
by Titikoma

Sayonara
Raga berlari di tengah malam, tanpa sekalipun menengok ke belakang. Ia kelalahan hingga terhenti di depan sebuah rumah, wajahnya penuh luka dan darah. Bajunya sobek dan dan dipenuhi bercak darah.
Ia berhenti sebentar, badannya membungkuk, kedua tangannya memegang lututnya, Raga sangat kelelahan. Namun ia kembali berlari. Napasnya terengah-engah, pandangannya mulai kabur. Tak lama kemudian ia pun pingsan dan terkapar di halaman rumah.
***
Perlahan cahaya terlihat sedikit demi sedikit. Tampak Wajah Pak Rudi yang masih samar-samar.
“Kamu sudah sadar?” tanya Pak Rudi.
Cahaya semakin terang, wajah Pak Rudi jelas terlihat.
Raga baru menyadari bahwa dirinya terbaring, kepalanya sudah diperban. Tangannya juga penuh balutan perban, bajunya sudah ganti.
Raga terbangun, dan berusaha duduk, tapi ia masih lemas.
“Duduk saja dulu, kamu masih perlu istirahat,” ujar Pak Rudi lagi.
Raga kembali berbaring. “Sa ... saya di mana, Pak?”
“Kamu ada di rumah saya. Semalam saat pulang kerja, saya melihat kamu pingsan di depan rumah.”
Raga melihat sekeliling rumah yang tampak asing baginya.
“Kenapa kamu bisa seperti ini?”
Raga perlahan bangun, Pak Rudi berusaha menahannya. Tetapi Raga memaksakan diri untuk duduk, wajahnya menerawang mencoba mengingat apa yang terjadi.
***
Sepuluh orang berada di ruang depan Panti Asuhan, baju mereka tamak lusuh. Raga, Agung, Boni, Haykal, Aflah, Dito dan anak lainnya berbaris.
Mereka terlihat gelisah. Melly datang menghampiri mereka. “Haykal, Aflah kalian ikut saya,” ucap Melly sambil mengatur napas.
Aflah dan Haykal terdiam seperti ketakutan.
“Jangan takut, ayo ikut!” Melly meyakinkan Aflah dan Haykal.
Haykal dan Aflah berjalan pelan, mereka menengok ke belakang untuk menatap teman lainnya.
“Nah gitu dong. Sekarang, kalian nyanyikan lagu perpisahan, dan doakan mereka berhasil!”
Semua anak pun kompak bernyanyi dengan lirih.
Sayonara Sayonara sampai berjumpa pulang...
Sayonara Sayonara sampai berjumpa pulang...
Melly tersenyum, tangan kanannya menuntun Aflah. Sementara tangan kirinya menarik Haykal dengan pelan.
***
Raga, Boni dan enam anak lainnya bersila membentuk lingkaran. Sementara Agung duduk di pojok ruangan.
Mereka terlihat gelisah, sesekali mata mereka menuju ke arah pintu.
“Kali ini, siapa yang akan kembali?” Boni bertanya-tanya dengan raut wajah khawatir.
“Kita tunggu saja, semoga mereka berdua baik-baik saja,” jawab Raga
Cekrek, pintu terbuka. Melly berjalan sambil menuntun Haykal yang wajahnya penuh lebam.
Melly pun kembali keluar dan menutup pintu.
Beberapa anak tampak senang melihat kedatangan Haykal. Sementara Dito menangis sambil menarik baju Haykal.
“Haykal, mana Kakak aku?” sahut Dito.
Haykal hanya menunduk.
“Haykal, Jawab?” Dito mengulang pertanyaannya.
Haykal tetap terdiam. Raga lalu menarik Dito yang masih menangis sambil menenangkannya.
Raga lalu menatap Agung. Tetapi Agung hanya menatap Raga dingin.
***
Semua anak masih tertidur.
Cekrek, kunci kamar terbuka. Melly masuk ke dalam kamar.
“Semuanya bangun, sudah pagi!” teriak Melly.
Semua anak terkejut dan langsung terbangun.
Mereka berlarian ke arah kamar mandi cukup besar tetapi tampak kotor.
Mereka mandi dengan menggunakan sabun batangan yang sudah mengecil. Sabun itu hanya satu, sehingga mereka harus bergantian. Setelah selesai, Raga menuju lemari. Tampak ada beberapa baju yang semuanya lusuh dan belel. Raga dan anak lainnya pun mengganti baju mereka.
***
Semua anak duduk saling berhadapan di meja yang cukup besar. Tampak mereka sarapan dengan makanan sangat seadanya: nasi dan telur dadar.
Boni mengaduk nasi dengan tampang lesu. “Ga, kira-kira nasib Aflah gimana yah? Katanya suka dikurung yah?”
“Aku juga enggak tau, kita berdoa saja dia baik-baik aja.”
Agung menatap Raga dengan penuh kebencian. “Kalo kamu dibawa sama Bu Melly, kamu juga gak bakal balik lagi. Kamu kan anak paling lemah!”
Raga emosi dan langsung berdiri sambil menggebrak meja. Tetapi Boni menenangkannya. “Udah Ga, biarin aja. Gak usah ditenggepin.”
Agung kembali menantang. Pengecut mana punya keberanian!”
Raga menahan marahnya, sementara Agung hanya tersenyum sinis menatap Raga.
***
Terlihat semua anak ada di halaman panti. Pelatih ada di dekat mereka, sementara penjaga menunggu di depan gerbang.
Raga sesekali melihat ke luar Panti, berharap bisa terbebas darisana.
“Sekarang semua lari ke ujung sana, dan kembali lagi kesini. Ulangi terus sampai 10 kali!” teriak Pelatih
Pritttt! Pelatih meniup suara peluit.
Semua anak langsung berlari ke ujung dan kembali lagi. Mereka terus mengulanginya. Raga tampak kepayahan, Agung yang berada di belakangnya nampak marah.
“Lemah banget, ayo cepet lari. Dasar pecundang!” ledek Agung.
Agung yang marah mendorong Raga hingga terjatuh. Raga melihat Agung penuh kebencian.
“Ngapain kamu ngeliat kaya gitu, nantang, ayo bangun kalo berani!” Agung kembali menantang Raga
Raga hanya terdiam, Agung menampar Raga.
“Pecundang!”
Raga tak terima, ia lau berlari untuk mengejar Agung. Raga tampak marah dan akan menghajar Agung, tetapi Pelatih keburu menahan Raga.
Pelatih nampak menyadari Agung dan Raga bertengkah. Dia menghampiri mereka.
“Udah! Jangan berkelahi di sini. Latihan sekarang selesai, ingat jangan pernah berkelahi di sini, atau kalian dihukum!” ujar pelatih menengahi mereka.
Agung tersenyum sinis, sementara Raga menatap Agung penuh benci.
***
Malam harinya. Terlihat semua anak sudah ada di ranjang mereka masing-masing.
Raga bangun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju Agung yang sudah berselimut di ranjangnya. Raga menarik paksa selimut Agung dan menarik kerah baju Agung.
raga
(emosi)
Sebenernya mau kamu apa sih? Selalu gangguin aku!
Kamu mau bikin aku malu?
Agung hanya menatap dengan senyuman sinisnya.
Raga yang emosi memukul Agung. Tetapi Agung tak membalasnya.
Raga berkali-kali memukul Agung, hingga Raga pun menangis. Agung lalu mendorong Raga hingga terjatuh.
Kini Agung tampak emosi, ia bangun dan menghampiri Raga. Agung hendak memukul wajah Raga penuh kebencian. Tapi ia tepat menahan tinjunya di depan wajah Raga.
Wajah Agung memerah karena marah. “Aku gak suka liat anak cengeng!”
Semua anak hanya terdiam ketakutan. Sementara Agung mendorong Raga lagi dan langsung naik ke ranjangnya.
Matahari terik kembali bersinar menyinari panti. Raga bersama anak lainnya termasuk Boni berdiri di depan jendela, mereka memandang ke arah luar. Mereka memegang teralis yang menghalangi jendela.
“Bon, inget gak rumah kamu di mana?”
Boni hanya menggelengkan kepala.
“Suatu hari, kita harus bisa keluar dari sini.”
Boni tetap menatap keluar jendela, airmatanya berlinang.
Raga menepuk pundak Boni untuk menenangkan.
Tiba-tiba, mereka melihat sebuah mobil masuk ke halaman panti. Turun seorang Pria dari dalam mobil dan berjalan masuk ke panti. Raga dan Boni berlari ke arah pintu, mereka bergantian mengintip dari lubang kunci.
Tuan Johan mendatangi bagian penerimaan tamu panti. Tampak ia membawa koper. Tuan Johan pun menghampiri Melly yang sudah menunggunya.
“Selamat pagi Tuan Johan!” sapa Melly ramah dengan tersenyum manis.
Mata Tuan Johan melirik ke semua arah untuk melihat kondisi panti.
Tuan Johan lalu mengangkat kopernya ke atas meja. Ia membukanya dan terlihat banyak uang di dalamnya.
Sementara itu, di ruang sebelah, Raga dan Boni masih bergantian untuk mengintip dari balik lubang kunci.
Tuan Johan menutup kembali kopernya dan memberikan kepada Melly. “Saya titip uangnya!”
Melly membungkukkan badan. “Baik Tuan Johan, Terima Kasih!”
Tuan Johan pun pergi meninggalkan Melly. Tampak Melly sangat senang setelah mendapatkan uang dari Tuan Johan.
***
Di ruang depan, sembilan anak sudah berbaris. Boni dan Raga saling berdekatan, sementara Agug berdiri paling belakang.
Melly menatap wajah semua anak satu per satu.
“Agung, Boni sekarang giliran kalian!” teriak Melly.
Agung langsung berjalan mendekati Melly, sementara Boni tampak ketakutan.
Raga menenangkannya. “Kamu pasti bisa Bon! Kamu harus semangat.”
Wajah Boni terlihat sangat ketakutan, ia berjalan menunduk sambil menatap Agung dengan rasa cemas.
Melly pun mengajak mereka pergi ke ruangan lain yaitu gudang panti.
Agung dan Boni sudah berada dalam sebuah arena. Terlihat banyak penonton yang mengelilingi mereka.
Para penonton bersorak untuk meminta pertarungan segera dimulai.
Pelatih lalu menarik Agung dan Boni untuk saling mendekat. “Ingat, yang memukul paling banyak itu yang menang. Atau, kalian dianggap menang jika ada yang KO. Tak boleh ada yang menyerah, karena hukumannya sangat berat!”
Agung dan Boni pun bersiap. Pelatih memberi aba-aba tanda pertarungan dimulai. Boni terlihat emosi, ia langsung menyerang Agung hingga terpojok ke sudut Arena. Tuan Johan dan Boss Arif tampak antusias sambil terus menudukung petarungnya masing-masing.
Agung kini membalas, dengan satu pukulan Boni tersungkur ke belakang. Namun, Boni kembali bangkit dan terus menyerang Agung yang tampak kewalahan.
Di kamar panti, Raga dan anak lainnya tampak cemas menunggu siapakah yang akan kembali.
Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka. Melly mengantar Agung masuk. Melly pun kembali keluar.
Raga emosi dan langsung mendorong Agung. “Boni mana?”
Agung hanya menatap dingin Raga.
“Boni mana? Kenapa kamu gak ngalah buat dia?” Raga bertanya ke Agung nada frustrasi. Perasaannya kacau.
“Udah berapa anak yang gak kembali gara-gara kamu!”
Agung emosi dan berbaik mendorong Raga hingga terjatuh.
Agung mendekati Raga. Ia menarik kerah kaos Raga dan menatapnya penuh emosi. “Kamu tahu kenapa aku gak pernah ngalah, tau kenapa?”
“Karena kamu egois, sok jagoan! Kamu gak tau, kalo aku ngalah, nasib mereka bisa lebih buruk!” jawab Agung nada emosi.
Raga hanya terdiam. Agung lalu melepaskan pegangan tangan di kerah Raga sambil mendorongnya.
***
Semua anak duduk di meja makan. Agung dan Raga duduk berhadapan. Melly membagikan makanan yang sedanya. Agung dan Raga saling menatap penuh kebencian.
“Kalian harus banyak makan, biar kuat!” titah Melly.
Melly pun berjalan sambil terus membagikan makanan.
Boss Arif datang dan menghampiri Melly. Boss Arif yang tampak emosi mengajak Melly ke sudut ruangan.
“Gua udah kalah tiga kali lawan si Johan. Gua harus cari cara buat ngalahin si Agung.” Boss Arif tampak kesal melihat wajah Agung. Melly menenangkan dan mengajaknya ke ruangan lain.
Tak lama kemudian, Raga, Agung dan anak lainnya disuruh berbaris di ruang depan. Sementara Melly memperhatikan mereka.
“Agung, Raga... Hari ini kalian yang akan bertarung,” ujar Melly.
Raga dan Agung saling menatap dengan penuh kebencian. Mereka lalu berjalan mendekati Melly.
“Sebelum mereka pergi, nyanyikan dulu lagu perpisahan. Dan semoga mereka bisa berhasil!”
Seluruh anak pun menyanyi lirih, kecuali Agung yang hanya terdiam.
Sayonara Sayonara sampai berjumpa pulang...
Sayonara Sayonara sampai berjumpa pulang...
Melly pun lalu mengajak Agung dan Raga pergi ke ruangan lain.
***
Terdengar suara penonton yang terus bersorak memanggil nama Agung.
Terlihat Raga sudah bersama dengan Boss Arif. Sementara Agung ada di pojok yang lain. Tuan Johan menghampiri Boss Arif. “Jadi kan taruhannya kita lipat gandakan?” tanya Tuan Johan.
Boss Arif menyilangkan tangan di dada. “Ok, kali ini lo yang bakalan kalah!”
Boss Arif dan tuan Johan bersalaman.
Pelatih memberi aba-aba kepada Raga dan Agung untuk segera bersiap. Agung dan Agung pun naik ke atas arena.
“Peraturannya yang keluar dari arena dianggap kalah. Dan yang terpenting, jika pura-pura keluar dari arena, akan dihukum sangat berat!” Pelatih lalu menggerakan tangannya ke depan sebagai tanda pertandingan dimulai.
Raga tampak langsung menyerang Agung hingga terpojok. Agung terus bertahan dari serangan Raga dan sama sekali tak menyerangnya.
Boss Arif tampak senang, sementara Tuan Johan terlihat gelisah. Tampak, di belakang Boss Arif ada bodiguard dari Tuan Johan.
Melly berdiri di dekat Boss Arif.
“Kenapa enggak keluarin anak ini dari dulu? Kalo gua tau Agung punya adik, gua bakal minta dia untuk ngelawan Agung dari minggu kemarin,” bisik Boss Arif ke Melly.
Bodiguard terlihat pergi dan berjalan menghampiri Tuan Johan. “Tuan, sepertinya kali ini kita pasti kalah. Agung gak akan ngelawan adiknya sendiri,” ujar bodyguard khawatir.
Tuan Johan menatap kesal ke arah Boss Arif. Sementara di arena, Agung masih terus menutupi wajah dengan kedua tangannya untuk menahan serangan Raga.
Tiga menit berlalu, dan waktu babak pertama berakhir.
Boss Arif mendekati Raga dan menepuk pundaknya dengan wajah bangga. Raga terus menatap Agung dengan penuh emosi.
Sementara Tuan Johan mendekati Agung. “Kalo kamu sampai kalah, nyawa Adik kamu taruhannya!” ujarnya setengah berbisik.
Agung menatap Raga penuh arti.
Pelatih memberi tanda pertandingan kembali dimulai. Raga kembali menyerang Agung. Namun, kali ini Agung tak berdiam diri. Hanya dengan satu pukulan Raga langsung terhuyung dan jatuh di Arena.
Agung langsung memukuli Raga yang terjatuh bertubi-tubi. Raga tak bisa berbuat apapun. Agung terus memukulinya sambil meneteskan air mata.
Raga sudah tak berdaya dengan wajah penuh luka ia menangis karena kesakitan. Sementara Agung berlutut di sampingnya sambil menangis. Boss Arif yang tampak kesal pergi meninggalkan gudang, sementara Tuan Johan bersorak senang.
Tuan Johan terlihat sangat senang, sementara Boss Arif tampak emosi. Boss Arif menyerahkan dua buah koper kepada Tuan Johan. Tuan Johan membuka kedua koper, dan isinya adalah tumpukan uang.
“Senang berbisnis sama Lo Boss! Hahahahah ...” tawa Tuan Johan menggema di ruangan.
Boss Arif dan Bodyguard meninggalkan tuan Johan dengan kesal.
***
Melly berjalan bersama Raga di sebuah lorong. Mereka lalu berhenti di depan sebuah pintu. Melly mengajak Raga masuk. Ternyata di dalam terlihat ada Boni, Aflah, dan beberapa anak lainnya yang dikurung di kandang anjing.
Raga tampak sangat kaget. “Kenapa mereka harus dikurung seperti ini?”
“Biar kalian jadi kuat! Ini semua demi kebaikan kalian. Kamu gak usah khawatir mereka tetep dikasih makan juga,” ujar Melly.
Terlihat ada makanan di mangkok buat anjing. Raga tak tega melihatnya.
Raga menghampiri Boni. Namun Boni hanya melihatnya dengan tatapan kosong. Melly pun memasukan Raga ke dalam kandang yang lain. Melly menguncinya, dan ia pun pergi keluar kamar. Raga termenung sambil menutup matanya.
Suara anjing menggonggong. Tiba-tiba terdengar suara kamar terbuka. Raga terkejut karena Agung masuk kesana sambil membawa kunci. Agung langsung membuka kunci gembok kurung Raga, dan menyuruhnya segera keluar dari dalam kurung.
Raga masih terlihat marah kepada Agung. “Kenapa? Kenapa kamu nyelamatin aku?”
Agung hanya tak menggubrisnya, ia melihat ke pintu untuk memastikan keadaan aman. Agung lalu membuka jendela di kamar itu. “Udah! cepet kamu harus keluar dari sini.”
“Kamu mau aku mati? Kamu kan tau di luar ada anjing yang bisa membunuh kita?”
“Cepat, kamu lari. Aku punya rencana. Kamu harus selamatin semua temen-temen kita.” Agung menarik Raga dan memaksanya keluar dari jendela.
Raga pun menuruti perintah Agung. Dan naik ke jendela.
Raga berlari, namun ia tak bisa bergerak karena ada anjing disana.
Raga berusaha menghindar namun malah dikejar. Namun tiba-tiba suara kejaran terhenti. Raga menengok ke belakang, ternyata Agung mengalihkan perhatian anjing. Kini anjing pun mengejar Agung.
“Pergi, cepet ... selamatkan teman-teman kita!” perintah Agung.
Anjing itu pun menerkam Agung hingga terjatuh. Raga berusaha menyelamatkannya, tapi Agung melarangnya. Raga melihat Agung sambil menangis. “Agung...”
“Aku gak suka punya adik cengeng! Cepet pergi...”
Raga pun berlari dan keluar dari panti asuhan tersebut.
***
Suara ambulan terdengar pelan. Semakin lama suaranya terdengar semakin jelas.
“Semua bersiap, kepung tempat ini jangan sampai ada yang lolos!”
Kumpulan video anjing yang sedang bertarung.
STOP CHILD AND ANIMAL ABUSE!