
by Titikoma

Menata Ulang Hati Yang Retak (maretha Agnia)
Tok ... Tok Bunyi ketukan pintu di luar membuyarkan seluruh mimpi indahku. Dalam hati bertanya-tanya siapa yang datang pagi-pagi seperti ini? Maretha? Tak mungkin. Jika Maretha datang pasti memberi tahu terlebih dahulu. Kalau bukan Maretha siapa coba? Yang tahu rumah ini kan Cuma dia dan pemilik rumah. Ya, yang paling memungkinkan adalah pemilik rumah. Kali saja dia ingin memberi info tentang rumah. Tok ... Tok ... Tok Tamu tak diundang itu kembali mengetuk pintu. Lebih keras malah. “Iya, sebentar!” teriakku. Dengan malas aku bangkit dari tempat tidur menuju ruang tamu untuk membukakan pintu. Begitu pintu terbuka, aku shock. Dugaanku salah. Tamu yang datang bukan Maretha atau pemilik rumah. “Gerald, lu ngapain ke sini? Wah, pasti lu nguntit gue dari kemarin ya?” Pletak! Satu jitakan mendarat cantik di kepalaku. Aku heran dengan cowok di depanku ini, dari zaman SMP suka banget jitak kepalaku. “Enak aja bilang gue penguntit. Nih, gue kasih tau. Gue ke sini karena dengar-denger sebelah rumah gue ada tetangga baru, mau ngasih makanan sebagai perkenalan gitu. Eh, ternyata tetangga barunya lu.” Gerald menyerahkan rantang yang dibawanya kepadaku. Aku menerima rantang itu dengan senang hati. Lumayan buat sarapan. Jadi tak perlu masak lagi. “Yeee ... kita kan dah lama kenal.” “Bay the way, gue nggak disuruh masuk nih? Capek tau berdiri mulu.” “Basa-basi lu. Biasanya juga langsung neloyor masuk kalau ke rumah gue.” Dia hanya menyengir kuda memamerkan gigi gingsulnya. Setelah dia masuk, kupersilakan dia duduk di sofa baru kubeli kemarin. “Sofa baru nih? Empuk juga.” Aku menaikkan satu alis. “Kok tau?” = “Ya, taulah. Rumah ini milik sahabat gue. Gue sering main ke rumah ini.” Aku duduk di sebelahnya. Tanganku lihai membuka rantang pemberian Gerald. Waw, ternyata isinya masakan Jerman. Ntah apa nama menu masakannya. Hidungku mengendus-endus makanan ini. Memang jadi kebiasaanku dari kecil, sebelum makan dicium dulu. “Yaelah, pake dicium segala. Tenang aja nggak basi kok. Orang gue masaknya baru satu jam yang lalu.” Aku melirik Gerald dengan tatapan heran. “Sejak kapan lu bisa masak?” “Waktu kuliah dulu gue sempet pedekate sama chef ternama di Indonesia, sejak itu gue mulai belajar masak demi mendapatkan cintanya.” “Terus kelanjutan hubungan lu sama gebetan lu masih sampe sekarang?” Gerald menggeleng. Raut wajahnya berubah mendung. “Gebetan gue itu akhirnya dipacarin sama sohib gue sendiri.” Aku menepuk-nepuk pundaknya. “Yang sabar ya, Bro. Gue tau kok apa yang lu rasain.” Pikiranku menerawang ke masa silam. Aku yang pertama suka sama Gibriel eh doi pacarannya sama Resty, notabennya sebagai sohib sendiri. “Iya, sekarang gue tahu kenapa dia pacaran ma sohib gue. Karena dia bukan cinta sejati gue. Cinta sejati gue itu ...” “Eh, kata lu tadi lu bisa masak kan? Mau nggak ngajarin gue masak?” Aku sengaja memotong ucapannya sebelum dia mengatakan bahwa cinta sejatinya itu aku. “Boleh. Lu minta diajarin masakan apa?” “Masakan Jawa bisa?” “Ya, bisalah. Nenek gue kan asli wong Jowo. Belajar masak makanan apa? Gudeg, pecel urap, lodeh atau sego liwet.” “Nah, itu sego liwet. Gue kangen berat. Secara udah 14 tahun nggak makan sego liwet.” Aku dan Gerald itu sama-sama memiliki nenek asli Jawa. Bahkan aku sempat 13 tahun tinggal di Solo. Waktu kenaikan kelas 2 SMP, aku pindah ke Jakarta. Itulah kenapa aku terpisah dengan Gerald. Untungnya kini kami dipertemukan kembali. “Terus kapan lu mau belajar masak? Sekarang?” “Nggak ah. Hari ini jadwalku ngulet di kasur dan nulis novel. Gimana kalau besok?” Aku memang sudah menyatakan mundur dari dunia literasi, tapi bukan berarti alku berhenti berkarya menulis novel kan? Menulis novel mendarah daging di jiwaku, tak bisa begitu saja dihentikan. Mungkin ke depannya aku menulis novel hanya untuk koleksi pribadi. “Boleh. 24 jam waktu gue siap membantu lu. Kalau gitu gue pulang dulu ya, ada janji sama temen.” “Oke.” Aku menyunggingkan senyum termanis. Akhirnya Gerald mengerti juga bahwa aku ingin meneruskan mimpi indah. Dengan begini aku tak perlu repot-repot mengusirnya. Aku bangkit dari tempat duduk untuk ikut mengantar Gerald sampai depan pintu. Gerald menepati janjinya mengajari aku masak sego liwet. Tepat jam delapan pagi dia datang ke rumahku dengan membawa bahan-bahan sego liwet seperti : 2 bungkus santan kara ukuran kecil, 1 lembar dau pandan, 2 lembar daun salam, 1 batang sereh, digeprek, 1 lembar daun jeruk, 1 sendok teh munjung garam halus. Jujur aku salut dia bisa mendapatkan semua bahan-bahan itu. Padahal di Jerman bahan-bahan itu sulit ditemukan. Aku dan Gerald bagi tugas. Aku memasak nasi liwetnya sedangan Gerald memasak lauk opor ayam suwir, telur pindang dan sayur labu Siam. “Ger, langkah-langkah masak nasi liwet gimana?” tanyaku bingung. Maklumlah aku sama sekali tak pernah memasak. “Pertama-tama lu cuci bersih beras dan siapkan santan serta bumbunya. Terus masukkan beras beserta bahan lainnya ke dalam magic com, aduk dan nyalakan. Tunggu sampai tombol lampu berubah sambil sesekali diaduk agar santan tidak pecah dan bisa nyampur.” Aku manggut-manggut mengerti. Lalu melakukan apa yang Gerald katakan. Berhubung beras sudah kucuci terlebih dahulu, jadi tinggal masukkan beras dan bahan lainnya ke dalam magic com, aduk dan nyalakan. Aku baru tahu ternyata proses masak sego liwet gampang. Tak sampai satu jam masakan sudah jadi dan siap disantap. Aku mencium aromanya. Hmmm ... wangi. Segera kuambil sendok untuk mencicipi masakan yang kubuat bersama Gerald. Hasilnya mak nyuss. sekian lamanya dalam sepiku menanti hiasi di hatiku hanya bersamamu ku temukan segala harapan yang ku impikan you’re the light of my life you’re the light of my love you’re the light in my sky you’re my only one Lagu Nabilah JKT 48 Sunshine Becomes You mengalun indah di indera pendengaranku. Aku sadar betul, lagu itu merupakan nada dering ponsel pintar. Terlihat Gerald meraba saku celananya, ternyata lagu itu nada dering ponsel pintarnya. Mendadak aku teringat Gerhard. Seminggu lalu dia melamarku lewat acara televisi memakai lagu itu. Ah, sial. Moveon darinya tak semudah yang kubayangkan. Ada saja hal yang mengingatkanku tentangnya. “Ret, sorry banget nih gue nggak bisa lama di sini. Soalnya ditunggu di kantor penerbitan. Katanya ada meeting dadakan.” “Iya, nggak apa kok. Makasih banget ya lu mau ngajarin gue masak sego liwet.” “Sama-sama. Gue seneng kok ngajarin lu masak.” Aku ikut mengantar Gerald sampai pintu depan. Baru lima dia hilang dari pandanganku, tiba-tiba Maretha muncul. “Woy, tumben banget lu berdiri depan pintu?” ucapnya. “Gue abis nganter tetangga sebelah depan pintu.” Maretha tersenyum jahil. “Siapa tuh tetangga sebelahnya? Cowok atau cewek? Kalau cowok, ganteng nggak orangnya?” “Lu kenal kok sama tetangga sebelah gue itu.” Maretha memancarkan ekspresi kaget. “Hah? Serius? Siapa emangnya?” tanya Maretha bertubi-tubi. “Ada deh. Lu kepo ah.” Maretha memanyunkan bibirnya. “Lu nyebelin. Make rahasia-rahasiaan segala sama gue.” “Ntar juga lu tahu sendiri. Yuk, masuk.” Maretha pun masuk ke rumahku. Dia langsung di sofa. Aku melangkah ke dapur. Tak sampai lima menit kembali lagi ke ruang tamu dengan membawa sego liwet yang kumasak tadi bersama Gerald. “Nih, lu cicipin dulu sego liwet masakan gue.” “Wuih, enak nih.” Maretha sambil mencium masakanku. Sesaat kemudian dia menatapku tajam bak polisi yang menatap seorang pencuri. Aku risih ditatap seperti itu. “Oke, gue ngaku. Tetangga sebelah gue itu Gerald. Nah, tadi dia ke sini buat ngajarin gue masak sego liwet.” Maretha gelang-geleng kepala, matanya berbinar. “Wah, ini benar-benar suatu kebetulan tak terduga. Eh, di dunia ini kan nggak ada kebetulan. Semua dah diatur Tuhan. Itu artinya Gerald adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk membantu lu menata ulang hati yang retak. So, tunggu apalagi buruan jadian sama dia.” Aku terdiam memikirkan kata-kata Maretha. Terutama pada ucapannya di kalimat ketiga. Benarkah Gerald adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk membantuku menata ulang hati yang retak? Hanya waktu menjawabnya.