Hafidz Cerdik

Reads
72
Votes
0
Parts
7
Vote
by Titikoma

Panik

Hari semakin larut, Kak Ziya merasa bingung. Apa yang dilakukan Adnan,

sampai jam segini? Adnan belum juga pulang. Apa yang harus dia lakukan?

Sebentar lagi orang tua mereka akan segera tiba. Apa yang harus dia

katakan kepada mereka?

Sepulang sekolah tadi siang, Adnan hanya berpamitan untuk keluar

sebentar mecari Arif dan Udin, tapi sampai sekarang ia belum juga pulang.

Sejak sore, Kak Ziya sudah merasa ada yang tidak beres, tidak biasanya

Adnan keluar dalam waktu yang lama, tapi Kak Ziya masih memakluminya

karena Kak Ziya pikir Adnan memang masih keasyikan bermain dengan

teman-temannya.

Tapi, lihat saja sampai jam setengah sembilam malam sekarang Adnan

masih belum juga pulang. Apa yang sebenarnya terjadi?

“Duh, Adnan! Cepat pulang! Ke mana saja sih, dari tadi?” gumam Kak

Ziya, sambil mondar-mandir di ruang tamu. Keadaan rumah masih sepi,

hanya ada Kak Ziya sendirian. Pak Ibrahim dan Bu Irma sejak pagi pergi

ke luar kota untuk urusan pekerjaan, namun malam ini katanya Ayah dan

Ibunya itu akan langsung kembali pulang ke rumah.

Waktu tetap berlalu, setengah jam Kak Ziya hanya mondar-mandir di

depan pintu rumah, sampai akhirnya Pak Ibrahim dan Bu Irma datang.

“Assalaamualaikum,” ucap salam Pak Ibrahim dan Bu Irma bersamaan.

“Waalaikumussalam Yah, Bu,” ucap balas salam Kak Ziya dengan suara

gemetar kepada Ayah dan Ibunya sambil menyalami mereka bergantian.

“Ziya, kamu kenapa?” tanya Pak Ibrahim, Ayahnya.

“Emmm ... emmm ...”

“Kenapa Ziya? Ada apa? Di mana Adnan?” tanya Bu Irma bertubi-tubi.

“Emmm, Ad ... Adnan ... Adnan ...”

“Ada apa dengan Adnan?” tanya Pak Ibrahim dengan tatapan serius.

“Adnan belum pulang dari tadi, Yah.” Kak Ziya menjawab pelan serta

kepalanya menunduk.

“Belum pulang? Memangnya Adnan pergi ke mana? Kenapa wajahmu

merasa cemas begini?

Apa yang terjadi dengan Adnan?” tanya Bu Irma, nada suaranya mulai

terlihat panik.

“Zi ... Ziya juga tidak tahu, Bu, Yah. Tadi siang sepulang sekolah, Adnan

hanya berpamitan pergi sebentar untuk mencari Arif dan Udin, tapi

sampai sekarang Adnan belum juga pulang. Ziya selepas shalat Maghrib

tadi sudah berusaha mencari Adnan di sekitar gang-gang tapi gak ketemu,”

jelas Kak Ziya.

“Astaghfirullahal’adzim,Innalillahiwainnailaihiraaji’un,” Gumam Pak

Ibrahim.

“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Bu Irma.

“Iya, Ayah, tidak biasanya Adnan keluar bermain selama ini. Sore tadi, Ziya

juga sudah merasa seperti ada sesuatu yang tidak beres, tapi... tapi Ziya

pikir tadi Adnan masih keasyikan bermain, mangkanya Ziya tidak langsung

mencarinya,” kata Kak Ziya, “sekarang sudah malam Yah, apa yang harus

kita lakukan?”

“Baiklah Ibu akan mencari Adnan sekarang,” kata Bu Irma, tergesa-gesa.

“Tapi, Bu,“ cegah Kak Ziya. “Sekarang sudah hampir jam sepuluh. Mau

mencari ke mana, Bu?” tanya Kak Ziya, “Ziya sudah berkeliling di sekitar

sini, dan Ziya juga sudah bertanya kepada teman-teman Adnan yang lain,

tapi mereka semua gak ada yang tahu ke mana Adnan pergi,” lanjut Kak

Ziya.

“Kalau begitu kita harus lapor polisi!” sahut Bu Irma. Pak Ibrahim masih

terdiam, Ia masih berpikir apa yang terjadi dengan Adnan? Apa yang

harus ia lakukan?

“Tidak bisa, Bu,” sahut Kak Ziya.

“Kenapa?” tanya Bu Irma, “kenapa tidak bisa?”

“Karena hilangnya Adnan belum 2x24 jam,” kata Pak Ibrahim, mulai

angkat bicara.

“Terus gimana dong? Ibu khawatir, Yah, Ibu takut terjadi apa-apa dengan

Adnan.” Bu Irma, banyak perntanyaan yang dikeluarkan, air mata itu juga

mulai membasahi pipi Bu Irma. Bu Irma menangis tersedu-sedu sambil

menyebut nama Adnan.

“Bu, sudah, sudah, Bu, jangan menangis, Ibu istirahat dulu saja, ya?”

“Tidak bisa, ibu tidak bisa diam saja,” kata Bu Irma,

“Ibu, tenang saja. Adnan pasti bisa menjaga dirinya dengan baik.” Kata Pak

Ibrahim, optimis. “Juga Ibu tidak usah khawatir, kita serahkan saja sama

Allah. Allah pasti akan membukakan jalan keluar untuk kita dan Adnan.

Adnan pasti ketemu, Bu. Ibu tenang saja, ya? Ayah tahu bagaimana

perasaan Ibu, Ayah juga sama Bu. Ayah juga sangat khwatir dengan

keadaan Adnan sekarang, tapi hari sudah sangat larut, para tetangga juga

pasti sudah banyak yang beristirahat, sebaiknya kita melakukan pencarian

mulai besok pagi,” kata Pak Ibrahim panjang lebar. “Ziya, tolong bawa Ibu

ke kamar dulu sekarang,” lanjut Pak Ibrahim.

“Iya, Ayah,” jawab Kak Ziya. “Ayo, Bu,” ucap Kak Ziya, sambil membantu

Bu Irma dengan menuntunnya ke kamar.

“Sudah, Bu. Ibu jangan menangis lagi, Adnan pasti kembali ke rumah,

Adnan pasti ditemukan Bu,” kata Kak Ziya menenangkan Bu Irma.

“Ziya, seharusnya kamu tadi tidak membiarkan Adnan untuk pergi,” kata

Bu Irma sambil kembali terisak dan meneteskan air mata.

“Iya, Bu. Ini salah Ziya, Ziya tidak bisa menjaga Adik Ziya dengan baik,”

Kata Kak Ziya, sambil menunduk dan ikut terisak, Kak Ziya menangis.

“Maafkan Ziya, Bu. Ziya, salah,”kata Kak Ziya, sedih. “Tapi, Bu, ini semua

telah terjadi, Ziya mohon, maafkan Ziya, Bu. Ziya berjanji, Bu, Ziya

akan membawa Adnan pulang kembali ke rumah ini, Ziya pasti akan

menemukan Adnan, Bu. Ibu, tenang saja besok Ziya akan berusaha untuk

ikut mencari Adnan.”

Melihat Kak Ziya menangis, Ibu jadi merasa bersalah karena telah

menyalahkannya. “Ibu tidak bermaksud menyalahkan kamu, Nak. Kamu

tidak salah, ini memang sudah takdir kita. Bagaimanapun juga, ini semua

telah terjadi, Allah telah menghendakinya, kita tidak bisa menyangkalnya.

Kita hanya bisa berusaha untuk menyelamatkan Adnan.”

“Iya, Bu. Sebaiknya Ibu sekarang tidur, ya? Ibu istirahat dulu, besok kita

mencari Adnan, dan pasti kita akan menemukannya.” Kata Kak Ziya. “Ibu

tenang saja, Adnan pasti baik-baik saja,” lanjut Kak Ziya, langsung beranjak

meninggalkan Ibunya dan pergi keluar dari kamar.

“Emmm! Emmm!” teriak Adnan, namun sia-sia. Mulut Adnan sama

sekali tidak bisa mengeluarkan kata-kata, lakban hitam yang menempel di

mulutnya membuat kesulitan untuk berbicara. Entah di mana sekarang,

saat ini iadi bawa Zuki dan Bang Jono ke sesuatu tempat yang di mana

asalnya ia tidak bisa mengenalinya.

Tangannya masih terikat tali, ia hanya bisa berjalan mengikuti Zuki dan

dengan dorongan keras Bang Jono dari belakang. Ya, Zuki si Cugkring

berjalan lebih awal sedangkan Bang Jono tetap menjaganya dari belakang,

karena takut Adnan akan melarikan diri.

Tempat yang dilihatnya saat ini sangat sepi, di sekelilingnya hanya terlihat

tumbuhan, pohon-pohon besar yang sangat lebat daunnya, pohon-pohon

ini sangat tinggi kalau tidak salah ini adalah pohon siwalan. Adnan masih

ingat di sekitar rumah pamannya yang ada di desa Kandang Semangkon

sangat banyak dan mudah ditemukan pohon ini. Pohon Siwalan atau

pohon Aren yang orang desa bilang adalah pohon Ental, buah dari pohon

siwalan. Selain pohon Siwalan, terdapat pula pohon Jati yang lebat-lebat

daunnya.

Tapi, di mana dia sekarang? Ia hanya bisa menyeruakkan pertanyaannya

itu di dalam hati. Ia hanya bisa mengingat jalan mana saja yang telah di

lalui, akan tetapi sama sekali tidak mengetahui di desa mana sekarang.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices