Menolak Jatuh Cinta

Reads
99
Votes
0
Parts
19
Vote
by Titikoma

Ada Rasa Mengganjal Dihati (maretha Agnia)

Hari Minggu yang cerah aku mencoba jalan-jalan ke perkebunan anggur tak jauh dari rumahku, tepatnya di dataran curam sepanjang pinggiran sungai Mosel. Perkebunan anggur ini menjadi salah satu tempat penghasil anggur Jerman paling berkualitas. Dua tempat lainnya di daerah Rehingau serta dataran Rheinhessen. Aku sendiri tak tahu siapa pemilik perkebunan anggur di sini. Yang pasti dia kaya raya. Setiap bulan penjualan anggur semakin meningkat. Anggur Jerman yang bagus dikenal akan rasa alami ringan serta keseimbangan antara rasa manis dan asam. Jerman memproduksi sedikit anggur merah dan banyak anggur putih dan rosé (merah jambu) dengan rasa yang seringkali trocken (pahit) atau halbtrocken (setengah pahit) yang tertera pada label, berbeda dengan dessert dengan bahan pembuatnya dari minuman anggur yang rasanya selalu manis. Menikmati keindahan perkebunan anggur, mendadak aku jadi teringat Gerald. Cowok itu dari zaman SMP suka sekali makan anggur. Kalau aku minta dia datang ke sini pasti bakal seru. Sekalian ada yang ingin aku bicarakan dengannya terkait ucapan Maretha tempo hari. A,ku mengambil ponsel pintar dari tas. Lalu mencoba mengirimkan pesan WA ke Gerald. Gerald, aku lagi di perkebunan anggur sungai Mosel nih. Kamu bisa ke sini sekarang juga? Ada yang ingin aku bicarakan. Penting! Selang beberapa detik muncul centang warna biru. Yang artinya pesanku telah dibaca oleh Gerald. Tiba-tiba ada sepasang tangan menutup mataku. Aroma casabblanca menyengat di indera penciumanku. Aku sudah tak asing lagi dengan aromo itu. “Pasti Gerald ya? Hayo, ngaku!” Pelan-pelan dia melepas tangan dcari mataku. Tebakanku benar. “Kok tau sih yang nutup mata kamu itu aku?” tanya Gerald heran. “Ya, taulah aroma parfum casabblanca dari SMP nggak pernah berubah. Bay the way, kok cepat banget nyampe sininya?” “Yaiyalah cepet, waktu kamu sms aku, aku juga dah ada di sini!”  “Oh ya? Kok aku nggak liat kamu?” “Yeee, gimana kamu mau liat aku wong kamunya daritadi asyik melamun.” Aku menyengir kuda memamerkan gigi gingsulku. Jadi malu sendiri. “Eh, katanya ada yang mau diomongin. Emang mau ngomongin apa?” “Aku mau nanya sesuatu, tapi tolong jawab yang jujur ya.” “Kapan sih aku pernah bohong sama kamu. Aku mah orangnya selalu jujur dan apa adanya.” “Apa kamu masih mencintaiku?” akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari mulutku. “Kalau soal itu mah yang usah ditanya lagi. Sampai kiamat pun aku tetap cinta sama kamu. Memangnya kenapa? Apa kamu dah siap membuka hati untukku?” “Kalau aku jawab ‘ya’ kamu mau lakuin apa?” Mata Gerald berbinar seakan tak pernah dengan apa yang aku ucapkan tadi. “Serius? Aku nggak salah denger kan? Berarti hari ini kita jadian ya?” Aku mengangguk pasti seraya menyunggingkan senyuman. Refleks dia mengecup keningku. Lalu menggendongku ke sekitar perkebunan anggur. “Woy, semua karyawan perkebunan anggur yang ada di sini, karena saya lagi bahagia bulan gaji kalian naik dua kali lipat.” Teriak Gerald. Terjawab sudah siapa pemilik perkebunan anggur yang luas dan indah ini. Tak lain adalah orangtua Gerald. 1 bulan kemudian From : Gerald Maretha, kamu dandan yang cantik ya! Jam 8 malam aku jemput. Aku mau ngajakin kamu dinner. Sekalian ngasih kejutan di anniversary kita ke 1 bulan. Tanpa sengaja aku melempar ponsel pintar ke sofa. OMG, Gerald mau jemput jam 8 malam? Aku baru sadar hari ini merupakan hari anniversary ke satu bulan dengan Gerald. Sekarang jam berapa? Aku melirik jam yang menempel di dinding kamar. Dan ternyata sudah jam 7 malam. Ia panic, Gerald mau jemput satu jam lagi. Sedangkan diriku saat ini Cuma memakai piyama. Buru-buru aku ngacir membuka lemari pakaian untuk mencari baju yang cocok buat kencan. Tapi semua bajunya kaos lengan pendek, daster, baby dol. Masa iya sih kencan memakai baby dol? Namun tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah gaun model terbaru berwarna pink. Bagian atasnya sederhana, tanpa aksen dengan warna putih yang membuat gaun lebih manis sedangkan bagian bawahnya melebar. Gaun ini pemberian Maretha di hari ulang tahunnya yang ke dua puluh lima tahun. Sekitar sembilan bulan yang lalu, gaun ini jarang aku pakai sehari-hari soalnya sejak aku memutuskan mundur dari dunia literasi selalu di rumah garap novel tak mungkin kan memakai gaun? Sepertinya gaun ini paling cocok, batinku. Ia tidak tahu kemana Gerald akan mengajak makan malam. Mungkin di tempat yang santai atau mungkin juga di tempat yang formal. Dimanapun itu, gaun ini paling aman. Mampu Nampak formal sekaligus santai. Langsung ia pergi ke kamar mandi untuk mengenakan gaun tersebut. Aku berdiri gugup di depan meja rias dengan kebingungan. Mau dandan gimana? Seumur hidup tak pernah dandan sendiri. Mama dan kakak dari kecil mendidiknya seperti cowok, kayak gini deh jadinya bingung sendiri. Ternyata jadi cewek waktu menjelang kencan itu ribet. Setelah berperang antara otak dan hati akhirnya aku memutuskan dandan yang simple aja. Cukup menyisir rambut, rambut kubiarkan terurai, mengenakan bando dan sedikit memoleskan wajahnya dengan bedak biar terlihat tidak pucat.  Setelah semua sudah beres, aku memakai sepatu berhak rendah dengan warna yang senada warna gaunnya yakni pink. Aku menatap diri di cermin untuk terakhir kalinya, sebelum meraih tas dan melangkah keluar kamar. Aku tersenyum puas melihat bayangan diri sendiri. Ya, berdandan simple pun aku tetap cantik memesona. Mala mini Anindya Maharani akan berubah menjadi gadis femimim. Tak kalah feminism dengan Maretha. Aku yakin Gerald bakal bengong, terpesona oleh kecantikanku. Batinku senang. Tepat saat itu bel berbunyi. Itu pasti Gerald. Maretha tak mungkin datang malam-maklam ke sini. Dengan riang aku melangkah ke arah pintu, sebelum membuka pintu terlebih dahulu mengintip di jendela. Siapa tahu yang memencet bel maling atau perampok kan bahaya kalau dibukain pintu. Aku melihat Gerald di sana. Seketika membuatku bernapas lega, kesal akan ketakutan yang tidak beralasan. Semua ini pasti gara-gara kebanyakan nonton berita criminal. Aku membuka pintu dengan memasang senyum paling manis. Gerald tersenyum manis begitu melihatku. Dari binar matanya Gerald menunjukkan terpesona akan penampilanku. Aku jadi serba salah antara tersipu dan bahagia. Gerald berdehem dan mengangkat alisnya, “Mungkin mala mini aku akan sibuk.” “Sibuk?” Aku menatap Gerald bingung. “Kalau sibuk ngapain ngajakin aku kencan segala!” sambungku lagi. Gerald hanya tersenyum penuh arti, “Aku akan sibuk mengusir lelaki yang ingin mendekatimu karena penampilanmu sangat cantik.” Dia mengedipkan sebelah matanya dan setengah membungkuk, “Maretha, terimakasih kamu mau jadi kekasih hatiku dan kencan bersamaku.” Aku tergelak mendengar rayuan Gerald yang dibalut dalam canda. Aku tak menyangka Gerald bisa menggombal juga. Ketika Gerald mengulurkan tangan untuk mengajakku naik ke mobil dan aku mengikutinya dengan langkah ringan pastinya tanpa beban.  Gerald ternyata membawaku ke Heringsdorf, terletak di pulau Usedom. Aku pernah membaca novel, katanya di pulau Usedom tidak memiliki hanya jembatan laut tertua di di Jerman, tetapi jembatan laut yang terpanjang, yaitu 508 meter. Selain itu, di sini berdiri pengrajin Strandkorb pertama, yaitu tempat duduk khas tepi pantai. Sejak 1925 dibuat Strandkorb, dan jadi yang pertama di Jerman. Soal keindahan tak diragukan, sudah bisa dipastikan bikin mata jadi segar. Yang lebih menakjubkannya lagi si Gerald memasang layar lebar setara dengan layar tancap. Satu persatu foto-fotoku di SMP mulai bermunculan dari layar itu. Mulai foto datang ke sekolah, piket, istirahat di kantin, di perpustakaan. Aku sungguh tak bisa berkata-kata. Segitu cintakah Gerald kepadaku? Sampai-sampai dia memotret tanpa sepengetahuanku? Di akhir tayangan layar itu muncul tulisan ‘Happy Anniversary ke 1 bulan. I love U Anindya Maharani’ “Gimana kamu suka, Nin?” tanya Gerald berbisik di telingaku. “Walaupun kamu sudah memutuskan ganti nama, bagiku kamu itu tetep Anindya Maharani yang kukenal sejak SMP.” “Suka banget. Aku nggak nyangka, ternyata kamu demen motoin aku tanpa sepengetahuanku.” Mulai detik ini aku memutuskan untuk kembali Anindya Maharani. Toh, semua rahasiaku sudah terbongkar dan aku bukan siapa-siapa lagi. “Oh ya aku masih punya satu kejutan lagi untukmu,” ucap Gerald. Aku menatapnya dengan tatapan penasaran. “Kejutan apalagi? Ini aja udah bikin aku nggak bisa berkata-kata lagi.” Sedetik kemudian Gerald berlutut di depanku sambil membuka kotak cincin yang dipegangnya. “Sudah satu bulan kita menjalin hubingan dan hari ini aku ingin Heringsdrof jadi saksi kisah kita. Anindya Maharani, will you marry me?” Bahagia. Satu kata yang aku rasakan saat ini. Gerald orangnya memang penuh kejutan. Perlakuannya membuatku tak kuasa menolaknya. Hingga akhirnya aku menganggukkan kepala. Entah mengapa masih ada rasa mengganjal di hati. Apakah rasa berhubungan dengan Gerhard? Aku sendiri pun belum bisa memastikannya.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices