mak comblang jatuh cinta
Mak Comblang Jatuh Cinta

Mak Comblang Jatuh Cinta

Reads
120
Votes
0
Parts
20
Vote
by Titikoma

10

Suara bel pintu telah terdengar oleh Miko, dengan gelagat girang dia membuka pelan pintu itu. Namun, sebelumnya dia mematikan seluruh lampu di dalam ruang tamu, hanya tersedia beberapa hiasan kerlap-kerlip bernuansa lagu Eropa romantis, beberapa lilin berwarna merah, kuning, kurang lebih berdiameter 5 cm berpencar memenuhi sebagian sudut ruangan. Terlihat Gladys terkagum dengan nuansa romantis yang disajikan oleh Miko. Dia melangkah masuk dengan wajah berbinar, ada kebahagiaan terpancar di kedua bola matanya nan bening dan tajam. Gaun indah berwarna biru nampak menambah anggun Gladys, rambutnya yang sengaja dibuat ikal setelah keluar dari salon, semakin membuat aura wajahnya menyerupai artis Tamara Blezenski. “Selamat datang, cantik...” ucap Miko membuka pintu dengan melebarkan senyum semanis mungkin. Mendapati pesona Miko dengan olesan minyak di rambutnya itu, semakin membuat Gladys geli diperlakukan seperti seorang ratu. Namun, pujian cantik dan perhatian Miko membuat hatinya luluh dalam sanjungan itu. Langkah kakinya memasuki ruangan, sungguh berbeda, tak seperti belakangan hari yang dia dapati, semua berubah. “Ini semua lo yang bikin, Mik?” “Iya lah, kalau buka gue, emang hantu sebelah rumah?” Miko membuat suasana terkesan semakin romantis dengan lelucon gaulnya, hal itu membuat Gladys sempat mencubit hidung mancungnya dengan gemas. Miko melonjak kegirangan, “Uhui!” teriaknya dengan spontan, merasa hebat diperlakukan dengan sesuatu sekecil itu, jantungnya kian berdebar hebat. Miko terkagum-kagum dengan kecantikan Gladys malam itu, meski ruangan nampak remang dengan senandung hangat lagu-lagu bernuansa cinta, dia mampu merasakan kehadiran sang putri memasuki istana megahnya. Beberapa bunga mawar sudah dipersiapkannya menghiasi ruang makan bertaplak putih. Pinggirannya dengan border cantik, secantik gaun yang dikenakan Gladys malam itu, sungguh serasi, bagai awan dan lautan yang berpadu dalam malam berkesan. “Wow… gue nggak nyangka banget Miko, lo tuh bisa jadi cowok seromantis  gini,” ujar Gladys terkagum-kagum melihat seluruh suasana ruangan tamu. “Siapa dulu… gue! Duduk Sayang,” lanjut Miko menarik sebuah kursi dan mempersilakan Gladys duduk di kursi yang sudah dipersiapkan Miko. Kedatangan Gladys malam itu merupakan hal yang paling luar biasa bagi sejarah pertemuan Miko. Karena tidak mudah mendapatkan Gladys dalam kurun waktu secepat itu, tunduk dalam rengkuhan hatinya. Miko tidak mau menunggu waktu kian larut, dikeluarkannya kedua menu yang sudah dipersiapkan dari tadi dari dapur yang masih terlihat hangat, dia menyajikan persis di hadapan Gladys. Bau harum makanan itu mengundang Miko ingin mencicipi dengan lahap, demikian tak kalahnya dengan Gladys yang semakin dibuat tak berdaya dengan sajian lezat mengundang seleranya naik tiga kali lipat dari hari biasanya. “Gila! Enak sekali baunya Miko. Boleh ya kita memulainya sekarang,” ujar Gladys sudah tak menatap persetujuan Miko dan langsung memegang garpu dan pengiris daging sapi. Kepalanya menunduk sekejap dan mendapati bau harum daging setengah matang itu kian membuat Gladys menelan ludahnya. Dituangkannya saos jamur yang sudah dalam wadahnya, Miko mengikuti gerakan Gladys. “Tunggu, Dys. Apakah emang harus sekarang makannya?” Miko meyakinkan. “Iyalah, emang mau nunggu besok?” “Pelan-pelan ya Sayang,” lanjut Miko nampak cemas. Seperti ada yang tengah disembunyikannya. Namun, hal itu tidak diketahui oleh Gladys. Dalam hitungan menit, menu yang tersaji itu dilahapnya sampai habis, sepertinya Gladys menyukai menu malam itu. Tapi, justru Miko hanya mengirisnya saja, menunggu respons Gladys akan sesuatu yang sudah ditanamnya dalam daging yang terbelah itu. “Enak sekali, Miko. Lo tahu aje kesukaan gue nih. Loh, kok lo nggak makan tuh beef steak, kenapa lo ini? Lagi nggak enak badan ya?” Gladys bengong. Tangannya mengambil selembar tisu dan mengusap pelan pada kedua bibirnya yang merona merah. Sementara hidangan di depannya habis tak tersisa sedikit pun, Miko tercengang melihat itu semua. “Gladys, emang lo nggak ngerasa ada apa-apa waktu makan daging itu?”  Miko khawatir dengan pertanyaan yang terlontar dengan sedikit rasa cemas itu. “Maksud lo? Emang ada apa?” “Tadi...” Miko tak mampu menjawab, dia bingung mau mengutarakan sesuatu. “Kenapa? Lo masukin apa ke makanan gue?” Gladys terhenyak, spontan berdiri dan menatap kedua sorot mata Miko serius, ada kekhawatiran mendalam tentang pertanyaan Miko yang membuatnya salah tingkah. “Gue tadi ta… taruh… “ “Taruh apaan sih lo? Cepetan ngomong dong!” “Cin... cin… cincin!” seperti tersekat dalam tenggorokan, Miko tak bisa berpikir. “Apa! Cincin apaan?” “Lo ngerasa menelan nggak cincin segede itu?’ “Nggak tuh. Kenapa juga lo taruh cincin dalam makanan gue? Oh, gue tahu! Ini pasti ide gila lo buat ngikutin film-film atau drama percintaan itu ya? Iya kan?” Gladys mengguncang-guncangkan kedua pundak Miko dengan tangannya. Dia nggak yakin aja bila Miko mampu melakukan hal bodoh itu kepadanya. Gladys panik, matanya sedikit memerah, ingin rasanya dia menangis dan memuntahkan makanan yang sudah ditelannya. Miko menyuruhnya duduk untuk menenangkan diri, sambil berpikir bagaimana untuk mengeluarkan cincin yang sudah ditelan cewek kesayangannya. “Gini aja, lo masukin dua jari ke tenggorokan, nanti lo bakal ngerasa ingin muntah, siapa tahu cincin itu keluar.” “Gila ah, nggak mau!” “Emangnya lo mau kalau periksa X-ray nanti dokter mendapati cincin itu dalam perut lo?” “Jangan nakutin, ah. Emangnya lo masukin cincin itu mau ngapain?”  “Yah, maksud gue sih untuk tanda mata hubungan kita berdua saja. Bukankah kita sudah jadian? Padahal cincin itu gue beli dari hasil tabungan gue selama ini, nggak mengira harus sampai di sini berakhirnya.” Gladys tegang, lebih tegang lagi muka Miko. Dia kebingungan dengan bagaimana cara mengeluarkan cincin itu. Gladys memukuli perutnya, dia sebal. Tak terbayang bila dalam hidup ini dia harus menelan cincin sebesar itu ke dalam perutnya. Ada rasa takut jika dia harus operasi perut hanya untuk mengambil cincin. Sungguh mengerikan sekali bukan? Mereka berdua duduk terdiam, Miko berpikir tapi masih manyun pasrah. Gladys masih berjalan mondar-mandir mencari jalan keluar terbaik. “Nggak benar ah, Mik. Kalau elo masukin tuh cincin, gue waktu mengunyah pasti ngerasa. Mana mungkin ketelan begitu saja? Lo lupa kali naruhnya?” Gladys duduk di samping Miko, menatapnya serius dan memegang kedua pipinya. Miko terperanjat, langsung membuat Gladys ikut heran. “Benar juga kata elo, Dys. Mungkin aja gue salah naruh ya? Coba gue lihat.” Miko mendekati beef steak-nya sendiri, dia membuka belahan yang memang kedua menu itu sempat dia racik sendiri dalam dapur. Dia kaget, cincin itu masih ada di sana. Dia mengambilnya dan berucap syukur,” Miko membalikkan tubuh menghadap Gladys. Cewek itu tersenyum, tanpa pikir panjang lagi dia memukul dada Miko dengan manja. “Ternyata gue yang salah naruh menu buat lo, Dys. Untung gue nggak makan habis tadi, coba kalau nyangkut di tenggorokan gue. Bisa masuk RS malam ini deh,” Miko memakaikan cincin itu setelah dilapnya bersih dengan tisu di sampingnya. “Ah, jahat banget sih ama gue. Suka lupaan gitu, bikin deg-degan, jantung mau copot aje,” ungkap Gladys dengan terus memukulkan tangannya ke arah Miko penuh manja. Miko mencoba mengekspresikan diri dan mendekap tubuh Gladys ke dalam dadanya yang bidang. Gladys terdiam, Miko mendekatkan bibirnya ke bibir Gladys. “Hoi...” suara itu mengagetkan Miko. Matanya terbuka dengan wajah kebingungan. Tangannya mengucek beberapa kali kedua mata dengan pikiran yang belum sadar.  “Lo tuh nonton film apa tidur? Sana masuk kamar, sudah larut nih, tuh lihat jam tiga dini hari, Mik.” “Jadi… jadi gue tadi…” “Iya, lo tuh tidur. Gue ngerasa terganggu aja dengan suara teriak-teriak dalam film, makanya gue keluar dari kamar. Eh boro-boro lo ngelihat filmnya, justru tuh TV yang lihat lo tidur dengan aneh. Main monyongin mulut lagi. Emang lo tuh mau nyium siapa?” “Gue cuma mimpi. Aduh! Kenapa dibangunin, mimpi lagi seru juga!” ujar Miko menyesali sudah terbangun dari mimpi romantisnya bersama Gladys. “Sudah, masuk sana ke kamar. Gue matiin aja ye nih film. Lain hari lo bisa putar balik nih DVD.” “Terserah lo aje, Bang. Lagian gue mending mempertahankan mimpi gue barusan daripada nonton film itu,” lanjut Miko serius. “Emangnya elo ngimpi apaan barusan?” “Udah ah, ngantuk gue,” Miko berhambur menuju kamarnya, jalannya sedikit limbung. Namun, dia tetap memilih tidur di dalam kamarnya daripada harus dengan posisi tak karuan di atas sofa.  Acara malam itu nampak berbeda dengan mimpi yang Miko alami kemarin. Meski kenyataan harus makan bertiga, Miko mendapati keromantisan di mata Gladys hanya tertuju pada Vino. Gladys nampak anggun dengan balutan kain batik yang menutupi bagian dada sampai ke lutut, coraknya pantas sekali dengan cewek seputih dia. Sambutan terhangat diterima Gladys saat mendapati Vino mengenakan kemeja biru dengan celana hitam, sungguh tampan sekali. Miko sendiri simple, mengenakan celana jeans panjang dengan t-shirt warna merah, tak ketinggalan dengan model rambutnya yang unik, tapi Gladys menganggapnya biasa saja. Jamuan makan malam tersaji di atas meja, suasana musik mengalun dengan tenang. Namun, lampu di ruangan itu tetap tak berubah, terang. Rasa cemburu mulai menyulut Miko untuk memilih diam dan tidak bersemangat melahap makanan yang didatangkan dari restoran terdekat dari rumahnya. Mulai dari mengambilkan sayur, menyuapi, dan sampai bercanda yang membuat kecemburuan Miko semakin tak tertahan lagi. Miko beralasan sakit perut dan berlari menuju ke kamar. Vino tidak mengetahui kepura-puraan Miko ingin meninggalkan suasana makan malam bersama. Sementara Gladys tak menghiraukan Miko, karena dia mengira memang Miko sedang sakit perut saja. “Lama banget Miko ke kamar kecil? Barangkali ada yang tak beres nih,” ujar Gladys heran. “Iya juga ya? Kenapa nggak kembali duduk di tengah jamuan makan malam kita?” “Miko!” teriak Gladys mendekati arah menuju kamar Miko. Diketuknya pintu kamarnya, belum mendapati jawaban juga. “Ada jawaban nggak, Dys?” tanya Vino panik. “Belum tuh,” Gladys mencibirkan bibir bawahnya seraya menggeleng. Tak seberapa lama, Miko menjawab dari ruang dalam. Gladys hanya meyakinkan bahwa dia dalam keadaan baik-baik saja, demikian dengan Vino yang juga mengkhawatirkan Miko. “Kalian makan aja dulu, gue sedikit kurang enak badan nih. Tapi, tenang aje, besok pasti udah baikan. Gue yakin itu,” terang Miko sambil melongok ke daun pintu kamarnya, memastikan dirinya baik saja. Gladys dan Vino pun menuruti kemauan Miko, mereka masih menikmati makan malam bersama. Hingga kepulangan Gladys pun Vino masih mengantarkannya dengan mobilnya sampai ke rumah.  Senin pagi, Gladys mencari keberadaan Miko. Entah, dari dia datang tidak menemukan Miko, padahal tas sekolahnya masih di atas bangku. “Lo lihat Miko nggak?” tanya Gladys pada salah satu teman kelasnya. “Mungkin aja di taman atau di kantin, gue tadi lihat dia menuju ke sana,” jawabnya. Langkah Gladys menuju taman, dia mendapati Miko sedang duduk sendiri di sana. Seperti biasa Gladys mengendap diam-diam dan mengagetkan Miko. Miko tak terpancing, berdiri, kemudian pergi tanpa menoleh sedikit pun ke arah Gladys. Cewek itu salah tingkah, mengejar dan mengikuti Miko dari belakang. “Napa lagi sih, Mik.? Apa salah gue? Maaf kalau ngagetin lo.” “Nggak lucu tahu,” Miko membalikkan tubuhnya, tatapannya kali ini beda. Dia memendam kemarahan. “Lo tuh tahu nggak, gue tuh suka ama lo. Kenapa lo kagak tahu juga sih? Kenapa naksir abang gue? Apa kekurangan gue selama ini buat lo?” ucap Miko berlalu. Gladys diam mengeryitkan kening, tak bisa berucap apa-apa kecuali meneteskan air mata. Tak disangka bila Miko ternyata memendam perasaan itu terhadap dirinya.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices