
by Titikoma

Selamat Datang Mimpi Buruk
Setelah urusan Salsa dan Bondan selesai perjalanan pulang mengantar Salsa, Mauren memilih diam. Sesekali memberi masukan atas masalah Salsa dengan Bondan tentang waktu pernikahan yang tepat. “Sepertinya aku setuju dengan saran kamu Mauren, aku dan Bondan akan ambil pas liburan semester. Mauren, kenapa kok kamu bengong terus dari tadi aku perhatikan, gantian kalau kamu ada masalah bisa kok berbagi denganku, selama ini kamu selalu menjadi tempat curhat kita semua, kenapa Mauren? wajah kamu dari tadi ditekuk sepertinya kamu sedang memendam kekesalan.” Mauren menarik dan menghembuskan nafas panjang, sebenarnya dia tidak ingin membagi masalah pada sahabatnya yang sedang ribet dengan berbagai pernak-pernik acara resepsi pernikahan, tapi melihat Salsa tulus meminta dia bercerita sepertinya tidak ada salahnya sesekali dirinya yang bercerita kalau sedang mempunyai masalah karena keinginan mamanya yang dianggap impossible dijalani. “Wahhhh Mauren kereeeeeen! Aku bakalan mendukung kamu jadi model! Keren deh Mauren apalagi Agensi Ratna’s modelling itu terkenal sekali lho! Aku tahu tuh kaya Marsya, Trisna, Lolita itu model-model kelas papan atas hasil pendidikan Agensi Ratna dan buat foto model cowoknya aku suka banget dengan Nico ampuuun dia ganteng banget! Sekarang apalagi merambah jadi pemain sinetron dan barusan film layar lebar aduuh aktingnya oke banget deh!” Tidak Mauren duga kalau Salsa sebegitu hebohnya bahkan mendukung dia untuk menerima tawaran langka itu. “Eh Nico? Memang dia terkenal ya?” Mauren berkata dengan nada sarkasme. Ingat cowok yang biasa di panggil Nico kembali membuat Mauren keki, semua gara-gara dia jadi sekarang dirinya mendapat masalah dengan mamanya. Mauren masih berpikir bagaimana caranya agar bisa kabur dari rencana dan keinginan mamanya yang sepertinya sudah tidak bisa ditangguhkan dengan apa pun. “Mauren kadang kita memang harus berani mencoba hal lain, apalagi ini kesempatan yang tidak akan datang dua kali lho! aku juga sehati dengan mamamu. Siapa tahu ini jadi ladang rejeki kamu, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok-besok tapi jangan lepaskan kesempatan ini Mauren! Kamu di tangan desaigner besar Roki Sanjaya yang sudah seumur hidupnya malang melintang di dunia model dan sudah banyak membantu orang biasa menjadi model papan atas. Ayolah Mauren semangat! Aku akan mengkabarkan pada sahabat-sahabat tentang berita baik ini.” Mauren tidak mengira akan tanggapan Salsa yang sangat antusias mendukungnya. “Jadi aku harus coba ya Sa?” Mauren memastikan pada Salsa dan berharap Salsa merubah pendapatnya. “Iya dong! Ini akan jadi titik balik kamu Mauren ... tapi saranku model dunia glamour dan kamu harus tetap menjadi diri kamu Mauren, kamu yang tetap baik, rendah hati, tidak sombong, setia kawan dan selalu ada buat sahabat-sahabat kamu saat sedih dan senang.” “Entahlah Sa, aku sangat ragu! Aku sendiri sudah merasa sangat nyaman dengan aku yang sekarang. Walau memang hidupku datar-datar tidak ada gelombang apa pun tapi memang inilah kenyamanan yang aku damba selama ini.” “Hmmm tidak ada salahnya Mauren kamu memenuhi permintaan mama, apalagi mama Rafika sampai memohon ini permintaan yang terakhir, jadi beliau yakin dengan kamu berubah maka akan jadi jalan hidup kamu selanjutnya.” Mauren diam-diam baru menyadari kalau Salsa yang selama ini dianggapnya seperti anak kecil karena apa-apa selalu tergantung Bondan bisa juga memberikan saran yang masuk akal. “Iya deh nanti aku coba pikirkan lagi, tapi menurut kamu memang aku pantas ya jadi model ? sepertinya aku lebih cocok jadi preman deh!” “Maureeen kamu tuh intan yang belum digosok aja! Aku yakin Om Roki pasti menemukan sesuatu yang istimewa dari diri kamu sampai berani meminta mama kamu agar kamu bergabung ke agensi asuhannya.” Salsa memberikan kepercayaan diri pada Mauren. Sudah tiga hari dari tawaran Mauren untuk jadi model, sudah tiga hari ini mama terus merayu Mauren untuk mencoba sekali saja datang dulu ke tempat pelatihan menjadi model. Tapi Mauren masih tetap bersikeras sampai-sampai papa turun tangan sambil setengah mengancam akan menarik fasilitas mobil kalau Mauren tidak mau sekedar mencoba dulu seperti kemauan isterinya. Tidak hanya papa, Moreno kakaknya juga mendukung penuh! Moreno udah kenyang dengan kelakuan adiknya yang kerap memakai baju-baju kaos kesayangannya, dengan merubah Mauren menjadi cewek barangbarang dia juga akan aman. Mauren tidak punya pembela satupun bahkan semua sahabat-sahabatnya yang sudah tahu dari Salsa semua mendukungnya. Satu persatu menelepon dan memeberi dukungan juga Cika yang sedang mengalami masalah berat dengan Bram. “Mauren nih Om Roki sudah telepon Mama lagi, besok kamu pokoknya harus menyempatkan ke butik Tante Ratna, jangan coba-coba kabur Mama akan selalu mengecek keberadaan kamu dengan Tante Ratna, Om Roki juga Nico.” Mama berkata dengan nada keras. “Hmmm...” Mauren meninggalkan mamanya sambil tetap memakan apel yang dilahap dengan kesal. Mauren melangkah berat meamsuki butik Ratna sehabis kuliah Teknik Komunikasi Arsitek 1. Suasana lumayan ramai dengan para pengunjung butik. “Selamat datang Mauren?” sapaan yang tidak asing di telinga Mauren, suara dan sapaan yang ramah seperti seminggu lalu saat pertama kali melangkahkan kakinya ke butik Ratna. Siapa lagi kalau bukan Nico yang senyumannya bagi Mauren adalah senyum kemenangan karena akhirnya dia datang juga untuk ikutan latihan modelling. “Wah senang kamu mau gabung Mauren, ayo langsung latihan. Om Roki dan beberapa model sudah di dalam. Kita akan ada event lho, jadi kamu harus cetepan bisa latihan jalan di panggung catwalk.” Mauren kaget karena tiba-tiba Nico sudah menarik tangannya untuk masuk ke sebuah ruangan yang saat di masuki semua sisinya kaca-kaca. Ada beberpa cewek dan cowok yang tubuhnya langsing tinggi dengan model rambut beragam, tapi yang jelas semuanya modis dan enak dipandang mata. Mauren ingin menghentakan tangan yang dipegang Nico tapi naluri menahannya, saat ini terlalu capai untuk bertengkar. Dari pagi tadi mata kuliah di kampus sudah membuat otaknya terkuras. Dan sekarang demi ambisi mama, harus mengikuti kegiatan yang menurut Mauren mimpi buruk. Bagaimana bukan mimpi buruk, selama sembilan belas tahun nyaman dengan kegiatan fisik, baju suka-suka dan tidak pernah memakai rok kecuali seragam sekolah. Tapi lihatlah sekarang yang dihadapannya gadis-gadis model yang tampaknya memandang aneh dengan dirinya, semua memakai baju yang semestinya seorang model. Baju yang tidak mahal tapi menarik, modis, serasi dan sepatu yang mereka pakai rata-rata sepatu tinggi Mauren tidak enak hati sekarang semua mata tertuju padanya sementara pegangan Nico belum juga lepas di tangannya. “Ehemm!” Deheman Om Roki mengagetkan, baik Nico dan Mauren saling menepis pegangan satu sama lain. “Ihh apaan sih, aku bisa jalan sendiri tahu!” otomatis Mauren mengomel terlambat sadar dari tadi dia ditarik Nico. Nico hanya tersenyum maklum lalu berjalan santai membaur dengan para model yang masih memandang Mauren dengan berbagai pandangan aneh, sinis bahkan ada yang berbisik-bisik. “Ehem Mauren selamat datang ke dunia impian, disini kamu tidak bisa seenaknya sendiri! Dalam bersikap, kedisiplinan dan sorry juga berpakaian. Di sini modelling tempat mendidik orang menjadi model yang profesional bukan preman!” suara Om Roki menggelegar di ruangan yang cukup besar. Mauren memasang wajah juteknya dan jerit bathinnya,”Kamu pikir aku senang apa di sini! Bah mimpi cewek-cewek narsis aja kaleeeee! Kalau bukan demi mama nggak sudi aku datang kemari!” “Hai Mauren kamu dengar! Jadi Om harap latihan hari Jumat besok kamu jangan berdandan seperti preman! Hargai agensi model tempat kamu belajar! Faham!” Om Roki menatap tajam menantang mata Mauren yang menatap tajam juga padanya tanpa takut. Sejenak aura yang timbul adalah bukannya nasehat positif tapi sebuah permusuhan. Nico menyadari ketidak enakan. “Ehem! Om gimana kalau kita mulai latihan buat event pembukaan mall Citra. Sepertinya sudah lengkap yang akan meragakan baju rancangan Om,” Nico mencoba mengalihkan saling tatap Om Roki dan Mauren yang ogah-ogahan. Saat bersamaan,tiba-tiba masuk seorang cewek semampai yang sangat cantik dengan cueknya,”Maaf ... maaf terlambat sebentar! Tadi kena macet biasa Jagorawi.” Cewek tinggi semampai, dengan mata biru karena softlens yang dipakainya, dengan jeans ketat dan baju merah tanpa lengan lekat di bandannya semakin mencetak keseksiannya. “Lolita! Kamu selalu datang terlambat! Jangan mentang-mentang sudah mulai banyak orderan kamu bisa seenaknya saja datang di kelas aku!” Kembali suara Om Roki mengomel seperti seorang perempuan. Mauren tersenyum sinis menyadari kalau Om Roki tidak beda seperti cewek. Kemarin tidak terlalu memperhatikan tapi barusan marah dia kepadanya dan model yang bernama Lolita nggak beda jauh seperti emak-emak. Mauren mulai meraba-raba sepertinya ada yang janggal dengan Om Roki, analisa Mauren Om Roki itu seperti banci. Mauren cuek berjalan menepi, pasrah setelah ini harus bagaimana. Sepertinya Om Roki juga dua muka waktu ada mamanya dia bersikap ramah tapi sekarang kepadanya bersikap menyebalkan. “Buat semuanya pokoknya untuk latihan tidak ada lagi yang ngaret! Kalau mau ngaret silakan hengkang dari group modelling Ratna. Silakan kalian cari tempat yang tidak mengutamakan kedisiplinan! Dan ada teman baru,saya harap kalian mau mengajari pada Mauren. Ya Mauren silakan kamu perkenalkan diri kamu.” Mauren agak grogi juga selama ini dia paling nggak suka hal-hal yang berbau perkenalan, ngomong di depan. Tapi mau tidak mau! Selamat datang mimpi buruk. “Nama saya Mauren Malala Putri, biasa dipanggil Mauren. Saya mahasiwi Teknik Arsitektur Universitas Nusantara Bangsa semester satu.” Jelas padat dan singkat. “Ada yang mau bertanya?”Om Roki melempar pertanyaan. Semuanya diam sepertinya model-model senior males banyak bertanya pada Mauren yang pasang wajah cuek. Tapi tiba-tiba Nico mengacungkan tangan membuat Mauren dongkol, “Boleh tanya spesifik, kira-kira cewek tomboy kaya kamu sudah punya pacar belum ya?” “Huaaaaa ... gerrrrr ....” Berbagai suara asing membuat kuping Mauren panas menggema. “Eeee saya kira saya punya pacar atau tidak bukan urusan kalian!” Mauren tersenyum sinis dan menatap tajam menatang Nico yang salah tingkah. Sepertinya Nico melakukan kesalahan dalam bertanya, hal yang dianggapnya candaan ternyata membuat Mauren kesal. Jelas pertanyaan Nico membuat Mauren kesal gara-gara dia tidak punya cowok maka mamanya menganggap dia cewek tidak normal alias kelainan. Sampai-sampai untuk merubah kepribadiannya dia harus melewati dunia modelling yang merupakan mimpi buruk dan Mauren walaupun menolak keras tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Sekarang Mauren tidak ada pilihan yang ada dia harus maju dan membuktikan pada keluarganya kalau dia gadis normal walau berpenampilan preman seperti yang disebut-sebut mama dan baru saja Om Roki. “Ok semua siap blocking berpasangan, Lolita dengan Nico, Nancy dengan Fariz, Mala dengan Boy, Mita dengan Luki, Tresna dengan Aras, Marita dengan Argya. Oke sip jalan! Tanpa musik!” Enam pasang model berjalan pertama semua keluar sendiri-sendiri dengan selang seling model cewek kemudian cowok lalu blocking ke dua berpasangan. Semua berjalan dengan santai, menapakan kaki mereka dengan kekuatan di ujung kaki. Melenggak-lenggok dengan sesekali meletakan tangan ke pinggang, kepala tegak, bahu tegak, dan tatapan lurus, tatapan mata tajam penuh arti. Mauren semakin berdenyut kepalanya apalagi mendengar teriakan Om Roki yang cerewet melebihi perempuan. Yang pasti lebih cerewet dan bawel daripada mamanya yang selama ini notabene orang yang paling cerewet di keliling Mauren. “Hoooi Lolita, Nico! Kalian kenapa sih kok nggak konsentrasi sekali! Tuh dari tadi kalian nggak kompak deh jalannya. Nico kiri! Loli kanan! Gimana sih kalian paling senior malah gak kasih contoh bagus! Iiihhhh nyebelin dehhh!” Om Roki menghentak-hentakan kaki dengan gemas dan tangannya menggenggam di depan dada. Mauren nggak bisa menahan untuk tidak tertawa melihat tingkah Om Roki yang benar-benar seperti wanita banget. “Hai Mauren sini kamu mulai belajar jalan! Malah ketawa-ketiwi sendiri! Emang ada yang lucu?” Om Roki membentak Mauren yang asik menonton para model yang kena omel Om Roki termasuk Nico yang dibilang senior, bahkan kata Salsa model papan atas. Mauren berjalan dengan gagah seperti biasa dan maju mendekati para model yang menepi memberi jalan. “Kalian jangan melihat anak baru ini, pasti hanya akan jadi tontonan lucu! Ayo nyingkir ke sisi sana kalian lancarin blocking yang belum pas dan belum kompak!” “Prok! Prok!” dua tepukan Om Roki menggiring model-model menyingkir. Sekarang hanya Om Roki dan Mauren yang berhadapan. Mauren mencoba bersikap santai walau keringat mulai mengucur, bukan ketakutan tapi sesuatu baru dan tak terduga membuat dirinya merasa tidak nyaman. “Kamu coba jalan seperti yang di lakukan para model tadi.” Mauren mengernyitkan mukanya. Bingung membayangkan apa yang tadi dilihat. “Ayo jalan tadi kan kamu udah perhatikan bagaimana mereka berjalan di panggung catwalk!” Om Roki menatap tanpa berkedip, tanpa senyum dan sadis. Mauren agak merinding melihat wajahnya kalau sedang temperamen tinggi. Mauren berjalan dengan tegap, tanpa lenggak-lenggok, dada dibusungbusungin, dan wajah menengadah cuek. Dari seberang tempat dia latihan terdengar suara ketawa-ketawa mengejek, pastinya cara jalan Mauren yang semau gue membuat pemandangan yang lucu dan jadi hiburan model yang suntuk juga sepertinya dengan bentakan-bentakan Om Roki. Sekilas Mauren melihat Nico yang tertawa cekikian melihat cara jalan dia yang entah kaya robot atau model lagi sakit perut. Otomatis Mauren mengacungkan jari tengahnya dan Nico masih menahan ketawa hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Mauren yang berfuck you! Terhadap dirinya. Dalam hati Nico menggerutu, “Dasar cewek tomboy gila! Tapi ... aish ... menggemaskan sekaligus menyebalkan! keras kepala!” “Hai hai hai! Kamu jalan ala peragawati apa tentara maju perang sih! Ampuun Maurenii!” Om Roki menarik tangan Mauren mundur untuk mulai jalan dari strat awal. “Sekarang ikuti saya, langkah panjang tumit sebagai penahan kekuatan tubuh, dada tegap busungkan dikit, pantat jepit tarik atas, wajah datar ya jalan santai.” Mauren mengikuti dari belakang apa yang diinstruksikan Om Roki dan mulai mengikuti cara jalan Om Roki yang sangat lemas melenggak lenggok. Entahlah Mauren tidak bisa melihat dirinya jalan seperti apa yang jelas suara tawaan tertahan terdengar dan membuat Om Roki membalikan badan melihat Mauren yang sedang mencoba mengikuti cara jalannya. “Astagaaa! Ampun! Badan jangan kaku dong! Ih kamu tuh jalan kaya bebek mau berak aja!” Om Roki tampak kesal. Komentar Om Roki membuat para model tertawa sekeras-kerasnya dan wajah Mauren sudah merah jingga kuning hijau biru nila ungu pokonya kaya pelangi. Pelum pernah seumur-umur dipermalukan demikian rupa. “Sialan!” hati Mauren memanas, sisi hatinya ingin menghentikan kegiatan yang membuatnya gila tapi sisi hati lain memaksa dia untuk sebuah pembuktian. Sepertinya masih sama kuatnya untuk terus atau berhenti, tapi jujur jiwa pantang menyerah Mauren malah jadi muncul. Dengan pelecehan para model yang katanya senior akan Mauren buktikan kalau dia juga bisa kok seperti mereka hanya butuh waktu dan usaha keras. “Sial! Sepertinya aku harus pantang mundur. Fine! Silakan kalian menertawakan aku tapi suatu hari kalian akan terkagum-kagum denganku!” Mauren merasa dendam. Tanpa sadar dendam yang menguntungkan rencana mamanya untuk merubah dia menjadi wanita. Dan Mauren tidak sadar. “Hai, hai kalian semua diam! Nggak perlu menertawakan Mauren! Memang pertama-tama kalian langsung bisa jalan! Sama sajalah kalian datang sama bodohnya dengan dia!” Om Roki memarahi anak asuhannya tanpa pernah berusaha mengistimewakan siapa pun. Semuanya sama di mata Om Roki dan Mauren salut! “Mauren hari ini kamu harus belajar jalan dan hari Jumat, Om peringatkan kamu sekali lagi berpakaian cewek! Kalaupun bukan cewek sportif tapi tetap modis! Pakai bedak dan lipstik tipis saja! Mengerti.” “Baik Om,” Mauren kaget kenapa mulutnya menyetujui begitu saja, padahal otaknya berpikir keras dia tidak punya baju-baju cewek yang modis, semua yang pernah diberi oleh mamanya dihibahkan pada sahabat-sahabatnya. Dan Rabu yang melelahkan, Mauren berlatih hampir empat jam untuk berjalan bak model tapi hasilnya tidak jauh dari jalan tentara, jalan bebek mau berak paling parah masih di dengar dari mulut Om Roki berulang kali sampai Mauren hafal dan akhirnya cuek saja diomelin dia. Awalnya kalau mau jujur Mauren sangat sakit hati dikata-katain apa saja, tapi saking seringnya hampir empat jam dengar Om Roki ngomel terus dan kata-kata menyakitkan bukan hanya pada dirinya tapi model-model lama Mauren menarik kesimpulan memang itu sudah karakter Om Roki yang sebenarnya. Omelan Om Roki yang menyakitkan Mauren anggap masuk telinga kanan langsung keluar ke telinga kiri. “Aduuuuh iya itu Bi pijitin agak keras sakit banget! Uiiih ....” Mauren mengumpat kesakitan kaki dan badannya sepulang dari latihan hari pertama modelling. “Iya Non tenang, Bibi urut sampai Non Mauren bisa tidur nyenyak ... sabar ya ...” Bibi Murijah dengan sabar mengurut anak tuannya yang mengeluh badannya sakit semua. Tiba-tiba mama Rafika muncul dan duduk di pinggir tempat tidurMauren. Melihat dengan wajah meringis mengikuti Mauren yang meringis kesakitan karena pijatan si Bibi yang agak keras. “Aduh duh Bi, jangan keras-keras banget juga kaliiiii ...” Mauren memprotes. “Sakit ya Mauren? memangnya di suruh ngapain sih ama Om Roki kok latihan modelling sampai pegal-pegal gitu?“ tanya mama Rafika tanpa rasa berdosa telah membuat Mauren sakit semua badannya. “Aku Mam disuruh jalan kaya bebek berak katanya!” “Hah kok bebek berak sih Mauren, Mama nggak salah dengar?” Mama Rafika garuk-garuk kepala. “Iyaaa kata Om Roki jalan peragawati yang bener itu kaya bebek mau berak!” Mauren sengaja membuat mamanya bingung, rasanya udah malas ditanya macam-macam. Malahan Mauren berharap mamanya segera berlalu agar tidak banyak pertanyaan yang harus dijawab dan bisa menimati pijatan Bibi Murijah yang berjanji sampai menghantarkan dirinya tertidur. “Ya sudahlah, Mama yakin kamu pasti bisa jalan bebek mau berak Mauren. Oh ya Om Roki bilang ke Mama, kalau Jumat besok kamu jangan datang kaya preman lagi ya! Pokoknya Mama akan siapkan baju-baju kamu untuk berlatih jadi model!” Mama Rafika tersenyum bahagia sambil bertepuk tangan di depan dadanya, wajahnya dan matanya bersinar. “Oh Noooo baju pilihan Mama? Nggak-nggak deh! Mama kasih uang aja ke Mauren nanti Mauren pilih sendiri.” “Oh No No No! Ini tugas Mama memilihkan kamu baju-baju keren! Mama tahu kok selera kamu yang modis sportif aja iya kan ?” Mauren nggak tega juga membuat mamanya sedih, Mauren tampaknya lebih baik pasrah untuk dunia mimpi buruknya. “Hmmm Mam, kapan Mauren boleh berhenti kegiatan ini? Model bukan dunia Mauren,” Mauren bertanya ketika mamanya akan berlalu membiarkan Mauren menikmati pijatan Bibi Murijah. “Sabar Sayang, bila Mama sudah yakin kamu adalah seorang gadis normal dan mempunyai pacar,” Mama Mauren mengerling matanya. Mauren termangu jadi intinya mama ingin dia mempunyai seorang pacar dengan begitu terbukti kalau dia memang masih normal walaupun selama ini berpenampilan tomboy. Mauren menikmati pinjatan Bibi Murijah dan mencoba terlelap tidur, tapi matanya susah terpenjam teringat tadi Nico sebelum dirinya pulang sempat menyambangi dan berkata,” Sampai ketemu Mauren di hari Jumat, kamu pasti bisa jangan pedulikan kemarahan Om Roki memang dia selalu bersikap jutek terhadap model-modelnya terutama model cewek ....” Meskipun Mauren kesal tapi melihat sorot mata tulis Nico memilih Mauren bersikap diam dan mengangguk perlahan. “Ya ampuuun tadi aku lembek sekali dengan cowok itu, selamat datang mimpi burukku .....”