Melupakan

Reads
84
Votes
0
Parts
17
Vote
by Titikoma

Tak Sempurna

Walau lelah tapi Agatha senang, karena tadi dia bisa mengendalikan kekesalan atas perilaku Vira yang tidak ramah dengan hasil pemotretan yang sangat bagus. Tanpa sadar rasa ngantuk menyerang apalagi musik Home–nya Micheal Buble mengalun lembut dari tape mobil, membuat Agatha terlelap. Dion membiarkan Agatha yang tampak lelah, wajahnya dalam tidur tampak cantik. Rasanya ingin melindungi gadis ini selamanya, andai Allah mengizinkan. Tahun lalu dirinya didiagnosa menderita kanker kelenjar getah bening dan dokter memvonis proses kesembuhan hanya 30-40 persen. Dengan angka harapan hidup tidak lebih dari lima tahun. Lamunan Dion buyar, telepon genggamnya tiba-tiba bunyi dan ada nada panggil di layar tertulis ‘Papa Agatha’. “Hallo ... iya Om ...” “Nak Dion kamu jadi mengajak Agatha ketemu Papa,” suara berat Pak Surya, papa nya Agatha dari seberang telepon. “Iya Om, ini Agatha nya sepertinya kecapean maka saya biarkan dia tidur dulu, kita ketemuan di Cafe Up Normal Cibubur aja ya Om. Kurang lebih setengah jam-an lagi kami sampai, semoga enggak macet jalanan.” “Baik ... saya juga akan meluncur ke sana. Sampai ketemu ya.”  Dion melanjutkan konsentarsi jalanan, malam Sabtu memasuki tol Jagorawi biasanya padat merayap karena banyak orang kantoran ingin pulang cepat menikmati weekend. Dion teringat sebulan lalu saat di Mall Ciputra ada tas dan sepatu yang beberapa kali Agatha lirik-lirik. Dion tahu, Agatha sepertinya naksir kedua barang tersebut. Dan di kursi belakang sudah ada bungkus cantik buat Agatha, semoga Agatha suka itu harapan Dion. Ternyata jalanan lumayan macet dan Agatha sepertinya sangat menikmati tidurnya. Dion melampirkan jaketnya ke tubuh Agatha. Musik Hoobastank - The Reason menemani Dion menikmati jalanan yang cukup padat menuju Cafe Up Normal , “I’m not a perfect person ... There’s many thing I wish ... I didn’t do... But I continue learning I never meant to do those things to you ... And so I have to say before I go ... That I just want you to know ...” Papa Agatha waktu lalu menghubungi dirinya, Om Surya mendapat nomornya dari Mba Lita karena ingin tahu siapa fotografer yang tengah dekat dengan puterinya. Entah info dari mana Pak Surya tahu kalau dia tengah dekat dengan Agatha, bisa jadi menyuruh orang untuk memata-matai Agatha. Tapi terserahlah, yang penting Om Surya hanya minta tolong agar dirinya menjaga Agatha dan memberi kesempatan bisa bertemu dengan puterinya. Om Surya juga janji tidak akan melarang kegiatan Agatha yang baru, karena dirinya juga bukan papa yang sempurna. Cafe Up Normal ternyata cukup ramai dan sepertinya Om Surya sudah datang terlebih dahulu. “Kok ke sini Kak ...” Ternyata Agatha terbangun. “Ingat janji waktu lalu, habis pemotretan kita ketemu dengan papa kamu dulu. Kasihan Om Surya itu kangen sekali dengan kamu Agatha dan banyak yang ingin Om Surya obrolin dengan kamu,” Kata Dion lembut. “Tapi kalau papa marah gimana? Dia kan enggak suka aku jadi model.” “Tenang, Om Surya tidak sekeras puterinya kok,” goda Dion, membuat Agatha memeletkan lidahnya. “Hmmm baiklah ...” Dion menggandeng Agatha dan memasuki cafe yang sepertinya banyak disinggahin orang-orang yang baru saja pulang kantor, sejenak melepas penat. “Nah itu papa ...” Dion menunjuk sebuah meja yang kosong dan benar ada Pak Surya yang tengah menikmati minuman hangat. “Papa ...” “Agatha Sayang ... gimana kabarmu?” “Baik Pah,” jawab Agatha datar. “Kamu habis pemoteran lagi Sayang?” tanya Papa lanjut. “Iya Pah, buat iklan vitamin. Papa marah ya?” “Hmmm ... enggak Sayang, terpenting kamu bisa jaga diri, kesehatan, dan waktu juga. Papa ingin kamu tetap bisa jadi dokter seperti cita-cita kamu waktu lalu,” jawab Papa Surya tersenyum tipis. Tampak raut lelah di wajah Pak Surya, bagaimana pun berpisah dengan isteri dan anak-anak membuat dirinya merasa bersalah. Andai saja dirinya tidak perlu bercerai dengan Sisca pasti bisa ketemu dengan puteri kesayangannya ini setiap saat. Dan percakapan hangat, kerinduan setelah hampir delapan bulan tidak bertemu papa, membuat Agatha dan Pak Surya memilih untuk tidak memperdebatkan perceraian lagi. Lagipula Pak Surya juga tidak menyinggung isteri barunya, tapi lebih intens menanyakan dengan apa yang terjadi di rumah. Pak Surya menanyakan tentang Mama Sisca dan kegiatannya, Kak Andi yang sedang dekat dengan cewek, dan tentu saja aktivitas Agatha sendiri. “Gimana ceritanya kok Papa bisa kenal Kak Dion?” tiba-tiba Agatha penasaran, karena sepertinya papa dekat dengan Dion. “Ah itu rahasia lelaki, iya kan Ion?” goda papa. “Apaan sih, pakai rahasia-rahasiaan,” tukas Agatha sok kesal, tapi dalam hatinya senang karena Dion bisa mengambil hati papa yang waktu lalu melarang diri-nya pacaran sebelum masuk Fakultas Kedokteran. Dan tak terasa waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam, Papa Surya meminta Dion dan Agatha pulang dengan janji mereka akan bertemu lagi di lain waktu.  Perjalanan menuju rumah di Bukit Golf hanya memerlukan waktu tidak kurang dari setengah jam. “Gimana perasaan kamu hari ini Agatha?” tanya Dion, sekilas memandang wajah Agatha yang tengah menikmati jalanan Cibubur yang padat. “Aku senang hari ini pemotretan berjalan dengan baik, walau ...” Agatha ragu meneruskan curhatannya. “Walau apa Non?” Dion mengerutkan muka. “Walau ... enggak apa-apa kok, enggak jadi ...” Agatha memutuskan tidak jadi meneruskan omongannya. Dia ingin ngomong walau tadi sempet kesal dengan Vira yang sok profesional saja. “Hmmm, aku tahu ... sudah abaikan sikap Vira tadi yang tidak mengenakan hati. Dia hanya iri saja karena bukan dia yang jadi model untuk iklan ini, padahal dia sepupunya Mba Anna salah satu tim marketing PT Rise. Mau gimana lagi pooling di kantornya memilih kamu kok,” jawab Dion tenang. “Iya, sudahlah ... lagipula aku jadi belajar, ternyata dimanapun pasti akan aku temui orang yang iri dan tidak suka dengan kita. Memangnya kita bisa meminta agar semua orang suka dengan kita? Enggak kan?” “Nah itu kamu tahu, terpenting kita selalu berusaha baik terhadap semua orang,” nasihat Dion. “Iya aku juga bahagia bisa bertemu papa hari ini, terimakasih Kak,” Agatha tulus mengucapkan rasa bahagianya. Iya sama-sama, tak ada yang sempurna di kehidupan kita ... yah bersyukurlah selalu itu yang terpenting,” Dion berucap bijak. Tak terasa akhirnya sampai di rumah Agatha, sebelum masuk Dion mengambil bungkusan yang dari kemarin sebenarnya teronggok di tempat duduk paling belakang. “Agatha ... nih buat kamu semoga suka yaaa,” Dion menyerahkan bungkusan dengan kertas kado berwarna hijau. “Apaaaan ini Kak?” Agatha penasaran.  “Sudah buka saja nanti, aku pamit ya udah malam. Salam buat Mama dan Andi ... bye ... bye...” “Bye Kak ... oh ya Kak, terimakasih ya buat semuanya ... buat kesabarannya menemani aku ke pemotretan, bertemu papa, dan hadiah ini juga.” Agatha tersenyum ceria. “Iya, sama-sama Non.” Agatha segera masuk ke rumah dan ke kamarnya, tak sabar ingin membuka hadiah yang baru saja dikasih oleh Dion. Dan seketika matanya berbinar karena isinya adalah high heel silver dan tas silver yang memang dirinya taksir waktu lalu. Ternyata diam-diam Dion memperhatikan tingkah lakunya yang sempet mencuri-curi pandang beberapa kali dua benda ini. Dan dia membelikan untuk dirinya. “Apakah ini artinya dia mencintaiku?” Agatha menimang dua benda yang tadinya akan dibeli ketika honor pemotretan tadi sudah masuk rekeningnya.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices