
by Titikoma

Prolog
Ketika hati harus berjarak
Dalam hati yang mendekat
Rasa perih saat kesendirian mendera
Ketika rindu seolah menanti purnama
Hatiku dan hatimu telah menyatu
Ku selalu setia menantimu
Aku yakin kau kan kembali
Merangkai cerita cinta kita
Aku akan selalu mengerti kenapa kau pergi
Tugas amanah negara janji patriot sejati
Rintik hujan yang turun sejak tengah hari, cukup membuat tanah di halaman rumah bercat putih itu berubah menjadi warna cokelat tua. Hujan rintik yang memberikan rasa nyaman kepada siapapun yang ada di rumah yang sudah dua hari ini sibuk tengah mempersiapkan sebuah perhelatan sederhana untuk anak gadis mereka yang bakal melangsungkan akad pernikahannya.
Seorang wanita paruh baya duduk di teras rumahnya yang luas sambil sesekali berdiskusi melalui handphone-nya dengan seseorang yang kelihatannya sangat menentukan dalam acara yang bakal digelar di rumah itu. Di tangannya ada sebuah pena yang siap menuliskan berbagai catatan dari hasil pembicaraannya itu pada sebuah buku yang ada di depannya.
Ia adalah Seruni, istri pemilik rumah itu. Sedari pagi ia sibuk mengecek berbagai persiapan yang tengah dilakukan bersama Dewi, anak gadisnya yang bakal menikah. Sebenarnya Dewi menyarankan agar Seruni menggunakan jasa Event Organizer agar Bundanya itu tidak terlalu lelah, tapi Seruni menolak karena ia ingin menanganinya sendiri agar lebih sesuai dengan apa yang sudah direncanakannya.
“Bunda, istirahat dulu ya. Jangan diforsir tenaga dan pikiran Bunda. Dari pagi Bunda belum istirahat. Untuk mengecek perlengkapan serahkan saja ke Dek Anto, dia pasti bisa kok.
Bunda gak boleh terlalu capek, Dewi ngga mau kalo Bunda terganggu kesehatannya saat hari-H nanti,” kata Dewi membujuk Seruni agar mau istirahat.
“Baiklah. Ibu memang mau mandi dan beristirahat sebentar di kamar. Oh ya, Ayahmu sudah berangkat ke bandara untuk menjemput Eyang Putri belum, Wi?” kata Seruni akhirnya.
“Sampun Bunda,” jawab Dewi.
Memang ia sudah merasa lelah, faktor usia sangat berpengaruh pada staminanya. Seruni bangkit dari tempat duduknya sambil menyerahkan sejumlah catatan kepada Dewi, agar pekerjaannya yang belum selesai dapat dilanjutkan oleh anak perempuannya itu.
Di kamarnya, usai membersihkan badan, Seruni ingin sedikit bersantai. Diputarnya CD yang berisi tembang kenangan. Kemudian diambilnya album foto warna biru yang warnanya sudah mulai pudar dimakan waktu. Dibawa album foto itu ke atas tempat tidurnya. Perlahan dibuka album foto yang sudah lama tak disentuhnya, Seruni sendiri tidak tahu pasti apa yang menjadi alasannya membuka kembali album foto yang berisi kenangan saat dirinya masih baru menikah dua puluh tujuh tahun yang lalu. Di halaman pertama tampak foto dirinya bersama suaminya, Prasetyo. Wajah keduanya masih terlihat muda dan tubuh mereka pun masih terlihat kurus jika dibandingkan dengan sekarang.
“Terlalu indah dilupakan.
Terlalu sedih dikenangkan.
Setelah jauh aku berjalan.
Engkau ku tinggalkan...”
Bait-bait lagu milik Koes Ploes begitu syahdu terdengar di telinga, meski sudah puluhan tahun lalu dipopulerkan penyanyinya, tapi hingga kini masih nyaman untuk didengarkan... terlebih bagi Seruni yang malam itu sengaja memutar lagu itu di dalam kamarnya sambil mencoba beristirahat setelah seharian ikut sibuk mempersiapkan akad nikah Dewi, anak pertamanya yang akan dilaksanakan dua hari lagi. Bagi Seruni, mendengarkan lagu itu seolah membawanya kembali ke masa-masa saat dirinya mengawali mahligai rumah tangganya yang hampir dua puluh tujuh tahun lalu bersama Prasetyo, suaminya yang mengabdikan diri sebagai anggota TNI-AD. Seperti sudah menjadi konsensus, lagu itu sering sekali dinyanyikan saat ada acara pelepasan Komandan Satuan di mana saja suaminya ditugaskan, hanya saja syairnya diganti sesuai suasana keinginan istri Komandan saat itu.
Ya, waktu ternyata begitu cepat berlalu. Sudah dua puluh tujuh tahun dia mendampingi suaminya bertugas ke beberapa wilayah negeri ini. Padahal rasanya baru beberapa waktu yang lalu ia meninggalkan keluarganya di Pulau Jawa mengikuti suaminya ke tempat tugas. Masih jelas dalam ingatannya betapa dia sangat dilematis saat harus menentukan pilihan menjadi istri Prasetyo yang menjadi seorang prajutit TNI, apalagi dalam keluarga besar ayah dan ibunya tidak ada satupun yang menjadi anggota TNI maupun menjadi istri anggota TNI. Ya, bagi Seruni yang notabene hanya warga masyarakat biasa, hal itu sungguh sangat sulit.
Perjalanan hidup yang dilaluinya ternyata sangat berwarna. Perjalanan hidup yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan terjadi dalam hidupnya. Dari saat ia membuat keputusan penting dalam hidupnya untuk menikah dengan Pras, memutuskan untuk memasuki dunia yang sama sekali belum dikenalnya. Seiring perjalanan waktu, banyak sudah hal dilalui yang membuatnya menjadi istri prajurit yang kuat dan tegar dalam setiap kondisi.