dan sesukamu.” Tawaran yang menggiurkan. Selama ini Anton selalu dilarang bermain game. Namun, untuk pertama kalinya ia diperbolehkan bermain game sesuka hatinya. Benar-benar hal yang menakjubkan. “Bagaimana?” Anton yang sedari tadi memindai seisi kamar, akhirnya melabuhkan pandangan pada setumpuk mainan yang seakan memanggil-manggilnya. Ia merindukan mama dan papanya. Namun, meninggalkan semua mainan itu bukanlah hal yang mudah. “Aku mau,” ujar Anton tiba-tiba. “Apa? Apakah kami tak salah dengar?” Ratu Luxia memastikan kata-kata yang memasuki rongga telinganya tidak salah. “Aku mau tinggal di sini. Aku mau menjadi anak dari Yang Mulia.” Ratu Luxia hampir saja melompat mendengar pernyataan Anton. Seandainya ia tidak duduk di kursi roda. Ia pasti sudah menghambur, memeluk Anton yang baru saja menjadi putranya. “Kamu dengar itu? Dia mau menjadi anakku, dia mau menjadi putraku,” katanya menatap Raja Walmond. “Ya. Aku mendengarnya. Sekarang, dia adalah anakmu.” “Ayo kemari, anakku. Peluk Ibunda.” Ratu Luxia mengulurkan tangan, meminta agar Anton datang ke pelukannya. Dengan langkah ragu, Anton mendekat. Beberapa kali ia mengerjapkan, menunggu sebuah keajaiban terjadi lagi. Namun, berapa kali pun ia mengerjap, semuanya tidak berubah juga. Akhirnya, ia rebah dalam pelukan Ratu Luxia, ibu barunya. “Putraku? Pangeran ….” Ratu Luxia menatap suaminya. “Sepertinya, kita harus memberikan nama baru untuk putra kita ini.” “Nama baru?” Raja Walmond mengelus dagu. “Aku pikir, itu ide yang bagus. Tapi, kita akan memberi nama apa padanya. Nama yang bagus dan sesuai untuk seorang putra mahkota Kerajaan Egler.” Ratu Luxia tersenyum. Tak perlu untuknya memikirkan sebuah nama, karena sudah sejak lama ia memiliki nama yang akan diberikan pada anaknya. Ia sudah mempersiapkan nama itu, meski ia tahu ia tak akan pernah memiliki anak. “Alvis. Pangeran Alvis Xander Egler.”  Anton resmi berganti nama. Sebuah pesta besar-besaran diadakan untuk merayakan kehadirannya. Hampir seluruh rakyat Kerajaan Egler menghadiri perayaan itu. Semua orang bersuka cita. Kehadiran Anton, berarti keberlangsungan kerajaan. Sebuah mahkota berlapis emas tersemat di kepala Anton. Ia berdiri sambil tersenyum di podium aula. Kemarin, ia berada di tengah aula menantikan hukuman yang akan diberikan padanya. Namun, hari ini ia berada di podium aula dan menjadi orang yang sangat penting untuk kerajaan itu. “Perkenalkan, Pangeran Alvis Xander Egler. Satu-satunya penerus tahta Kerajaan Egler.” Pembawa acara perayaan mengumandangkan pengumuman hingga setiap orang yang hadir mendengar. Kehidupan Anton berubah sejak perayaan. Setiap hari, hanya game dan mainan. Anton begitu bahagia, layaknya sedang berada dalam surga yang ia impikan. Tak ada larangan untuk tidak bermain game. Semua yang ia inginkan selalu dipenuhi. Sama sekali tak ada yang berani menolak apa yang ia perintahkan. “Pangeran, ada apa? Kenapa Pangeran ada di sini? Tempat ini tak baik untuk Pangeran,” ujar seorang prajurit ketika melihat Anton di pintu ruang makan khusus prajurit. “Aku ingin menemui seseorang di sini.” “Menemui seseorang?” Prajurit itu mengernyit. Anton mengitari meja panjang tempat para prajurit menyantap makanan mereka. Di saat ia menemukan prajurit yang ia kenal. Ya. Prajurit itu ia kenal, karena prajurit itu yang telah menjinjingnya bagaikan seekor kucing. Anton tersenyum melihat prajurit itu begitu ketakutan melihatnya. “Maaf, Pengeran!” kata prajurit itu langsung sebelum ia menerima hal buruk sesuai yang ada di pikirannya. Anton tersenyum. “Ternyata Paman masih ingat dengan saya.” Prajurit itu tak menjawab. Ia menunduk sembari menelan ludah beberapa kali. Entah hukuman apa yang akan ia terima dari seorang anak kecil. Perlakuannya kemarin yang menyuruh Anton untuk melakukan hal-hal yang melelahkan, hari ini akan mendapatkan balasan. Nasibnya sungguh tak beruntung. “Aku ingin kamu ….” “Apa pun, Pangeran,” potong si prajurit, “saya akan melakukan apa pun yang Pangeran perintahkan.” “Bagus.” Si prajurit benar-benar mendapatkan hukuman dari Anton. Namun, ia tak pernah berpikir kalau ia akan menerima hukuman yang sangat berbeda. Jauh dari yang ia bayangkan. Lebih tepatnya, ini bukanlah hukuman. Anton memberikan hukuman pada prajurit itu untuk menemaninya bermain. Selesai bermain game, bermain mobil-mobilan. Begitu seterusnya, hingga tak ada lagi mainan yang tidak mereka mainkan. Anton tak pernah menghabiskan waktu seharian hanya untuk bermain. Hari ini pertama kalinya ia seperti ini. Tak ada yang melarang sama sekali. Raja Walmond dan Ratu Luxia tidak menegur atau meminta untuk berhenti bermain. Namun, semua tak sesuai dengan yang ada di benak Anton. Bermain seharian ternyata membosankan. Jika ia meminta untuk jalan-jalan ke luar, mungkinkah Raja Walmond mengizinkannya? “Tidak. Kamu tak boleh ke luar dari istana ini, Pangeran. Jalan-jalan ke luar tidak aman untukmu.” “Tapi, aku bosan hanya di dalam istana seharian. Beberapa menit saja, Yang Mulia,” pinta Anton. Raja Walmond menunduk lalu memegang pundak Anton. “Sekarang, kamu adalah putraku. Putra dari Raja Walmond Aleandro Egler, penerus tahta Kerajaan Egler.” Menjadi seorang pangeran dari kerajaan besar bukanlah perkara mudah. Di luar sana, selain ada yang mencintai ada juga yang membenci keluarga kerajaan. Belum lagi yang ada di dalam istana. Pasti ada salah satu dari mereka yang tak suka melihat Anton menjadi seorang pangeran. Dengan sedikit jengkel, Anton kembali ke kamar. Ia mengambil mobil remote control yang entah sudah berapa kali ia mainkan hari ini.  “Halo, Pangeran Kecil!” sapa Ratu Luxia dari depan pintu. Ia bersama dengan dua orang pengawal. Anton berhenti bermain lalu menghampiri Ratu Luxia. Ia menunduk, menunggu apa tujuan sang Ratu menghampirinya. “Apa kamu bosan?” tanya Ratu Luxia. Anton mendengus kesal. “Maafkan kami. Tapi apa yang dikatakan Raja itu benar. Kamu tak aman bermain di luar istana. Aku harap kamu paham itu, Pangeran.” Ratu Luxia memilin-milin jarinya. Entah cara apa yang harus ia tempuh untuk membuat anak kecil mengerti tentang kehidupan istana. Tak hanya itu. Politik, pemerintahan, kekuasaan dan hal-hal lain yang pastinya sangat berat untuk dipahami oleh anak yang hanya hobi bermain game. Untuk saat ini, Raja Walmond dan Ratu Luxia memang mengizinkan Anton untuk bermain sepuasnya. Itu semua mereka lakukan agar Anton betah. Namun, mereka juga sudah merencanakan untuk mendidik Anton dengan didikan istana. Cara bersikap seorang pangeran, cara menghadapi rakyat, sistem pemerintahan serta yang lainnya. Anton akan dan wajib belajar semua hal itu. “Agar kamu tak bosan, aku punya sesuatu untukmu.” Anton kembali bersemangat. Sesuatu untuknya. Pasti bukan hal yang biasa. Kerajaan sebesar Egler tak akan pernah memberikan sesuatu yang biasa-biasa saja. Sejak ia datang ke kerajaan ini, ia sudah dibuat takjub. Dan, yang satu ini pasti juga akan membuatnya lebih takjub lagi. Seorang prajurit muncul di belakang Ratu Luxia. Di tangan si prajurit, ia menenteng sebuah mobil mainan. Bukan mobil mainan biasa. Namun, mobil mainan yang bisa dikendarai dengan ukuran yang masih cukup jauh dari mobil yang sebenarnya. “Apa itu?” tanya Anton tak mengerti. “Itu untukmu. Kamu bisa keliling istana ini dengan menggunakan itu.” Ratu Luxia meminta prajurit yang bersamanya untuk meletakkan mobil mainan itu di depan Anton. “Mobil itu dilengkapi dengan baterai MX700. Jadi, kamu bisa mengendarainya tanpa takut kehabisan baterai.”  Anton mengernyitkan kening. “Apa ini bisa dikendarai seperti mobil sungguhan, Yang Mulia?” “Ya. Ini mobil Jeep G7F dalam versi mini. Tentu kamu bisa mengendarainya seperti mobil sungguhan,” jelas Ratu Luxia, “prajurit ini akan mengajarimu cara mengendarainya.” “Keren!” teriak Anton girang. Ia melompat-lompat sembari memutari mobil mainan yang baru saja diberikan Ratu Luxia. Seorang prajurit kemudian mengajari Anton. Dalam beberapa menit, Anton langsung mengerti bagaimana cara mengendarai mainan baru miliknya. Ia menginjak gas, mengunjungi setiap sudut istana. Kembali. Dengan mudah ia melupakan kejenuhan yang sempat menghinggapi. Dasar anak kecil, mudah sekali berubah suasana hatinya! Tak peduli dengan prajurit yang berdiri di tiap sudut istana. Anton terus berputar dan membuat keributan. Tak ada yang berani untuk memarahinya. Ia adalah seorang pangeran. Dengan status itu, ia bisa melakukan apa saja tanpa takut dengan siapa pun. Ia mengunjungi setiap lorong. Tidak satu atau dua kali ia mengunjungi lorong yang sama, namun sering. Kali ini, ia mengamati lorong yang ia kunjungi dengan saksama. Tiap lorong memiliki fungsi masing-masing. Ada lorong kesehatan, tempat para dokter kerajaan mengobati para anggota keluarga kerajaan dan para pekerja yang sedang sakit. Ada juga lorong dapur, tempat para koki memasak. Lorong senjata, tempat peralatan perang di simpan. Dan lorong yang lainnya. “Bagaimana bisa itu terjadi?” Seseorang berteriak dari salah satu ruangan di lorong Dewan Kerajaan. Awalnya, Anton tak peduli dengan suara itu. Namun, di saat ia mendengar suara barang pecah dari ruangan yang sama, ia langsung menginjak rem. Anton turun dan bergegas menuju sumber suara yang mengusik. Ia menempelkan telinga untuk mendengar pembicaraan orang yang ada di dalam ruangan. Sia-sia. Tak sedikit pun dialog yang ia dengar. Mungkin orang yang ada di dalam sengaja memelankan suara mereka agar orang lain tak mengetahui apa yang mereka diskusikan.  Mata Anton membola. Telinganya menangkap suara derap kaki menuju pintu. Ia melesat, mendorong mobilnya agak jauh. Setelah mendengar suara pintu terbuka dan tertutup, Anton menoleh ke belakang. Ia melihat seorang pria dengan pakaian koki keluar. Koki di ruangan dewan kerajaan? Ada apa? Apa seorang dewan kerajaan meminta masakan khusus? Anton merasakan sesuatu yang tak beres. Jiwa detektif yang ada pada Upin-Ipin seketika merasukinya. Ia memutar mobil, lalu mengikuti sang koki menuju lorong dapur. “Bagaimana aku tahu kalau anak itu akan diangkat menjadi Pangeran?” Sang koki berteriak sembari melempar sayuran ke lantai. “Pangeran? Aku?” gumam Anton di samping pintu. “Aku sudah bersedia menambahkan racun di setiap makanan Ratu Luxia. Tapi kenapa dia masih membentakku seenak jidatnya!” Sang koki kembali melempar sayuran. “Dan, dokter itu. Kenapa tidak dia saja yang langsung membunuh ratu? Bukankah itu lebih mudah?” gerutu sang koki. “Anak itu harus segera dilenyapkan, agar rencanaku mendapat harta Raja berjalan mulus.” Anton meneguk ludah. Tak pernah ia berpikir kehidupan kerajaan sehoror itu. Racun? Penyakit? Bayang-bayang aneh mulai bergelayut di benak Anton. Mereka sanggup memberikan racun pada Sang Ratu, bagaimana dengannya? Bagaimana dengannya yang hanya seorang anak kecil yang datang dari masa dulu? Ini bukan tempat yang baik. Untuk apa semua mainan jika nyawa sendiri dalam bahaya? Anton bergegas pergi mencari Ratu Luxia atau Raja walmond. Saat ini juga, ia akan meminta ratu dan raja untuk memulangkannya. Menjadi seorang pangeran dalam sehari, itu sudah cukup. Ia tak mau membuat nyawanya dalam bahaya hanya demi untuk bermain game. Biar mama dan papa melarang ke warnet, ia akan tetap bisa bermain game dengan sembunyi-sembunyi. Dan, nyawanya tak akan terancam seperti ini.  Anton meringkuk di atas tempat tidur. Memeluk erat kedua kakinya. “Anton kangen Mama, Anton kangen Papa!” isaknya dengan mata terpejam. Bulir-bulir kesedihan jatuh bagaikan arus air yang sangat deras. Suara detik jam mengukuhkan kenyataan. Ia sendirian di antara kilauan mimpi yang mencekam. Jalan yang akan membawanya pulang ke rumah entah ada di mana. Ataukah giliran jalan pulang itu hanya akan menjadi mimpi untuknya. “Anton ingin pulang!” ujarnya terus-menerus. Malam telah menyapa. Pintu kamar terbuka. Ratu Luxia muncul bersama para pengawal. “Ada apa?” tanya Ratu Luxia dengan lembut. Anton mengangkat wajahnya. “Aku ingin pulang.” Ratu Luxia tertegun. Baru beberapa hari ia merasakan memiliki seorang anak. Berbagai macam mainan telah ia berikan agar Anton betah dan melupakan kehidupan sebelumnya. Namun, apa yang ia lakukan sia-sia. Anton adalah anak kecil. Bukan hal yang mudah untuk menghapuskan kenangan yang terpatri di memorinya. “Kenapa? Kamu mau meminta sesuatu? Atau kamu mau game baru?” Anton menggeleng. “Tidak. Aku hanya ingin pulang, ketemu Papa dan Mama.” “Itu tidak mungkin. Kamu ….” “Kenapa tidak mungkin? Aku ingin pulang, pokoknya aku mau ketemu Mama dan Papa,” rengek Anton. Ratu Luxia menoleh sekejap ke belakang. Mengerti dengan apa yang ada di benak Sang Ratu, para pengawalnya bergegas mundur meninggalkan kamar. “Kamu tahu, aku selalu bermimpi untuk memiliki seorang anak. Dan beberapa hari yang lalu keinginanku itu telah terwujud. Tapi sekarang …?” “Yang Mulia masih bisa memiliki seorang anak.” “Tidak,” sanggah Sang Ratu, “kamu masih kecil, kamu tak akan mengerti,  Pangeran.” “Aku mengerti, Ratu. Ada seorang koki yang meracuni Ratu. Dan, ada juga seorang dokter yang mengatakan kandungan Ratu lemah. Tapi, apa yang dikatakan dokter itu tidak benar. Dokter itu bohong. Kandungan Ratu tidak bermasalah. Sebenarnya, Ratu tidak bisa memiliki anak karena pil yang diberikan dokter itu. Mereka kongkalikong menyusun rencana jahat untuk mengambil seluruh harta Raja.” “Apa yang kamu katakan, Pangeran?” Anton menjelaskan bagaimana ia mendengar suara barang jatuh dari salah satu ruangan di lorong Dewan Kerajaan. Kemudian koki yang keluar dari ruangan yang sama dari sumber suara itu. Tak lupa ia juga mengatakan apa yang diucapkan oleh sang koki sambil melempar sayur. “Apa kamu tidak berbohong?” “Aku tidak berbohong, Yang Mulia.” “Bagaimana aku bisa percaya pada ….” “Aku cuma ingin pulang. Ketemu sama Mama dan Papa. Kalau Yang Mulia tidak percaya dengan yang aku katakan, itu terserah Yang Mulia. Aku tidak memaksa.” “Tak bisakah kamu tinggal di sini untuk selamanya?” Ratu Luxia meminta secara langsung. Tubuh Anton bergetar. Ia memalingkan wajah, memindai seisi kamar yang dipenuhi dengan berbagai macam mainan. Sejak ia masih kelas satu SD, hal yang paling diinginkannya adalah mainanmainan itu. Belajar hanyalah sebuah selingan agar Mama dan Papanya tidak marah. Fokus utamanya adalah bermain. Ditambah sejak Bastian mengenalkannya pada game online, ia semakin jarang membuka buku pelajaran hingga sering kali ia lupa untuk mengerjakan PR. Akibatnya, ia menjadi salah satu anak langganan hukuman guru. Di saat sudah tak lagi dicekoki pelajaran-pelajaran yang selama ini ia hindari, Anton malah merindukan semua itu. Ia rindu dengan hukuman gurunya. Ia rindu diam-diam pergi ke warnet. Dan, ia rindu melanggar larangan-larangan yang selalu dikumandangkan di depan telinganya.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices