Lope-lopeku, lo di mana seh? Kagak ngerti apa ama perasaan gue? Ohh kejamnya dikau. Jeritan pilu Miko dari balik hatinya yang galau. “Gue harus cari di mana ya, Gladys?” sambil Miko terus berusaha memencet-mencet telepon genggamnya. Mencoba menelpon Gladys. Tilulit... tilulit.... tilulit.... Deringan hp Gladys berbunyi. Tak juga Si Lope-Lope mengangkat. Justru tiba-tiba, tutt... tutt... tutt .... Hp-nya hilang koneksi. “Sial!” gerutu Miko yang menyadari kalau Gladys sengaja udah matiin. Titt... titt... titt.... Miko mencoba memencet tuts hp lagi. Menghubungi nomer yang lainnya. Terdengar ring tone lagu dari Beyonce Featuring Jay Z berjudul Drunk In Love. Miko merasa perjuangannya merebut hati Gladys dari abangnya, Vino seolah sia-sia. Bagai mengarami lautan saja. Itu yang dipikirkannya. Dengan langkah gontai ia menuju parkiran. Mengambil kontak mobil dari saku tasnya. Bukannya pada umumnya kunci ditaruh di saku celana, ini malah disimpan di tasnya. Ngekkk ... ngekk .... Pake acara lama lambreta lambamba pula mobil yang dinyalakan Miko. Lama banget tidak mau kompromi. Dicobanya sekali lagi. Ngekk ... Bremmm ... bremmm .... Nyala juga mobilnya Miko. “Widihh! Malu-maluin saja mobil kamu Mik! Keluarga yang punya rumah mewah berkelas international, dengan hiasan penuh ornamen dari luar. Bergaya Spanyolan. Tak lagi bergaya minimalis,” itu yang diinget Miko saat Salma mencibir. Ketika mobilnya tanpa memberi aba-aba tiba-tiba rewel tanpa pesan. Setelah menyetir cukup jauh, dari medan kampus. Miko kepikiran menyusul Gladys, sampai ke toko aksesori. Telah ia cari setengah jam, tak juga melihat Si Lope. Lalu Miko memutuskan beranjak ke toko buku. Soalnya Gladys suka baca buku komiknya Khususon. Sementara di lain tempat, Gladys nongkrong di coffe shop yang menjadi langganan Vino. Alamak Jahhh! Sia-sia saja Miko yang masih kelilingkeliling di toko buku setelah muterin toko aksesori nggak nemu sosok Gladys juga. Parahnya sudah bisa diduga, kini dalam benak Gladys kalau Miko sudah minus plus plus. Alias jelek banget reputasinya.  Di sudut toko buku, Miko terduduk di depan pintu masuk. Kasihan benar kayak orang kebingungan, bahkan nyaris kaya orang gila saking awut-awutannya. Baju seragam dikeluarin, rambut acak-acakan dan tampangnya kucel. Ini akan menodai kredibilitas keluarga Singodiningrat. Tapi bagi Miko kini mau darah merah, darah putih, darah ungu, darah biru, apapun darahnya. Ia tak peduli lagi. Baginya Lope-Lope pokoknya paling yahuuud! Tanpa pikir panjang setelah tak menemukan di dua tempat favorit Gladys, bergegas ia masuk ke mobil lalu berusaha mencari lagi. Namun baru sepuluh menit melaju. Ia melihat sosok cewek yang persis dengan Si Lope-Lope. Bahkan tas dan bajunya. “Itu dia!” teriak Miko dari dalam mobil. Ia bergegas menuju kedai kopi yang hanya berjarak 500 meter dari toko buku langganan Gladys. “Yah ternyata Gladys habis dari kedai kopi langganan Bang Vino!” gerutu Miko. Muka Miko tak mampu menahan rasa kesal karena Gladys ikut-ikutan suka nongkrong di kedai kopi kesukaan kakaknya. “Dys... Dys...!” panggil Miko. Spontan Gladys menoleh. Tapi begitu melihat Miko, malah ia merasa sakit hati dan marah. Lalu memilih bergegas menjauhi kedai kopi tempat Gladys dan Vino memang pernah ketemuan. “Gladys, kok kamu sebegitu marah dengan Miko?” Ia bingung dengan perasaannya. Padahal harusnya ia senang jika ternyata Bang Vino menepati janji tidak membuka kertas kotak batik pemberiannya. Tapi kenapa yang ada malah hatinya kesal. Ini sungguh aneh di luar dugaan. “Apa aku dan Miko...?” batin Gladys. Tapp... tapp... tapp... Miko mengejar Gladys. Dan Gladys tak menghiraukannya. Bahkan mata Si  Lope tak memperhatikan jalan. Hingga .... Ciiittttt .... Braaakkk!!! Gedubrakk!!! “Aghhh!” Gladys menjerit saat tubuh Miko menghantam mobil Grand Levina yang hampir mengenai Gladys. “Miko!!! Teriak Gladys kebingungan. Ia terlihat gugup, sedang Miko mengerang kesakitan. Dengan segera orang-orang di sekitar berdatangan melihat kejadian yang menimpa Miko.