2r

Reads
203
Votes
0
Parts
13
Vote
by Titikoma

Chapter 2

“Papa tidak kenal.”
Ryan menjawab pertanyaan Rasky tanpa mengalihkan pandangan dari makan malamnya.
“Masa sih, Pa? Coba diingat-ingat lagi,” desak Rasky.
“Memangnya siapa nama orang tua teman kamu itu?” Kania membuka suara.
“Siapa, ya? Rasky lupa nanya.” Rasky nyengir.
Kania mengetuk-ngetuk kening dengan telunjuk. Ia berpikir keras mencoba mengingat sesuatu.
“O ya, Mama ingat! Mas, apa mungkin mereka orang tua si kembar yang waktu itu?” Kania memandang Ryan.
Pria itu tak menjawab. Tetap sibuk dengan makan malamnya.
“Si kembar siapa sih, Ma?” Rasky penasaran.
Kania mengalihkan pandangan pada putra semata wayangnya. “Waktu itu ada bayi kembar yang lahir barengan sama kamu. Laki-laki dan perempuan. Tapi salah satu di antara mereka meninggal. O ya, yang menangani operasi kelahiran mereka ‘kan ... Papa ....” Suara Kania berubah pelan ketika menyadari sesuatu yang seharusnya tidak dikatakan.
Gerakan tangan Ryan terhenti begitu mendengar kalimat terakhir sang istri. Susah payah ditelannya makanan yang tengah dikunyah. Tak lama ia bangkit meninggalkan meja makan dengan rahang mengeras.
Rasky melongo melihat sikap aneh Ryan. “Papa kenapa, Ma?”
***
Rasky dan Rizki menuliskan jam serta menit kelahiran mereka di sebuah kertas. Melipatnya kecil-kecil lalu saling bertukar. Ruang kelas sudah sepi. Sebagian besar penghuninya telah menghambur keluar semenit lalu. Mengisi perut yang keroncongan setelah beberapa jam waktu mereka diisi dengan pelajaran membosankan. Hanya tersisa Rizki, Rasky, juga Meta di ruangan itu.
“Siap?”
Rasky mengangguk. Bersiap membuka lipatan kertas di tangan. Rizki memberi aba-aba. Keduanya serempak membuka kertas di tangan masing-masing.
Meta yang juga penasaran dan memilih mengabaikan suara ‘demo’ di perut, ikut deg-degan menunggu hasil akhir ‘pertarungan’ memperebutkan nama panggilan itu.
Senyum Rizki mengembang. Diliriknya Rasky yang tertunduk lesu. Melihat ekspresi dua orang itu, hasilnya sudah bisa ditebak.
“Bagaimana? Masih ada yang mau kamu katakan, Dek Ras?” ledek Rizki.
Rasky menatap Rizki tajam. Bibir terkatup rapat. Sementara tangan kanan mengepal menahan emosi yang hendak meledak. Ia bangkit. Meninggalkan kelas diiringi derai tawa Rizki dan tatapan iba Meta.
***
“Hwaaa ...!” Rizki berteriak mendapati kecoak di dalam tasnya saat hendak mengambil buku.
Kelas yang semula tenang menjadi gaduh begitu teriakannya terdengar. Wajah gadis itu pucat pasi. Isi tasnya berhamburan ketika refleks ia lemparkan. Rasky tersenyum puas membayangkan kejadian yang mungkin akan terjadi sebentar lagi. Ia yakin cewek menyebalkan itu akan bereaksi seperti yang dibayangkannya barusan.
Bel tanda masuk berbunyi. Satu per satu penghuni kelas masuk. Senyum Rasky kian lebar begitu Rizki memasuki kelas. Tak sabar rasanya memberi pelajaran pada gadis yang membuatnya kesal itu. Rizki membuka tas lalu merogoh isinya dalam tatapan tajam Rasky. Gerakan tangannya terhenti ketika merasakan sesuatu bergerak di dalam sana.
Yes! Sebentar lagi dia akan berteriak. Satu, dua ....
Rizki membuka tas lebih lebar. Melongokkan kepala ke dalam.
Ia mengangkat kepala dan mengeluarkan tangan dalam posisi tergenggam. Membukanya sebentar lalu bangkit dan keluar kelas dengan tenang. Rasky melongo. Bayangan ‘indah’ yang tadinya tergambar di benak, mendadak buyar. Rencananya gagal total.
***
Rizki berjalan menyamping keluar dari bangku kantin yang barusan ia duduki. Kedua tangannya memegang mangkok kosong dan gelas yang isinya tinggal separuh. Begitu tiba di ujung, gadis itu berbalik tanpa menyadari kehadiran dua orang yang berjalan ke arahnya. Tak ayal, Rizki menabrak salah seorang di antara mereka dan sukses menumpahkan sisa es teh di gelas ke seragam orang itu. Rasky!
“Maaf ....” Spontan Rizki berucap.
Rasky tak menjawab. Refleks mundur dan menunduk sembari menarik kemejanya yang basah.
Di sampingnya, Ralin—cewek cantik idola para siswa sekolah—terperangah.
“Heh, kalau jalan tuh pake mata! Lihat tuh, baju Rasky jadi kotor!” bentak Ralin dengan tatapan menusuk tajam ke arah Rizki. Bergegas ia mengambil saputangan di sakunya. Berusaha membersihkan bekas air teh di baju Rasky.
“Aku kan tadi udah minta maaf.” Rizki berucap pelan. Menatap Rasky dengan tatapan bersalah.
“Udah nggak usah ribut!” Rasky menengahi. Ditepisnya tangan Ralin. “Biar aku bersihin sendiri di toilet.”
Rasky menghampiri Rizki dan merunduk. Mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu.
Refleks Rizki menarik kepalanya ke belakang. “Ingat, urusan kita soal nama itu belum selesai!” bisik Rasky tajam sebelum beranjak pergi diikuti Ralin.
***
“Putra Mama yang ganteng ini kok manyun terus, sih?” Kania mengacak rambut Rasky gemas melihat cowok itu duduk dengan bibir mengerucut di depan televisi.
Rasky menepis tangan Kania risih. Dirapikannya kembali poni yang dibuat berantakan oleh sang mama.
“Apa ada masalah? Mau cerita?” Kania menatap sang putra yang kini bersandar di sofa dengan kedua tangan terlipat.
Rasky melirik sang mama sekilas. Cowok itu terbiasa terbuka terhadap kedua orangtua sejak kecil.
“Please, nggak usah ketawa deh, Ma!” Rasky semakin manyun mendapati tawa sang mama usai mendengar ceritanya. Kania mengatupkan bibir. Berusaha menghentikan tawanya.
“Jangan terlalu benci sama seseorang. Nanti lama-lama bisa jadi cinta, lho!” Kania tersenyum menggoda.
“Ih, Mama kok gitu, sih? Males ah, cerita sama Mama!” Rasky beranjak menuju kamarnya di lantai atas. Melewati Ryan yang berdiri di anak tangga terbawah.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices