
by Titikoma

Persaingan Dimulai! (gerhard Errando)
Siapa warga Jerman yang tak mengenal Gabriella’s Salon? Orang-orang menyebut Gabriella’s Salon sebagai salon serbaguna. Bukan Cuma bisa potong rambut, rebonding dan berbau kecantikan saja, namun bisa sekalian makan, baca buku bahkan belajar bahasa Jerman. Aku memasuki Gabriella’s Salon tersenyum puas. Makin hari makin banyak pengunjung yang datang. Di balik kesuksesan salon ini tersimpan perjuangan yang pahit. 5 tahun kakakku membangun salon, dia pernah dikejar-kejar tim kolektor sampai nyaris masuk penjara karena difitnah salon sebelah yang jadi saingannya. “Andai Kak Ella masih hidup dia pasti bahagia melihat salonnya berkembang pesat,” ucapku dalam hati. Aku kembali melanjutkan langkah menuju ruang direktur. Sesampai di ruangan, aku menelpon manager marketing salon agar dia mengharapku melaporkan uang masuk dan pengeluaran salon bulan ini. Dalam lima menit manager marketing memasuki ruangan direktur dengan menyerahkan buku laporan pemasukan dan pengeluaran salon bulan ini. Ketika aku buka buku laopran keuangan mendadak kepalaku pening melihat angka-angka yang tertulis di dalamnya. Inilah efek jika sejak kecil tak pernah menyukai pelajaran matematika. Tak lupa dalam buku itu ada uang hasil salon. Aku tak mau ambil pusing, segera aku memasukkan beberapa lembar uang ke amplop sebagai gaji karyawan bulan ini. “Tolong bagikan gaji ini ke seluruh karyawan ya?” pintaku pada manager marketing salon. “Baik, Tuan Gerhard. Kalau begitu saya permisi dulu, ingin membagikan gaji karyawan.” Manager marketing salon keluar dari ruanganku. Di saat tak ada kerjaan seperti ini aku bosan. Tanganku gatal. Ingin sekali mengirimkan pesan sms atau whatsapp ke Maretha tapi takut ganggu. Drrrttt ... drrrt Ponsel pintarku bergetar di saku jas. Dengan cepat aku meraih ponsel itu. Di layarnya tertulis pesan masuk dari Maretha. Pucuk dicinta ulampun tiba. Baru saja aku ingin sms dia eh dia duluan yang sms aku. Hay, Gerhard. Kau lagi sibuk nggak? Klo nggak sibuk bisa nggak nemenin aku jalan-jalan? Aku mau lihat-lihat keindahan kota Jerman. Jari-jariku menari lincah mengetik balasan sms Maretha. Aku lagi nyantai kok. Tiga puluh menit lagi aku ke appartemenmu. Kau akan kubawa ke tempat wisata indah di Jerman. Dengan semangat 45 aku keluar dari ruang direktur. Aku siap menemui Maretha di appartemennya. Aku berharap jalan-jalan hari ini membuat usahaku lancar meraih cintanya Maretha. Aku membawa Maretha ke sungai Rhine karena menurutku tempat ini merupakan tempat paling tepat. Sungai panjang yang melintasi beberapa negara ini dimulai dari Swiss dan berakhir di North Sea, Belanda. Sungai Rhein mengalir sepanjang 1036.20 km. Sungai Rhine mengalir di beberapa titik di Jerman, biasanya pemandangannya akan menjadi sangat cantik dan romantic di tepi sungai pada malam hari. Sayangnya sekarang belum malam, masih jam 12 siang. Namun hal itu tak menghilangkan keindahan sungai Rhein. Menurut artikel yang kubaca dki sebuah situs inter ternama, Sungai Rhein berasal dari Pegunungan Alpen di Swiss wilayah Graubünden, di mana 2 anak sungai awalnya disebut Vorderrhein dan Hinterrhein. Vorderrhein (Rhein Depan) lepas dari Danau Tuma dekat celah Oberalp dan melewati Ruinaulta (Tebing Besar Swiss). Hinterrhein (Rhein belakang) mulai dari gletser Firdaus dekat Rheinquellhorn di batas selatan Swiss. Kedua anak sungai bertemu dekat Reichenau, tetap di Graubunden. Saat meninggalkan Graubuenden, Sungai Rhein mengalir ke utara membentuk perbatasan dengan Liechtenstein dan lalu Austria, dan kemudian bermuara ke Danau Constance. Sungai Rhein kemudian muncul lagi, mengalir ke barat, terutama pada perbatasan antara Swiss dan Jerman, jatuh di air terjun Rhein, disusul dengan Sungai Aar yang lebih dari 2 kali volume airnya, dan lalu berbelok ke utara di Basel dan membentuk bagian selatan perbatasan antara Jerman dan Perancis di lembah yang luas, sebelum memasuki Jerman semata. Dengan lebih dari 1.000 km, Sungai Rhein ialah sungai terpanjang terutama Jerman. Di sinilah Sungai Rhein bertemu dengan sejumlah anak sungai utamanya, seperti Neckar, Main dan Moselle. Antara Bingen dan Bonn, Sungai Rhein mengalir melewati Jurang Rhein, pembentukan yang tercipta dengan erosi, yang terjadi pada tingkat hampir sama sebagai pengangkatan di daerah itu, meninggalkan sungai pada kira-kira tingkat aslinya, dan tanah di sekelilingnya terangkat. Jurang ini secara cepat naik, dan merupakan bagian sungai yang dikenal dengan kastil dan kebun anggurnya yang banyak. Meski banyak industri bisa ditemukan sepanjang Sungai Rhein sampai ke Swiss, itu ada di daerah Ruhr yang bagian terbesarnya terkumpul, dengan seluruh aliran — utamanya di antaranya Ruhr sendiri — mengalir ke Sungai Rhein, menyebabkan bertambah meski tetap ada polusi. Sungai Rhein membelok ke barat ke Belanda, di mana bersama dengan Meuse membentuk delta yang luas. Melintasi perbatasan ke Belanda, Sungai Rhein melebar, namun sungai itu kemudian terpecah menjadi 3 anak sungai utama: IJssel, Waal dan Nederrijn. Dari sini keadaan menjadi lebih ruwet, seperti nama “Rhein” tak lama bertepatan dengan aliran utama air. Kebanyakan air Sungai Rhein mengalir lebih lanjut ke barat melewati Sungai Waal dan kemudian melewati Nieuwe Waterweg dan, bergabung dengan Meuse, melewati Hollands Diep dan muara Haringvliet ke Laut Utara. Cabang Sungai IJssel membawa bagian airnya ke utara memasuki IJsselmeer saat aliran Sungai Nederrijn mengalir paralel ke barat ke Sungai Waal. Bagaimanapun, melewati Wijk bij Duurstede aliran air ini berubah namanya dan menjadi Lek. Mengalir lebih lanjut ke barat bergabung lagi dengan aliran utama ke Nieuwe Waterweg. Nama “Rhein” dari sini digunakan hanya buat lanjutan aliran yang lebih kecil ke yang bersama sekali membentuk sungai utama Rhein pada masa Romawi. Walau mereka tetap memakai nama itu, aliran ini tak membawa air dari Sungai Rhein, namun digunakan mengaliri tanah sekeliling dan polder. Dari Wijk bij Duurstede, cabang utara tertua Sungai Rhein disebut Kromme Rijn (“Lekukan Rhein”) dan lewat Utrecht, pertama Leidse Rijn (“Leiden Rhein”) dan kemudian Oude Rijn (“Rhein Kuno”). Aliran terakhirnya ke barat lewat Leiden ke dalam pintu air, di mana airnya bermuara ke Laut Utara. “Ret, apa kau tahu mitos di balik sungai Rhein?” tanyaku membuka percakapan. Maretha menggeleng pelan. “Konon katanya jika kita ke sini bersama orang yang dicintai maka kisah cinta kita akan abadi. Sama seperti kisah Romeo Juliet.” Maretha menoleh ke arahku. Kuperhatikan tatapannya berbinar. “Oh ya? Masa? Aku baru tahu ada mitos seperti itu. Kau sepertinya tahu banyak tentang negara Jerman,” ucap Maretha tersenyum simpul. “Daddy-ku asli Jerman yang menikah dengan orang Indonesia. Aku pun lahir dan besar di Jerman selama 5 tahun. Ketika usia 6 tahun mamaku mengajak pindah ke Indonesia. Tepat berusia 6 tahun mama dan daddy dipanggil Tuhan. Kak Gabriella yang mengasuhku dari usia 7 tahun sampai 21 tahun. Ketika usia 22 tahun aku ingin kuliah di tanah kelahiran mengambil jurusan arsitek. Dia juga banting tulang siang malam demi membiayai kuliahku Tiga tahun lalu Kak Gabriella menyusul mama dan papa ke surga. Sebelum mengembuskan napas terakhir, dia memintaku meneruskan usaha salonnya. Itulah awal aku menekuni bidang tata rias wajah dan hair stylist.” Entah kenapa lidahku sangat lidaku sangat lancar menceritakan kehidupan pribadi. Padahal sebelumnya jika bertemu dengan orang baru, aku selalu tertutup soal kehidupan pribadi. “Kau pasti sedih sekali ya kehilangan kakak tercinta? Lebih menyedihkan lagi ketika orang yang kita cintai ternyata tak membalas perasaan kita.” Maretha ikut-ikutan curhat. Wajah yang tadinya ceria kini berubah menjadi mendung. Aku jadi penasaran siapa sih cowok yang menyianyiakan cewek secantik dan sebaik Maretha? “Berada di sungai Rhein seperti ini, aku jadi ingat kakak sepupuku. Dia tiap ke Jerman selalu ke sini. Ntar kalau dia ke Jerman, akan kukenalin ke kamu,” ujarku mengalihkan pembicaraan agar dia tak sedih lagi. “Gerhard, kau lapar nggak? Kita makan siang yuk! Restoran deket sini ada nggak ya?” tanya Maretha. “Yuk, aku akan bawa kamu ke restoran langgananku.” Ketika aku dan Maretha berjalan menuju mobil, tiba-tiba suara handphone berdering. Aku pikir ponsel pintarku ternyata ponsel Maretha. Dia senyumsenyum memegang ponsel. Ingin sekali aku menanyakan padanya, Sms dari siapa sih? Tapi kuurungkan. Takut diledekin ‘cowok kepo’ Restaurant Medici yang terletak di Frankfurt didesain dengan gaya sederhana namun elegan. Hanya ada 5 meja di restaurant ini. Jadi ingin makan di sini harus memesan kursi dan meja terlebih dahulu. Uniknya lagi sebelahan dengan meja makan itu rak buku besar. Koleksi novel di rak buku tersebut komplit. Hal ini membuat para pencinta buku betah berlama-lama di restaurant. Bukan hanya tempatnya saja yang memikat hati, masakan yang disajikan dalam cara yang indah. Setiap hidangan adalah sebuah karya seni. Pencuci mulut yang halus dalam setiap detail. Dengan daftar anggur yang akan memuaskan yang paling menuntut. Aku melambaikan tangan memanggil waiter. Tak lama kemudian waiter datang dengan membawa buku menu. Maretha membuka buku menu tersebut. “Ret, kamu mau pesan apa?” tanyaku. “Aduh, aku bingung nih. Enaknya makanan apa ya?” “Semua makanan di restoran ini luar biasa enak kok.” Maretha kembali melihat-lihat buku menu. “Karena semua enak, aku pilih makan Confit Salmon with Edamame Gazpacho and Cucumber Sunomono, steak pantat. Masing-masing makanan 2 porsi. Minumnya jus alpukat.” Aku geleng-geleng kepala. Maretha yang tubuhnya mungil dan langsing ternyata makannya banyak. Aku memesankan makanan yang dipilih Maretha ke waiter dalam bahasa Jerman. Masing-masing menu 3 porsi. Waiter berlalu. Tiba-tiba Maretha berdiri dan membalikkan badan ke arah pintu masuk restaurant sambil melambaikan tangan. Tak sampai lima menit muncul pria sudah tak asing lagi mataku. Parahnya pria itu langsung cium pipi kanan dan pipi kiri Maretha. Melihat pemandangan itu barulah aku sadar bahwa pria yang di depanku ini adalah pria yang membuatku terbakar api cemburu beberapa hari lalu. “Ret, dia siapa?” tanyaku pura-pura tak kenal. “Oh, sorry. Nih, kenalin namanya Gerald. Dia sahabatku waktu SMP, tempo hari pernah kuceritakan lewat WA. Inget kan? Sorry banget aku ngajak dia ke sini nggak bilang sama kau dulu.” “Its oke. No problem. Aku permisi ke toilet dulu.” Aku sudah sering ke restaurant Medici. Jadi sudah hapal letak toiletnya dimana. Sesampai di toilet aku cuci muka dan membasahi rambut berharap api cemburu di kepalaku hilang. Namun bukannya hilang malah semakin besar ketika dari cermin melihat pria menyebalkan itu menyusulku masuk ke toilet. “Lu ngapain ke sini?” “Gue tau lu itu cowok yang lagi suka sama Maretha. Makanya gue ke sini buat memperingatkan buat menjauhi Maretha. Dia itu milikku.” Aku menyunggingkan senyum licik. “Oh ya? Bukannya tempo hari lu ditolak Maretha?” “Dia itu jinak-jinak merpat. Awalnya doang nolak, bentar lagi juga bakal jatuh ke pelukan gue.” “Gini deh, mulai hari ini kita bersaing secara sehat. Siapa yang berhasil mendapatkan cinta Maretha, dialah pemenangnya. Dan yang kalah wajib meneraktir makan di restoran ini selama sebulan penuh. Gimana? Deal?” Aku mengulurkan tangan. Pria menyebaljkan itu menjabat tanganku. “Oke, siapa takut. Deal.” Aku berani nantang dia karena aku yakin Maretha memiliki perasaan yang sama denganku.