Sinopsis
Malam yang sunyi aku duduk seorang diri. Duduk terdiam tanpa teman di hati. Kuterdiam merasakan luka yang menyelimuti diri. Orang yang kucintai selama bertahun-tahun singgah di hati, memberi keindahan dalam kehidupan ini, namun keindahan yang dia beri hanya sementara. Hingga akhirnya dia pergi dengan menorehkan luka yang teramat dalam di hatiku. Hatiku sempat bertanya-tanya, “Mengapa ada pertemuan jika berakhir dengan perpisahan?” Seandainya pertemuan itu tak pernah terjadi, pasti aku takkan pernah merasakan sakitnya perpisahan ini. Rasa sakit ini akan selalu bersemayam di hati. Tak akan ada yang bisa mengobati rasa sakit ini, meski diobati dengan lagu indah atau tempat paling indah sekalipun. Tiba-tiba aku merasakan pundakku disentuh oleh seseorang. “Devi, lo jangan sedih mulu dong. Kalau lo sedih gue ikutan sedih. Perpisahan itu jangan ditangisi, lo harus move on. Kan lo sendiri yang nggak percaya sama ucapan gue tentang mitos cinta itu, ya gini deh akibatnya.” Dari suaranya aku tahu siapa orang yang menyentuh pundakku. Dia tak lain dan tak bukan adalah Ivana, sahabat karibku sendiri. Eh tunggu, tadi dia bilang mitos cinta? Jadi mitos cinta itu beneran terbukti nyata? Aku menggetok kepala menggunakan tanganku sendiri. “Ah, bodoh banget gue. Kenapa sih gue kemarin nggak percaya sama lo tentang mitos cinta itu? Coba aja gue percaya, terus nggak pergi ke sana sama Dimas, pasti perpisahan ini nggak akan terjadi.” Ivana memelukku erat. “Dev, udah. Jangan nyalahin diri sendiri. Percuma, apa yang lo lakuin nggak akan bisa membuat kembali,” Ivana mencoba menenangkanku. Aku menangis dalam pelukan Ivana. Aku masih bersyukur Tuhan masih mengirimkan seseorang yang baik hati untukku. Walaupun Tuhan mengirimnya dalam bentuk sahabat. Tapi setidaknya sahabat jauh lebih baik dari seorang kekasih. Dia kan selalu ada di saat suka dan duka. “Ivana, thanks you so much. Gue janji akan selalu mendengarkan dan melakukan ucapan lo.”