Kesempurnaan Cintamu

Reads
140
Votes
0
Parts
26
Vote
by Titikoma

Cinta Sampai Mati

 Sepanjang jalan dari cafe menuju kosan aku terus menangis, air mata sudah jatuh tak tertahankan lagi, bendungan kelopak mata telah jebol dihantam derasnya air mata. Aku menyangka Revando bakal menyakitinya sedemikian rupa. Padahal aku baru saja mulai mencintainya. Kenapa sih dari setiap kali jatuh cinta sama orang pasti ujung-ujungnya terluka? Tak bisakah aku mengenal cinta yang indah tanpa air mata? Benar kata orang, “Semakin tinggi kita meloncat, maka semakin sakitlah jatuhnya.” Ya, aku banyak menaruh harapan bersama Revando. Aku ingin menjadi isteri Adit, ibu dari anak-anaknya kelak. Aku ingin hidup bahagia selamanya bersama Revando. Sakit, pedih, nyeri, perih dan rasa kecewa yang sangat mendalam saat ini aku rasakan. Sial benar hari ini. 2 Kali terluka oleh cinta dalam 1 hari. Tadi sore aku terluka karena menerima undangan dari Rifky dan sekarang terluka karena mengetahui kebusukan Revando. Sederet kata penderitaan itulah yang aku dapatkan, bukan kebahagiaan yang selama ini kuimpikan. Harapan bahagia itu telah sirna sudah. Yang tinggal hanya luka yang teramat dalam dan tak tahu kapan sembuhnya. Tanpa terasa aku sudah berada di depan kosan tercinta. Kosan, tempat dimana aku bernaung selama aku merantau ke Bekasi. “Dev, kamu pulang-pulang kok nangis? Kamu nggak abis diperkosa cowok di jalankan?” Tanya seorang ibu-ibu sekitar umur 35 tahunan. Ibu ini adalah tetanggaku, rumahnya tepat di samping kosan tercinta. Aku nggak menjawab pertanyaan ibu ini. Sekarang aku lagi malas banget ngomong sama orang. Aku terus melangkahkan kaki memasuki kos tercinta. Yang ada di otakku hanyalah ingin cepat-cepat masuk kamar dan merebahkan diri di pulau kapuk. Sesampai di kamar aku membanting pintu kamarnya keras dengan pemuh emosi, lalu mengunci pintu. Saat ini nggak ingin diganggu dulu termasuk Ivana. Aku tahu banget sifat Ivana dia itu kalau ke kosku langsung masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu dulu. Setelah mengunci pintu, aku tersandar di pintu kamar. Air mataku kembali mengalir deras.  “Kenapa kamu sakiti aku? Aku sudah terlanjur mencintaimu.” Aku menatap bengis sebuah photo lengkap dengan figuranya di atas meja mungil di samping pintu kamar, sesaat kemudian photo itu sudah berada di tanganku. Beberapa hari yang lalu aku sengaja mencetak foto-foto Revando yang kuambil di album foto we chat-nya. Tujuannya sih biar bangun tidur, sebelum tidur bisa melihat wajahnya yang tampan dulu tanpa buka akun we chat. Aku melemparkan foto wajah ganteng Revando yang sedang tersenyum manis. Lihat wajahnya aku jadi ingat kebusukannya di kafe Batavia tadi. Foto itu mendarat kasar di dinding kamarku, kemudian jatuh tak berdaya ke lantai. Foto yang awalnya rapi menjadi puing-puing yang rapuh. Serapuh hatiku. ‘’Argghh!” jeritku sekencang-kencang. Aku nggak peduli seluruh tetangga kosan terganggu oleh teriakanku. Aku lalu menyapu semua yang ada di meja. Yang awalnya tertata rapi terhempas dan berserakan di lantai. Aku menjatuhkan tubuh di ranjang, lalu tangan halusku meraba-raba seprai mencari android kesayangan pemberian dari Ivana. Jangan salah, android ini nggak akan aku lemparkan ke lantai, tapi sebagai sarana bagiku untuk membuka akun we chat. Dengan lincah Reni mengetik email dan password sudah sangat hafal olehku. Jelas aku hafal, wong setiap hari aku online di we chat. Setelah memastikan email benar dan tidak ada kekeliruan aku menekan tombol oke. Tanpa buffering, muncul di layar android beranda we chat. Banyak sih teman yang ngajakin chat tapi mereka semua nggak ada yang asyik. Aku klik moment di we chat. Sudah muncul pula beraneka ragam status galau dan status gak jelas lainnya di moment we chat. Dengar berair mata aku menekan icon kamera yang lama. Itulah cara update status di moment we chat. Mungkin ini terakhir kali aku menggoreskan pena Sebab setelash ini aku akan menggoreskan pisau yang tajam ke nadiku Terimakasih Revando sayang,  dirimu telah menjadi pengantar hidupku menuju kematianku. Terima kasih kamu telah menjadi cinta terakhirku. Aku mengklik send, barang satu detik atau dua detik. Status kepedihan hatiku secara lancar tanpan macet tercantum di moment we chat. Kata-kata itu merupakan status terakhir yang ku-update di moment we chat. Biar Revando tahu betapa sakit hatinya aku karena perbuatannya. Aku mengambil serpihan kaca dari figura yang tergeletak. Perlahan serpihan kaca itu kutempelkan ke pergelangan tangan kiriku. Sret…! Ya, serpihan kaca telah berhasil merobek pergelangan tanganku. Daradarah kental pun mulai bercucuran ke lantai. Aku tersenyum lirih kala sayatan serpihan kaca kian merobek nadiku. Lihatnya Revando dan Rifky. Aku yakin kalian bisa merasakan hangatnya darahku. Aku merasakan tubuhku semakin melemas. Biarkan begini, tersudut mati dengan sisa sayatan yang kalian gores di hatiku. Pandanganku mulai kabur tapi aku masih bisa melihat ada bayangan hitam dan besar muncul di depanku. Aku yakin 100% bayangan hitam itu bayangan malaikat pencabut nyawa. Sekarang aku sudah siap nyawa diambil olehnya. “Selamat tinggal dunia. Revando, Rifky kalian adalah cintaku sampai mati,” ucapku sebelum menutup mata selamanya.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices