
by Titikoma

Lamaran Mas Adit
5 Maret 2016 Pukul 20.00
Aku, Athiyah, Pakdhe dan Budhe sudah ngumpul di ruang tamu. Kami semua menunggu kedatangan Mas Adit. Tadi sore dia sms aku, katanya mau datang ke rumah malam ini. Dia lagi ada di Boyolali. Salah aku juga sih nggak ngasih amanat ke mama, jangan ngasih tau alamatku yang di Solo sama Mas Adit. Ditungguin satu jam nggak datang-datang. “Assalamualaikum.” Huft, akhirnya Mas Adit datang juga. Dia datang ke sini nggak sendiri, melainkan bersama ibunda tercinta. Mood yang kutata rapi dari pagi tadi langsung ancur gara-gara lihat wajah mamanya Mas Adit. Pak Dhe mempersilakan Mas Adit beserta mamanya duduk di sofa. Sedangkan aku setia memasang eksperi muka cemberut. Malas banget berhadapan sama mamanya mas Adit. Masih terekam jelas penghinaan yang dia ucapan di tahun 2010 lalu. “Mas, kamu kan tau aku nggak suka basa basi. Jadi kamu langsung aja deh bilang tujuan kamu datang ke sini itu untuk apa?” tanyaku dengan nada ketus. “Rin, nggak boleh gitu. Mereka itu tamu. Tamu adalah raja. Kita harus ramah sama mereka,” ujar Athiyah berbisik di telingaku. “Tergantung tamunya gimana dulu. Kalau tamunya pernah menghina kita mah ngapain coba harus ramah sama dia.” Mas Adit melirik mamanya. Lalu dia mengedipkan sebelah matanya. Kedipan matanya itu seolah mengisyaratkan meminta mamanya menjawab pertanyaanku. “Begini, kedatangan saya ke sini ingin minta maaf karena pernah menghina kamu, Rin. Saya juga tau kamu sekarang sudah jadi sukses, maka dari itu saya ingin melamarmu untuk putra saya yang bernama Raditya Haris Susanto.” “Saya sebagai Pak Dhe sekaligus wali Ariny sangat tersanjung kedatangan sampean yang berkenan mempersunting Ariny, namun tetap saja keputusan diterima atau tolak di tangan Ariny,” sahut Pak Dheku. God. Kalimat yang kutunggu-tunggu sejak tahun 2010 akhirnya terucap juga dari mulut mamanya Mas Adit. Kutatap mata mamanya Mas Adit dengan saksama. Aku ingin memastikan yang dia ucapakan tadi itu bohong atau nggak. Dari sorot matanya fifty fifty. Ada kejujuran tapi ada juga ketidak-ikhalasan. Ntah ketidak-ikhlasan tentang apa. Mungkin dia belum benar-benar ikhlas melamarku untuk Mas Adit. “Rin, aku kan dah berhasil bawa mama untuk minta maaf sama kamu. Mama juga sudah merestui kita. Jadi kamu mau kan kita sama aku?” Aku sekarang mengerti, mamanya Mas Adit minta maaf dan melamarku atas bujukan Mas Adit. Kenapa dia nggak melakukan ini dari tahun 2010 lalu? Andai saja dia tahun 2010 lalu membujuk mamanya melamarku pasti aku nggak akan merasakan pedihnya patah hati. Aku memang ingin menikah sama seperti teman-temanku yang lain. Tapi untuk menerima lamaran seseorang itu harus dipertimbangkan matangmatang. Pernikahan menyangkut kebahagiaan seumur hidup. Apalagi orang yang melamar itu pernah menyakiti hatiku. Jadi aku ingin berpikir seribu kali dulu sebelum menerimanya. “Maaf, Mas dan ibu saya minta waktu untuk berpikir terlebih dahulu? Pernikahan menyangkut kebahagiaan seumur hidup, jadi aku harus memikirkannya matangmatang dulu.” “Oke, no problem. Sampai kapan aku nunggu jawabanmu?” “Sampai Allah memberikan petunjuk kepadaku.” Terlihat jelas kekecewaan di wajah Mas Adit. Dia pasti dari rumah berharap aku menjawab lamarannya dengan kata ‘Ya’. Semoga kekecewaannya nggak berlangsung lama.