
by Titikoma

Lari
Adnan sekarang mengerti maksud dari Bang Jono dan Zuki membawanya
kemari, Adnan dengan sengaja di culik oleh mereka dan mereka nanti akan
meminta uang tebusan dari kedua orang tuanya. Adnan tetap berpikir apa
yang harus ia lakukan sekarang?
“Eh, bocah.” Panggil Bang Jono.
“Sssst....” desis Adnan.
“Kenapa?” tanya Bang Jono.
“Bang Jono, tadi saya kan sudah mengenalkan nama saya, nama saya
Adnan Bang, Bang Jono sudah lupa, ya? Bang Jono bilang harus memanggil
dengan nama yang benar, Adnan kan sudah memanggil Bang Jono dan
Bang Zuki dengan nama yang benar, jadi panggil Adnan juga dengan nama
Adnan, ya?” Jelas Adnan dengan santai.
“Terserah saya lah, kenapa kamu yang marah?”
“Ya, iya Bang, kan kita harus adil. Saya sudah memanggil nama Bang
Jono dan Bang Zuki dengan benar sekarang Abang-abang juga harus
memanggil nama saya Adnan, saya juga kan punya nama, Bang, biar adil.
Hehehe,” kata Adnan, sambil tersenyum. “Nah, adil kan enak, Abang nanti
membebaskan saya, mengembalikan saya ke kedua orang tua saya dan
Abang-abang nanti akan dapat uang banyak,” lanjut Adnan. Meskipun
berbicara dengan santai Adnan berusaha melepaskan ikatan tali di
tangannya.
“Oke, oke, Adnan yang baik,” rayu Bang Jono. “Oh, ya? Bang Jono mau
tanya nih, kamu bilang itu bukan HP, terus kamu itu membawa, apa?”
tanya Bang Jono, masih penasaran.
“Oh, ini, Bang. Coba dengarkan deh, Bang.“
“Boleh Abang, ambil?” tanya Bang Jono, lagi.
“Silakan saja, Bang,” kata Adnan, Bang Jono langsung mengambil MP3 di
saku Adnan dan memasang hadset di telinganya.
“Gimana, Bang? Merdu kan?” tanya Adnan.
“Suara apaan, ini?”
“Astaghfirullahal’adzim Bang Jono tidak tahu, ya?” kata Adnan, sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
“Zuki, Zuki, sini kamu dengarkan ini!” pinta Bang Jono.
“Apa sih, Bang?” tanya Zuki
“Sini, cepetan!” teriak Bang Jono
“Apa, Bang?” tanya Zuki, lagi.
“Cepat, pakai ini dan dengarkan!” Suruh Bang Jono. Zuki menurut dan
mengambil MP3 itu dari Bang Jono lalu memakai hadset di telinganya.
“Astaghfirullah, ini orang ngaji ya, Bang?” tanya Zuki. “Subhanallah, merdu
sekali,” lanjut Zuki.
“Kamu tahu, Zuk?” tanya Bang Jono
“Ya, tahu lah, Bang. Zuki gini-gini masih paham sama agama.”
“Iya, Bang, benar ini suara merdu lantunan ayat-ayat suci Al Qur’an dari As
Sudais & Asy Syuraim,” kata Adnan.
“Zuk, kayaknya itu benda lumayan juga kalau kita jual,” kata Bang Jono,
sementara Zuki lawan bicaranya masih menikmati alunan merdu ayatayat suci Al Qur’an yang didengarkannya.
“Zuki!” teriak Bang Jono.
“Eh, i ... i ... iya, Bang, Bang Jono tadi bilang, apa?” tanya Zuki.
“Jangan! Jangan dijual, Bang! Itu pemberian dari Kakak saya Bang, saya
mohon jangan ambil, Bang. Kembalikan, Bang!” kata Adnan, sedikit
berteriak.
“Tidak, aku harus bisa bebas dari sini, aku harus bisa lepas dari abangabang ini. Ya Allah, bantu ya Allah, aku harus kabur, lari dari tempat ini.
Tapi bagaimana caranya?” kata Adnan dalam hati. Adnan sudah berusaha
untuk melepaskan ikatan yang ada di tangannya, tapi ikatannya sangat
erat, sulit bagi Adnan untuk melepaskannya.
“Bang,” panggil Adnan.
“Kenapa?” tanya Bang Jono. “Saya tidak akan memberikan benda ini
kepada kamu,” lanjut Bang Jono.
“Adnan, boleh ngomong nggak, Bang?”
“Dari tadi juga kamu sudah bicara kan?” Sahut Zuki.
“Iya, tapi serius Bang, ini ...” kata Adnan, “Bang Jono sama Bang Zuki
dengerin Adnan, ini penting!”
“Mau ngomong, apa sih? Ribet amat,” gerutu Bang Jono.
“Iya, sini Bang Jono dan Bang Zuki duduk di depan Adnan, Adnan gak mau
bicara keras-keras nanti ada yang dengar.”
“Nggak ada siapa-siapa di sini, lagian cuman ada kita bertiga, sudah
katakan saja. Jangan banyak alasan!” Kata Zuki.
“Tapi Bang, kalau sampai kedengaran sama cicak kan malu, Bang.”
“Astaga nih bocah,”sahut Bang Jono.
“Bang Gendut, sudah dibilang nama saya, Adnan!” bentak Adnan.
“Kamu ngatain saya gendut, lagi?” sahut Bang Jono.
“Salah sendiri, Bang Jono kan sudah dibilangin jangan panggil Adnan
bocah, panggil nama, saya Adnan, bukan bocah!” gerutu Adnan.
“Lah, kamu kan memang masih bocah. Apa salahnya kalau manggil kamu
bocah?” elak Bang Jono.
“Tapi saya kan punya nama, Bang. Kalau Bang Jono dipanggil kakek tua,
gimana? Wajah Bang Jono kan sudah banyak keriputannya,” bantah
Adnan, lagi. Adnan sengaja bermain kata dengan Bang Jono dan Zuki.
“Weleh, weleh. Sudah, sudah, kok malah jadi ribut, Bang Jono sudahlah
ngalah saja sama anak kecil, Bang. Mendingan kita beri waktu sama
Adnan, katanya tadi Adnan mau bicara penting. Kita dengarkan dulu apa
yang akan dikatakannya, Bang. Betul, nggak?”
“Nah, Betul tuh kata Bang Zuki, Bang Jono saja yang selalu bikin gara-gara,” kata Adnan. Tanpa banyak bicara ia langsung melantunkan ayat suci
Al Qur’an. Zuki dan Bang Jono hanya terdiam mendengar lantunan merdu
dari Adnan.
“Jadi itu tadi saya membacakan surat Al-Maidah ayat 38, Bang. Mau tau,
artinya?” tanya Adnan. Bang Jono dan Zuki hanya menganggukkan kepala,
penasaran.
“Artinya, laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana,” kata Adnan, “nah, Bang Jono sama Bang Zuki tahu kan, Bang
Jono sekarang menculik Adnan dan meminta uang tebusan dari orang tua
Adnan, itu sama saja dengan Bang Jono dan Bang Zuki mencuri apa yang
menjadi hak milik Adnan dan keluarga Adnan. Apa Bang Jono dan Bang
Zuki mau kalau kedua tangan dari Bang Jono dan Bang Zuki dipotong?”
“Enak saja, jangan ngawur, kamu pasti bohong ya,” kata Zuki, mulai
khawatir.
“Enggak, Bang,gak bohong kok, serius! Itu memang hukum islam yang
sudah ditetapkan di dalam Al Qur’an, yang mana Al Qur’an merupakan
Kitabullah kitab suci Allah dan pedoman bagi Umat Islam.”
“Sekarang Adnan mau tanya Bang Jono dan Bang Zuki memeluk agama
apa?” tanya Adnan
“Islam,” sahut Zuki, cepat. Tapi ... Bang Jono tetap diam.
“Nah tuh, Bang Zuki memeluk agama Islam, masak iya Bang Zuki tidak
tahu akibat balasan dari perbuatan Bang Zuki dan Bang Jono sekarang,
sudah jelas loh Bang hukumnya, kalau Bang Jono dan Bang Zuki ditangkap
Pak Polisi, pasti masuk penjara kan hukumnya, terus nanti kalau di akhirat
tangan Bang Jono dan Bang Zuki bakalan di potong. Masak iya mau masuk
neraka, Bang? Kan mending masuk Surga semua sudah berlimpah ruah
di sana. Bang Jono sama Bang Zuki mau banyak uang pasti ada di sana,”
jelas Adnan.
“Halah, omong kosong. Itu pasti akal-akalan kamu saja kan Adnan,” kata
Adnan.
“Nggak, Bang. Adnan nggak pernah berohong, apalagi tadi membawa
ayat suci Al- Qur’an.
Adnan serius, Bang, itu memang balasannya.”
“Terus saya harus membebaskan kamu, gitu?” tanya Bang Jono.
“Iya, Bang,” jawab Adnan dengan riang. “Dalam lanjutannya surat Al
Maidah ayat ke 39 berbunyi....” kata Adnan, sambil melantunkan ayat 39
surat Al Maidah. “Yang artinya, maka siapa bertaubat (di antara pencuripencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka
sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang,” Terang Adnan, “lagian nih Bang, Allah
saja maha pengampun apalagi kedua orang tua saya, orang tua Adnan
sangat baik mereka pasti akan memaafkan apa yang telah Bang Jono dan
Bang Zuki perbuat terhadap Adnan sekarang. Masalah uang tenang saja,
jika benar-benar Bang Jono dan Bang Zuki bertaubat kepada Allah, dan
memperbaiki tingkah laku Bang Jono dan Bang Zuki, pastinya Allah akan
memperlancar rizky itu, asalkan Bang Jono dan Bang Zuki, mencari dan
berusaha mendapatkan rizky itu dengan cara yang halalan toyyibah.”
“Halah, jangan asal bicara, pokoknya saya tidak akan melepaskan kamu
sebelum saya mendapatkan uang itu,” kata Bang Jono, “sudah diam kamu,
jangan banyak ngomong, gak jelas, itu pasti alasan kamu saja biar kita bisa
membabaskan kamu,” lanjut Bang Jono.
“Betul Bang, jangan-jangan itu cuman alasan saja, “ sahut Zuki.
“Kamu sudah menghubungi nomor itu, Zuk?” tanya Bang Jono
“Sudah, Bang, tapi belum ada tanggapan.” Jawab Zuki.
“Lihat, orang tua kamu saja tidak peduli dengan keberadaan kamu
sekarang,” gertak Bang Jono.
“Saya sudah mengirimkan pesan ke kedua nomor ini, Bang, tapi belum
juga ada balasan
sampai sekarang, sudah saya hubungi berkali-kali tapi tidak ada yang
mengangkatnya,” jelas Zuki.
“Kamu sudah mengancam mereka kan, jangan sampai mereka lapor
kepada polisi.”
“Iya, beres, Bang.”
“Kamu sudah memberikan alamat di mana mereka bisa memberikan
uang itu kan?”
“Tentu sudah Bang, dan pastinya bukan di rumah ini,” jawab Zuki.
“Bagus, kita tunggu saja kedatangan mereka, ayo kita ke sana.”
“Terus anak ini gimana, Bang?”
“Kita tinggalkan saja dia di sini untuk sementara, dia tidak akan bisa lari
ke mana-mana. Cepat kembali tempelkan lakban di mulutnya sekarang!”
“Beres, Bang,” kata Zuki. Langsung menempelkan lakban di mulut Adnan.
Bang Jono dan Zuki pun meninggalkan Adnan di rumah itu sendirian.
“Ya Allah, mudahkanlah Adnan untuk melepaskan tali ikatan ini ya Allah,”
bisik Adnan dalam hati, sepeninggal Bang Jono dan Zuki di rumah itu,
Adnan masih berusaha untuk melepaskan tali ikatan di tangannya.
“Ayah, kita harus berangkat sekarang. Ibu sudah tidak sabar untuk
bertemu Adnan,” kata Bu Irma.
“Tapi, Bu, uangnya, gimana?” tanya Pak Ibrahim, bingung.
“Sudahlah, Yah. Kita gunakan saja uang hadiah yang didapatkan Adnan
itu.”
“Tapi, Bu.”
“Yah, ini juga untuk menyelamatkan Adnan.”
“Yah, Bu, Ziya mau ikut.”
“Tapi Ziya, ini berbahaya.”
“Tidak, Yah, Bu, Ziya harus ikut, Ziya sudah berjanji untuk menyelamatkan
Adnan, Adik Ziya.
Tapi kalau boleh Ziya mau ditemani beberapa polisi, dan tujuan Ziya
berbeda dengan Ayah dan Ibu.”
“Tapi, Ziya kenapa?” tanya Bu Irma.
“Ziya yakin, Adnan tidak berada di tempat di mana Ayah dan Ibu akan
bertemu dengan penculiknya. Ziya yakin Adnan tidak berada di sana,
izinkan Ziya untuk menyelidikinya bersama polisi yang lain, Bu, Yah.”
“Baiklah, tapi kamu tetap hati-hati, ya,” Kata Pak Ibrahim.
“Alhamdulillah, do’akan Ziya Yah, Bu.”
“Iya, Nak.” kata Pak Ibrahim dan Bu Irma, bersamaan.
“Ziya pergi sekarang,” kata Ziya, pamit sambil menyalami kedua orang
tuanya.
“Yah, ayo Yah, kita juga harus berangkat sekarang.”
“Baik, Bu. Ayah telepon polisi dulu.”
“Jangan, Yah.” cegah Bu Irma, “mereka mencegah kita untuk membawa
polisi.”
“Ibu tenang saja, polisi akan membantu di belakang kita, kita pura-pura ke
sana berdua tanpa membawa polisi. Tapi, kita harus tetap lapor kepada
polisi untuk membantu kita.”
“Baik, Yah. Terserah Ayah saja, Ibu hanya ingin keselamatan dari Adnan.”
“Iya, Bu, Ibu tenang saja, kita banyak berdo’a saja kepada Allah, semoga
Allah membantu kita.
“Iya, Yah.”
“Alhamdulillahirabbil’alamin, terima kasih ya Allah,” Ucap Adnan, saat
tangannya berhasil lepas dari ikatan yang sangat erat itu. Bang Jono
dan Zuki belum juga kembali ke rumah. Adnan memiliki rencana lain.
Perkataannya sudah tidak mempan lagi untuk diberikann kepada Bang
Jono dan Bang Zuki.
Bergegas Adnan melepas semua ikatan yang ada di tubuh dan di kakinya.
Adnan berencana untuk memberikan jebakan kepada Bang Jono dan
Bang Zuki sebelum mereka datang.
Pertama, Adnan telah memasang Pot berisi bunga kaktus di atas Pintu
Belakang. Pintu tidak ditutupnya dengan erat, sesuai dengan ukuran
tubuh Adnan. Setelah pintu terbuka lebar maka Pot yang berisi bunga
kaktus itu akan jatuh menimpa mereka. Setelah memasang Pot berisi
kaktus itu Adnan kembali memasang ikatan tali di tubuh dan kakinya
kemudian, ikatan di tangan belakangnya hanya dipegangnya dengan erat,
suapay terlihat bahwa ia masih terikat dengan tali-tali itu.
Beberapa jam kemudian, Bang Jono dan Zuki kembali ke rumah dengan
tampang yang penuh kekecewaan.
“Gagal lagi, Bang hari ini,” gerutu Zuki.
“Iya Zuk, hari ini mereka tidak datang.”
“Mungkin kita harus sabar menunggu hari esok, Bang.”
“Jangan-jangan mereka merencanakan sesuatu dengan polisi, Zuk.”
“Tidak mungkin, Bang. Kita kan sudah mengancam supaya mereka tidak
melaporkannya kepada polisi, atau sampai dengan sengaja menemui kita
dengan membawa polisi,” kata Zuki, “mungkin, mereka masih menyiapkan
uangnya, Bang.” lanjut Zuki.
“Ah, benar juga kamu Zuk.”
“Ya sudah, Bang kita istirahat Bang, sudah malam, Zuki mulai mengantuk.
Besok kita mulai jaga di sana lagi.”
“Zuk, sebelum itu cepetan kamu patahkan nomor yang kamu gunakan
untuk menghubungi mereka.”
“Kenapa, Bang?”
“Siapa tahu, malam ini mereka akan melacak keberadaan kita dengan
nomor itu.”
“Mana bisa, Bang? HP kita kan nggak ada GPS nya.”
“Banyak ngomong juga kamu, Zuk. Sudah patahkan saja, yang terpenting itu
kita yang masih punya nomor mereka, bukan mereka yang membutuhkan
nomor kita.”
“Baik, Bang.”
“Wah, wah, nih bocah tidur pulas Zuk,” kata Bang Jono saat melihat
Adnan, tidur.
“Kasihan juga Bang nih Anak, sejak tadi pagi belum kita kasih makan.”
“Kasihan, kasihan, buat makan kamu sama saya saja sudah melarat, masak
iya mau ngasih makan nih bocah juga,” kata Bang Jono.
“Tapi, Bang, kalau terjadi apa-apa bagaimana?”
“Cepat kamu bangunkan dia, beri saja dia air putih yang banyak.”
“Baik, Bang.” Jawab Zuki, segera ia beranjak dari tempatnya duduk dan
segera
membangunkan Adnan.“Eh, bocah! Adnan, bangun! Wah, pulas sekali
tidur kamu, ya?
Gimana sudah puas tidur?”
“Emmm!Emmm! Emmm!” Adnan kembali mencoba berbicara saat Ia
sudah terbangun dari tidurnya. Zuki langsung melepas lakban hitam yang
ada di mulut Adnan.
“Terima kasih, Bang,” kata Adnan, dengan lemas.
“Nih, minum.” Kata Zuki, sambil menyodorkan segelas air putih.
“Gimana Adnan bisa meminumnya, Bang? Tangannya kan diiket.”
“Manja banget sih,” gerutu Zuki, sambil mengarahkan segelas air putih itu
ke mulu Adnan.
“Lagi, Bang.” pinta Adnan.
“Nih!”
“Makasih, Bang.”
“Sudah, ya? Tugas Zuki sudah selesai, sekarang Zuki mau pergi tidur.”
“Bang!”
“Apalagi?” tanya Zuki, “oh ya Zuki lupa masang lakbannya lagi.”
“Bang, kalau boleh Adnan mau pinjam MP3 yang kemarin, Bang. Adnan
cuman mau mendengarkan ayat-ayat suci Al Qur’annya, Bang. Nanti Bang
Zuki boleh ambil lagi kok kalau Bang Zuki sama Bang Jono bangun.”
“Janji ya kamu balikin lagi ke Abang.”
“Iya, Bang.”
“Nih, kebetulan sekali sudah Bang Zuki Cas tadi, kurang baik apa, juga.”
“Makasih banyak, Bang, minta tolong pasangin hadset nya Bang dan
tolong nyalain, Bang.”
“Oke, oke, sudah, ya?”
“Jangan tutup mulut saya dengan lakban lagi, Bang.
“Kenapa? Kalau nanti kamu teriak-teriak gimana?”
“Nggak bakalan, Bang. Adnan janji Adnan tidak akan teriak-teriak, lagian
Adnan cuman pengen menghafalkan ayat-ayat Al Qur’annya saja, Bang.”
“Oke, jangan keras-keras!”
“Tenang saja, Bang. Makasih.”
“Oke, tugas Zuki sudah beres. Zuki pergi tidur dulu. Enak tuh Bang Jono
sudah sampai Amerika, Zuki masih di desa sini,” kata Zuki, sambil berlalu
meninggalkan Adnan.
Setelah mendengarkan lima surat dari MP3 nya, Adnan mulai melakukan
aksi rencana selanjutnya, dalam keadaan tertidur pulas Bang Jono dan Zuki
tidak akan sadar kalau tangannya diikat dengan tali, sedangkan kakinya
diikat dengan kaki meja di sampingnya. Setelah itu Adnan mengikat kedua
tangan Zuki dan mengikat kedua kaki Bang Zuki, sehingga di pastikan Zuki
tidak bisa bergerak ke mana-mana.
“Untung saja, Bang Jono dan Bang Zuki tidak tidur di tempat yang sama,”
kata Adnan dalam hati. Bang Jono tidur pulas di ruang tamu, sedangkan
Zuki tidur pulas di depan Adnan.
Hari semakin larut, Adnan memberanikan diri untuk mengambil kunci
pintu depan dan mulai menggali tanah di depan pagar depan, tanah itu di
galinya menggunakan cangkul, dengan susah payah Adnan menggali tanah
itu, sehingga berlubang besar dan setelah membuat lubang di depan sana
Adnan mentupnya dengan beberapa kayu ringan dan ditutupinya dengan
bekas-bekas daun yang berserakan jatuh di tanah.
Adnan membersihkan bajunya dan menunggu Bang Jono dan Bang
Zuki terbangun dari tidurnya. Ia menyempatkan untuk melaksanakan
shalat Maghrib dan Isya’ di Jama’ Qashar, dari kemarin Adnan tidak bisa
melaksanakan shalat disebabkan karena tangannya yang terikat sehingga
sulit untuk melakukan gerakan-gerakan Shalat.
Waktu berjalan dengan cepat. Pagi telah tiba, Adnan sudah siap untuk
berperang mengerjai para penjahat-penjahat ini. Sambil melantunkan
ayat-ayat Al Qur’an yang di dengarnya melalui MP3 itu.
“Bang Jono, bangun Bang! Cepat! Cepat, bangun Bang Jono!“ teriak
Zuki, saat terbangun dari tidurnya Ia kaget, tangan dan kakinya tidak bisa
digerakkan sebab tali yang melilit mengikat kedua tangan dan kakinya.
“Astaga, masih pagi Zuki!” teriak Bang Jono, matanya masih terpejam,
Bang Jono juga belum sadar kalau kedua tangannya telah terikat dengan
tali.
“Adnan, Bang. Anak itu berhasil lepas, Bang!” teriak Zuki, lagi.
“Apa?” Bang Jono langsung terbangun, dan menyadari bahwa tangannya
telah terikat dengan tali. “Astaga, bagaimana ini bisa terjadi?” gerutu
Bang Jono. Bang Jono pun langsung bangun dan tanpa sadar saat Bang
Jono akan berjalan Ia jatuh ke bawah, kakinya terikat dengan kaki meja.
“Nah, ini mah belum seberapa dengan balasan yang akan Bang Jono dan
Bang Zuki dapatkan nanti di neraka,” kata Adnan di hadapan Bang Jono
dan Bang Zuki. Adnan pun keluar dari pintu belakang dengan hati-hati,
takut jebakannya akan menimpahinya sendiri. Dan berhasil, Adnan tidak
menyenggol pintu itu sedikitpun, sehingga pintu itu belum terbuka. Bang
Jono dan Zuki berusaha melepaskan tali yang mengikat kedua tangan
mereka.
Bang Jono, lebih dulu bisa melepaskan tali yang mengikat kedua
tangannya, kemudian Bang Jono melepas ikatan tali di kakinya, kemudian
bergegas Bang Jono mengikuti Adnan yang keluar dari pintu belakang,
dan apa yang terjadi.
BUMM!
“Awwww!” teriak Bang Jono, Pot berisi Kaktus itu tepat jatuh menimpahi
kepala Bang Jono.
Adnan terus berlari keluar, dan berhasil meloncati tanah berlubang yang
dibuatnya tadi malam, meskipun sangat lebar tapi Adnan berusaha untuk
meloncati tanah itu, supaya tidak terjatuh ke dalam jebakannya sendiri.
Sampai akhirnya ia berhasil meloncati tanah yang sebenarnya berlubang
itu lalu bersembunyi di balik semak-semak.
“Akhirnya, aku bisa lari dari rumah itu,” bisik Adnan dalam hati, sekarang
Adnan hanya bisa bersembunyi di balik pohon di depan rumah itu. Entah
ke mana sekarang tempat yang harus ia tuju.