mak comblang jatuh cinta
Mak Comblang Jatuh Cinta

Mak Comblang Jatuh Cinta

Reads
106
Votes
0
Parts
20
Vote
by Titikoma

5

Siang ini seperti janji yang telah diucapkan dua hari lalu kepada Miko, Gladys mengajak Miko pergi ke istana es krim terdekat. Miko girang banget tentunya karena bisa berduaan saja dengan gadis pujaannya. “Terus tanggepan abang lo gimana, Ko?” “Uhuk uhuk…” Miko terbatuk-batuk alias keselek es krim, malu-maluin banget. Di samping penampilan Miko yang ‘aneh’, menjadi pusat perhatian, tentu saja Gladys malu-malu tak tega melihat Miko. “Lo kenapa Ko? Ampe besok nggak tuh?” celetuk Gladys, tertawa. “Yach, lo Dys seneng banget liat temen menderita,” Miko manyun lalu berlagak ngambek sama Gladys. “Ya abis lo salting gitu, pake keselek segala lo. Malu gue!” “Ya nggak pake toa juga Dys ngomongnya. Lagian gue lagi makan diajak ngobrol,” “Ah ngeles lo! Gimana udah lo kasih kan tapi tuh surat gue?” Miko memperlihatkan jempolnya pada Gladys, tanda dia sudah melaksanakan tugas. Miko tak menghiraukan Gladys, “Ah, yang penting gue dapet es krim. Dan bonusnya ditemenin bidadari cantik,” Miko cekikikan dalam hati.  Miko pagi ini membawa setumpuk buku, maklumlah jurusan IPA itu musti komplit pake banget buku-buku referensinya. Kali ini pelajaran Kimia. Pak Nanang, begitu beliau disapa oleh siswa-siswa SMA Harapan ini memanggilnya ke ruang guru. Perawakan Pak Nanang yang mirip Pak Raden ini ditakuti oleh semua siswa. Berhubung hari masih sangat pagi, karena memang Miko sengaja menyetel alarm jamnya pukul 5 teng teng untuk berangkat. Kenapa? Karena mobil yang satu-satunya itu dibawa kuliah abangnya pagi buta. Katanya ada acara keluar kampus. “Mana tugas kamu kemarin?” Miko gemetar, alhasil malah menjatuhkan buku-bukunya. “Ini apa Ko?” Pak Nanang memungut amplop warna pink. “Cilaka” Miko menggerutu dalam hati. “Itu anu Pak, anu…” “Anu apa? Kalo ngomong yang tegas, cowo kok lebay. Ini surat cinta kamu toh?” tanpa pikir panjang ketimbang dia membantah dan urusan panjang, Miko pun mengiyakan perkataan Pak Nanang. Alhasil… “Kamu ngingetin Bapak pada zaman Bapak sekolah dulu, Bapak juga pernah ngirim surat cinta kayak kamu ini.” “Terus Pak?” Raut muka Pak Nanang tak seseram waktu dia pertama masuk ruangan ini tadi. Sekarang malah mau nangis, “Bisa lebay juga guru galak kayak gini.” “Ya gitu, ditolak… Huhuhu. Dia sekarang udah nikah, dia cewe pertama yang bisa buat saya ngerasa tenang, adem kalo deket dia,” Pak Nanang malah curhat sama Miko. Tugas tadi pending sekejap karena intermezzo kebablasan yang tanpa rencana. Pak Nanang nangis sesenggukan. “Pertama kali gue lihat Pak Nanang nangis, hahaha… Moment berharga,” semenit kemudian, beliau mengusap air matanya pake sapu tangan. “Udah, kamu bawa surat ini lagi. Mana tugasnya? Tapi jangan bilang-bilang sama siapapun kalo saya nangis ya, Ko. Bisa luntur kredisibi… apa itu… ?” “Kredit?”  “Bukan, ah sok tau kamu… kredibilitasisasi saya,” kata Pak Nanang mantap. “Kredibilitas, Pak.” Miko membenarkan. “Ya terserah saya, itu kan bahasa Nanangisasi, memangnya Viki saja yang punya kamus Vikinisasi,” Miko cuma nyengir mendengarnya. Lalu Miko pamit ke kelas, menahan tawa. Diselipkannya lagi surat Gladys ke salah satu bukunya. Isi surat itu tak lain adalah Gladys mengajak Vino ketemuan. Miko tak rela jika mereka berduaan, apalagi dalam suasana romantis. “Aduh!” Tanpa sadar Miko menabrak teman sekelasnya. Buku-buku kimianya berserakan ke mana-mana. “Ah lo, Dim, ngagetin gue aja lo,” gerutu Miko. “Sorry gue buru-buru, ada PR bro..” “Kebangetan nih anak,” batin Miko. Segera dia bereskan buku-bukunya dan melangkah menuju kelasnya. Malam harinya Miko mondar-mandir tak jelas, mengacak-acak meja belajarnya. Tas, meja, lemari, tempat tidur tak luput dari tempat pencariannya. “Lo ngapain Ko? Kamar lo diacak-acak kayak gini.” Miko tak menyahut. “Kooooo…!” “Iyaaaaa Bang!!” “Busyet, suara lo! lo lagi nyari apaan sih kayak orang kehilangan pacar aje lo?” “Udah Bang, lo keluar aja, gue bisa cari sendiri.” Abangnya pun menurut, keluar tanpa adanya teriakan Tarzan yang biasanya diteriakkan Miko pada saat dia benar-benar kesel sama sesuatu hal ataupun seseorang. “Tuh surat tadi pagi kayaknya gue selipin di buku gue deh, kok nggak ada sih y?. Ayoo dong jangan maen petak umpet, udah malem nih…” Miko ngedumel tak jelas di dalam kamar. Sedang abangnya asyiik mendengarkan i-phone-nya di ruang tengah. “Aneh, surat apa tuyul sih? Ngilang nggak pamitan,” Miko mulai ngaco. Dia berusaha mengingat-ingat ke mana saja dia seharian tadi. Kalau tak salah dia hanya mampir beli bakso deh di warung depan sekolah pulang sekolah tadi. Mana mungkin ada yang nyolong buku. Kimia lagi. “Whatsssss… Jangan-jangan...” Miko teringat, dia bertabrakan dengan Dimas di depan kelas tadi. Apa buku kimianya ketuker? Buru-buru dia mengecek buku kimianya. Daannnn… “Aaarrrg!” teriakan Tarzan keluar dari mulutnya. “Matilah saya!” di buku tersebut tertera nama ‘Dimas Alvino’. Tentu saja abangnya tak mendengar, musik khas underground tengah mengalun di ruang dengarnya.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices