
by Titikoma

Lamaran Ala Dimas
Masih saja aku merindumu Meski langit dan bumi tak merestu Meski hati dan logika tak pernah menyatu Namun tetap saja aku merindukanmu Ah, lelah hatiku terus bertarus dengan logika Tak pernah kutemu jawabnya Siapa yang harus kuikuti? Logika yang tak pernah menghinggapi fikiranku Ataukah sang hati yang selalu memaksaku mengikuti kata-katanya untuk merindukanmu? Lagi-lagi kubingung Sedangkan kamu tak pernah peduli dan tak pernah tahu betapa gelisahnya aku tanpa hadirmu. Nggak di Bekasi, nggak di Malang setiap malam pasti aku menulis puisi galau. Dan parahnya lagi puisi galau itu ditujukan buat Rifky. Otakku sudah banget melupakan dia. Dimanapun aku berada pasti ada sesuatu yang mengingatkanku sama dia. Sudah berbagai cara kucoba untuk menghapus Rifky dari hatiku, salah satunya dengan cara mengalihkan cinta ini ke cowok lain yaitu ke Revando. Tapi tetap saja hatiku hanya Rifky, Rifky dan Rifky. Benar kata orang semakin ingin melupakan seseorang yang ada bayangan dia semakin menari-nari di benakku. “Dev, ayo lo ikut gue sekarang juga! Gue mau ngasih kejutan special buat lo,” ujar Dimas yang tiba-tiba muncul di sebelahku. Aduh, ini cowok nggak sopan banget sih malam-malam masuk kamar cewek. Aku aduin bos besar tahu rasa. “Dim, ngasih kejutannya besok aja deh ya? Badanku capek banget nih, mau istirahat dulu.” Aku menolak ajakannya secara halus. “Dev, bentar aja ikut gue! Please, gue jamin lo bakal suka sama kejutan dari gue.” Tanpa menunggu jawabanku Dimas langsung menarik tanganku. Ya, sudahlah. Sekarang aku pasrah mau dibawa kemana. Hatiku jadi bertanya-tanya, Hari ini kan bukan ulang tahunku, ngapain Dimas ngasih kejutan segala? Kira-kira Dimas mau ngasih kejutan apa ya? “Dev, nih kita sudah sampai di tempat tujuan!” ujar Dimas. Aku bengong, katanya mau ngasih kejutan tapi kok Dimas Cuma membawaku ke luar penginapan? Ini lagi mana di sini banyak orang, lebih aneh lagi orang-orang di sini pada senyum-senyum nggak jelas. Kuambil cermin dari saku piyama, kali aja mereka senyum-senyum nggak jelas karena melihat dandananku yang menor. Ketika kumelihat bayanganku di cermin baik-baik aja tuh, dandananku natural nggak menor sama sekali. “Dim, lo sebenarnya lo mau ngasih kejutan apa sih? Mana kejutannya?” tanyaku. Yang ditanya malah ikut-ikutan senyum-senyum nggak jelas. “Kalau lo nggak mau ngasih tahu kejutannya apa mending gue masuk ke penginapan lagi aja. Makin bête gue sama lo!” ujarku ketus. Ketika aku ingin melangkahkan kaki untuk memasuki penginapan Dimas menahan tanganku, “Devi, cantik jangan ngambek dong ntar cantiknya hilang! Aku beneran tahu mau ngasih kejutan sama kamu!” “Terus mana kejutannya?” “Coba deh kamu menundukkan kepala. Kejutannya ada di bawah tepat depan kakimu.” Aku menuruti perintahnya. Kutundukkan kepala. Damn! Mataku melotot campur nggak berkedip. Di dekat kakiku banyak bungabunga bertaburan. Dan bunga yang bertaburan membentuk symbol hati. Di dalam hati tersebut bertulisan ‘Devi, Will you Marry me?’ “Gimana Dev kamu suka sama kejutan dariku?” Wuih, Dimas malam ini mendadak berubah 99%. Salah 1 perubahannya adalah gaya bahasanya nggak memakai ‘lo-gue’ lagi tetapi memakai ‘aku-kamu’. Aku menyentuh jidat Dimas. Siapa tahu lagi panas? Di luar dugaan Dimas menepis tanganku dari jidatnya. “Devi, yang panas itu bukan di keningku tapi di sini!” Ia meletakkan tanganku tepat di dadanya. “Yang panas itu di hatiku Dev, panas karena cintamu.” Dimas menghembuskan napas sejenak. “Oh iya Dev aku masih punya kejutan lagi buat kamu.” Dimas menyambung ucapannya. Hah? Kejutan lagi? Kejutan apa lagi coba? Dimas bertepuk tangan seolah-olah sedang memanggil seseorang. Tibatiba muncullah 2 orang pemain piano yang sangat terkenal di Indonesia. Beberapa menit kemudian mereka pianonya menjadi nada yang sangat romantic. Dimas pun berlutut di hadapanku. Tangan kirinya menggenggam tanganku sedangan tangan kanannya memegang sebubah kotak berwarna merah, di dalam kotak itu ada cincin emas putih yang bagus banget. Di jamin semua cewek suka. “Devi, aku ingin mempersuntingmu untuk yang pertama dan terakhir. Will you marry me?” tanyanya. Aku menatap mata Dimas lekat-lekat. Di matanya tersirat sebuah keseriusannya. Oh my good, ini bagaikan mimpi! Aku benar-benar nggak menyangka Dimas melakukan ini. Bayangin aja Dimas melamarku di Coban Rondo bahkan di depan banyak orang. Gila kan? “Terima … Terima … Terima!” orang-orang di sekitar mulai bersorak sorai memintaku untuk menerima lamaran Dimas. Aku menggaruk-garuk kepala. Sumpah, bingung banget mau jawab apa. Jujur, ini terlalu mendadak untukku. Secara aku mengenal Dimas kurang lebih baru satu bulan. Lagipula aku juga masih resmi jadi kekasih Revando. Andaikan aku menerima lamaran Dimas, si Revando pasti kecewa dan sakit hati. Aku nggak boleh mengecewakan orang yang mencintaiku dengan tulus. Dimas kan juga tulus mencintaiku? Aku semakin galau, memilih Dimas atau Revando ya? “Ya, Tuhan. Tolonglah hamba-MU ini! Berikanlah petunjukmu dalam menjawab lamaran Dimas! Aku tak ingin menyakiti hati siapapun.” Doaku dalam hati. Mungkin sebaiknya lamaran Dimas aku tolak aja. Kuakui Dimas memang baik dan perhatian sama aku tapi sayang, aku Cuma menganggapnya sebagai patner kerja. Kalau dipaksakan menikah dengan Dimas yang ada malah aku melakukan pernikahan tanpa cinta sama dengan yang dialami Rifky dengan mantan istrinya. Kata Rifky pernikahan tanpa cinta itu menyiksa hati kedua belah pihak. Aku nggak mau hal itu terjadi. Biarlah Dimas sakit hati karena kutolak daripada Dimas tersiksa karena aaku menikah dengannya hanya nggak tega. “Bismillahhirrahmanirrahim,” Aku mengucapkan basmalah terlebih dahulu sebelum menolak lamaran Dimas. Semoga keputusan yang kuambil tepat. “Kalau lo mau menikah sama Devi langkahi dulu mayat gue!” sahut seorang pria. Suaranya sudah nggak asing lagi di telingaku kayak suara Rifky deh. Aku menoleh ke belakang untuk meyakinkan hati. Benar dugaanku pemilik suara itu nggak lain dan nggak bukan adalah Rifky. Darimana Rifky tahu aku berada di sini? Terus ngapain coba dia dating ke sini juga? “Rifky, emang lo sekarang siapanya Devi? Kan lo sendiri yang mutusin Devi. Jadi terserah gue dong mau melamar Devi atau nggak,” jawab Dimas dengan santai. “Devi itu milik gue selamanya. Gue nggak akan mengijinkan Devi menikah dengan siapapun termasuk lo!” Deg! Mimpi apa aku selamam? Perasaan tadi malam aku mimpi diperebutkan dua cowok ganteng yaitu Adipati Dolken dan Samuel Zylgwyn. Tapi kenapa sekarang aku malah diperebutkan sama Rifky dan Dimas? “Emang gue siapa lo Riif? Hallo, lo itu statusnya sekarang sudah jadi mantan gue. Jadi lo nggak berhak mengatur hidup gue lagi!” ujarku sedikit membentak. Aku sengaja membentaknya sebab aku nggak mau kembali lagi kepelukannya. Makan hati aku berhubungan sama Rifky. Dihina mamanya mulu. “Gue nggak peduli. Yang jelas gue nggak rela lo nikah sama cowok lain. Devi, gue masih mencintai lo!” jawab Rifky nggak kalah sengit. “Lo egois! Tiga tahun lalu gue mengijinkan lo menikah sama mbak Ayu, sekarang giliran lo harus mengijinkan gue menikah sama cowok lain lagipula kita kan sudah putus.” “Stop! Hentikan pertengkaran ini! Paling adil Rifky dan Dimas mengadakan perlombaan. Siapa yang menang dia bakal jadi pendamping hidup Devi tapi siapa yang kalah dia jadi suamiku,” sahut seorang wanita bersuara cempreng. Dari suaranya aku hapal banget siapa pemiliknya. Siapa lagi kalau bukan suara Ivana? Hmmm …, sekarang aku tahu Rifky ada di sini karena Ivana yang membawanya. “Kalian setuju kan sama ide gue?” Tanya Ivana pada Rifky dan Dimas. “Setuju, biar lebih fair. Kalau kayak gitu kan bakal terlihat cowok mana yang gentleman dan cowok mana yang banci,” jawab Dimas sedikit mencibir. “Oke, fine. Siapa takut! Gue bakal ngalahin lo!” Rifky mengacungkan jempolnya ke bawah. “Rifky dan Dimas kalian nggak perlu mengadakan perlombaan segala! Gue sudah memutuskan, nggak akan memilih salah satu di antara kalian. Gue lebih memiulih karir, gue nggak akan menikah sebelum gue berhasil mendirikan sebuah perusahaan majalah sendiri,” jawabku mantap. Semoga keputusanku tepat dan nggak menyakiti hati siapapun. Aku menatap wajah Rifky dan Dimas. Terlihat jelas kekecewaan di wajah mereka tapi mau gimana lagi itulah keputusanku. Mereka harus menerima dengan lapang dada. Cinta kan tak harus memiliki.