
by Titikoma

6
Gladys masih terjaga, dia masih memikirkan rencana pertemuannya dengan Vino, yang memang jika tidak ada halangan malam Minggu besok alias lusa. Saat ini dia mengutak-atik BB-nya, hanya memainkannya. Ragu untuk menghubungi Miko, Mak comblangnya malam ini. Dengan terpaksa karena memang udah tugas si Mak Comblang untuk mengatur pertemuannya seromantis mungkin akhirnya Gladys menelepon Miko. Tut… tut… tut… ‘Nomor yang Anda tuju sedang berada dalam masalah besar’ eh salah ‘Nomor yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan, silakan tinggalkan pesan setelah bunyi ‘bipp’ berikut’ Klik, langsung saja Gladys membatalkan panggilan. Suara voicemail handphone Miko yang menjawab teleponnya. Handphone-nya mati. Gladys menekuk muka, kesel, penasaran campur aduk jadi es campur. Sementara itu Dimas Alvino yang menemukan surat pink atas kecerobohan Miko pun terlihat senyum-senyum centil di depan kaca. “Gue ganteng kok, tapi kenapa ya belum punya pacar?” Dimas ini postur tubuhnya mirip abangnya Miko, alias si Vino. Dia paling bongsor sendiri dibanding saudaranya yang lain, padahal dia baru SMA. Kalo masalah muka sih katanya mirip Pasha Ungu, kw ke-sekian gitu deh (idih ngaku-ngaku). “Tapi ternyata ada juga fans gue, inisialnya sih G, huruf G di kelas kan cuma Gerald, Gino, Gina, Gladys.” Dimas masih berpikir keras, padahal dia males banget yang namanya mikir. Pelajaran di kelas IPA aja, terutama kimia jarang masuk kelas, alasannya kalo nggak sakit ya ada aja. Kata guru-guru sih Dimas pantes masuk jurusan IPA, pantes karena tampangnya yang rajin. Lebih tepatnya culun. Dia membenarkan letak kacamatanya, dibuka matanya lebar-lebar agar tak tertinggal satu kata pun di surat yang kini ada di tangannya. Kurang lebih isi surat tersebut adalah sebagai berikut… Dear Vinoku sayang, Maaf surat ini datangnya mendadak banget, karena emang rasanya cinta ini juga nggak bisa ditebak kapan mau datang. Kayak Kartini, aku mau menyatakan cinta terlebih dulu karena alasan emansipasi, walau Kartini nggak ngajarin aku kayak gitu sih. Sejak ketemu sama kamu buat yang pertama kalinya, aku rasanya nyaman banget di dekat kamu. Kamu itu matahari, aku pengen jadi langitnya. Kalo kamu kumbang, aku mau jadi bunganya. Langsung to the point aja ya, aku pengen kita jalan malam Minggu ini. Aku tunggu kamu di Taman Kota, jam 7 malam minggu ini. Aku tunggu ya, Your Lovely Miss G. Dimas mengerjap-ngerjapkan matanya, menampar pipinya tiga kali agar tersadar dari mimpi. Tapi ini bukan mimpi, ini nyata. Secret admirer itu mengajaknya ketemuan malam Minggu. Dimas mengingat hari. “Hah? Lusa berarti…” Dimas berhalusinasi, membayangnya secret admirer-rnya secantik bidadari. Senyumnya makin mengembang, kini dia memeluk guling kesayangannya. Dan mulai memejamkan mata berharap hari cepat berganti. Masih dalam rasa penasaran yang sama karena hari ini Miko tak masuk sekolah. Gladys menyempatkan diri untuk mampir ke rumah Miko. Pukul 11.30, dia pun sampai di depan rumah cat hijau pagar hitam yang nampak sepi. “Permisi… Ko…” Gladys berteriak di depan rumah. Bi Inah, pembantu Miko mempersilakannya masuk. Gladys yang sudah terbiasa pun langsung menuju kamar Miko, diantar Bi Inah tentunya. “Silakan Non... Den Miko sakit, nggak tau mendadak banget sakitnya.” “Iya Bi, ini aku ke sini makanya pengen tahu, makasih ya Bi.” Gladys masuk dan menutup pintu, nampaknya Miko sedang tidur. “Waduh, Mak comblang gue kalo tidur cakep juga.” Pikiran-pikiran aneh mulai muncul. “Dys, apaan sih!” Gladys menggelengkan kepalanya mengusir halusinasi yang baru saja dipikirkannya. “Ko… Sssstttt… Ko…” “Apa siiiih, Bi?” Miko mengira itu Bi Inah. “Enak aja lo, gue Gladys, bukan Bi Inah… Wah gawat lo, masa gue disamain pembantu…” Gladys ngedumel sambil mencubit pipi Miko. “Aduuuuh duh duh, sakit… ah elo Dys, ngapain sih lo? Ganggu orang tidur aja, gue lagi sakit tauuuu…” “Yee, gue ke sini mau nanyain kepastian persiapan pertemuan gue sama abang lo besok malem, gimana udah beres?” Vino langsung panas-dingin kembali, kondisinya yang awalnya sudah stabil kini kembali butuh kompres es. Karena takut Gladys memarahinya saat ini, karena memang kondisinya tak memungkinkan untuk lari dari Mak Lampir yang lagi kasmaran. Akhirnya Miko hanya mengangguk seadanya. Lalu berusaha menutupi salah tingkahnya dengan pura-pura tertidur. Akhirnya sesuai rencana. Malam ini Gladys nampak cantik dengan balutan gaun satin ala pesta ke promnite. Kini sedang mematut dirinya di depan cermin Cinderella, begitu dia menyebut cermin yang ada di kamarnya. Beberapa menit kemudian, karena tak ingin diketahui oleh Papa dan Mamanya, dia berjingkat menuruni tangga sambil membawa sepatu high hells-nya. Yapsss, berhasil… Dia sudah lolos dari Papa dan Mamanya yang super over protective kepadanya. Bagaikan burung yang lepas dari sangkarnya, kini dia menemukan kebebasannya. Tiga puluh menit kemudian, dia pun sampai di Taman Kota dengan taksi. Setelah berkeliling lima belas menit lamanya, terlihatlah sosok Vino yang ditunggunya di depan mata. Dengan setelan kemeja kotak-kotak dan celana hitam, Vino nampak keren sekali dari belakang. “Ehm Vin, sorry lama, biasa cewe dandan dulu.” “Iya gapa… pa, Dys?” “Eh elu Dim? Ngapain lo di sini?” Gladys yang terkejut pun langsung lari ke lain arah. Sampai-sampai hak sepatunya patah. Kini dia bertelanjang kaki alias nyeker, dia terus saja berlari dan akhirnya dia menabrak seseorang. “Eh… lo Dys, kok lari? Dikejar apaan?” Vino celingukan takut kalau memang Gladys ada yang mengejarnya. Gladys yang merasa bermimpi pun langsung mencubit tangannya sendiri. Memastikan kalau yang ada di hadapannya itu Vino yang asli, Abangnya Miko. “Nggak Bang, ini tadi ada orang gila ngejar-ngejar Gladys, jadinya lari eh sepatu patah,” Vino pun tertawa, lalu menawarinya untuk makan malam bersama di nasi goreng pinggir jalan terdekat. Walaupun kencan romantisnya gagal, yang penting malam Minggu ini dia bersama Vino. Hatinya berbunga-bunga. Setelah makan mereka memutuskan untuk mampir dulu ke rumah Vino. Alasannya sih minjem sandal, padahal ya pengen lama-lama di dekat Vino. Sampai di rumah, Miko yang melihat Gladys dan Vino bersama di malam Minggu ini pun jadi mendadak demam. “Kok bisa sih mereka ketemu?” “Ko, lo kenapa?” tanya Gladys santai, jelas tak terpikir surat untuk Bang Vino tidak disampaikan. “Iya tuh, Miko sakit nggak sembuh-sembuh, nih gue bawain nasgor pesenan lo.” “Nanti aja Bang.” “Eh lo tadi kan yang mesen bawain nasgor, mubazir tau… gue tadi udah makan sama Gladys,” kata Vino semangat. Tuing! mendengarnya demam Miko semakin panas. Suhunya tambah panas pula dalam ruangan tersebut. “Aduh… panas ati gue.” Miko meratapi nasibnya dalam hati.