7 Misteri Di Korea

Reads
168
Votes
0
Parts
11
Vote
by Titikoma

4. Tempat Misteri Berikutnya

Hari Pertama di Korea
Meliput tempat wisata yang indah di Korea sudah biasa banget, pasti sudah banyak majalah-majalah lain yang melakukan hal itu. Makanya Devi dan Dimas memutuskan datang ke Korea bukan untuk meliput tempat wisata yang indah, namun justru meliput tempat-tempat angker yang menyimpan banyak misteri.
Tema majalah edisi spesial yang akan terbit bulan depan adalah 7 Misteri di Korea. Mereka akan mendatangi 7 tempat misteri di Korea. Perjalanan mereka mendatangi 7 tempat misteri itu dimulai dari hari ini.
Rumah Sakit Jiwa Gonjiam, tempat berpijak Devi dan Dimas saat ini. Dimas yang memilih tempat ini sebagai tempat pertama yang dikunjungi. Rumah Sakit Jiwa Gonjiam yang terletak di Kota Gwangju, Korea Selatan ini tak berbeda dengan bangunan tua pada umumnya, namun bangunan yang mulai ditumbuhi jamur dan lumut ini adalah salah satu tempat yang menyimpan sebuah kisah misteri.
Rumah sakit yang saat ini telah terbengkalai dan telah berhenti beroperasi sejak belasan tahun silam dikenal oleh masyarakat Korea Selatan sebagai sebuah rumah sakit berhantu. Bahkan masyarakat sekitar percaya jika rumah sakit ini adalah tempat berkumpulnya para roh-roh jahat. Terlebih lagi setelah rumah sakit yang ditutup sejak 16 tahun yang lalu atau sekitar akhir 90-an tersebut dibiarkan terbengkalai, di mana dinding-dindingnya mulai retak, pintu, lemari, kaca jendela, atap-atap dan seluruh peralatan rumah sakit dibiarkan berserakan, seolah menambah nuansa mistis.
Jujur saat pertama kali Devi menginjakkan kaki di rumah sakit jiwa ini, semua bulu kuduknya berdiri. Dia mulai merasakan adanya energi negatif di sini. Tapi demi kesuksesan liputannya, dia pun memberanikan diri memasuki rumah sakit jiwa ini.
Devi sudah siap menanyakan segala tentang rumah sakit jiwa pada Han Jie Eun dan Lee Young Jae. Dia mengambil smartphone dari dalam tas, kemudian dia menyentuh icon perekam suara di layar smartphone agar apa yang dikatakan Han Jie Eun tersimpan.
Devi melirik ke arah suaminya dulu, ternyata suaminya itu sudah sibuk dengan kamera LDR kesayangannya untuk memotret apa yang ada di sekitar sini. Dia berharap ada sosok penampakan yang tertangkap dalam foto yang diambil suaminya biar makin ngehits.
“Han Jie Eun, coba ceritakan bagaimana awal mula rumah sakit jiwa ini menjadi angker?” Devi mulai melempar pertanyaan pertamanya.
“Rumah sakit yang saat ini telah terbengkalai dan telah berhenti beroperasi sejak belasan tahun silam, dikenal oleh masyarakat Korea Selatan sebagai sebuah rumah sakit berhantu. Bahkan masyarakat sekitar percaya jika rumah sakit ini adalah tempat berkumpulnya para roh-roh jahat. Terlebih lagi setelah rumah sakit yang di tutup sejak 16 tahun yang lalu atau sekitar akhir 90-an tersebut dibiarkan terbengkalai, dimana dinding-dindingnya mulai retak, pintu, lemari, kaca candela, atap-atap dan seluruh peralatan rumah sakit dibiarkan berserakan seolah menambah nuansa mistis.”
“Ada hal mistis apa yang sering terjadi di tempat ini?”
“Aku sering mendengar dari masyarakat sekitar, banyak kejadian aneh yang terjadi di tempat ini, bahkan kabarnya orang-orang yang pernah memasuki tempat itu akan mengalami pengalaman mistis. Mulai dari suara-suara teriakan atau tangisan hingga beberapa luka seperti bekas cakaran. Tidak hanya itu, umumnya mereka yang mencoba masuk juga mengalami trauma yang sangat mengenaskan setelah mereka bertemu dengan sosok makhluk kasat mata yang menghuni rumah sakit.”
“Terus… apakah ada mitos yang tersimpan di tempat ini?”
“Mitos?” Han Jie Eun terlihat menggaruk kepalanya. “Wah, kalau soal itu aku kurang tau. Aku tak pernah mendengar tentang mitos di sini.”
“Mitos yang ada di tempat ini adalah jika sepasang suami istri datang ke tempat ini, maka salah satu di antaranya akan ada yang mati,” terdengar suara mengejutkan dari cowok yang di sebelah Han Jie Eun.
Perasaan Devi campur aduk mendengar ucapannya, antara senang dan takut. Senang karena akhirnya cowok itu mengeluarkan suara juga, dari kemarin dia diam saja, di sisi lain dia takut apa yang diucapkan cowok itu menjadi kenyataan.
Dengan cepat Devi menggelengkan kepalanya. “Aku nggak boleh percaya sama mitos. Aku hanya boleh percaya dengan takdir Allah, aku tak mau kejadian saat meliput di 7 keajaiban dunia terulang kembali,” batin Devi.
Tiga bulan yang lalu saat dirinya meliput tempat 7 keajaiban dunia bersama Dimas, dia terlalu memercayai mitos Arca Urung, mitos yang ada di candi Borobudur. Gara-gara mitos itu hubungannya dengan Dimas retak, bahkan ada pihak yang mencoba memisahkan mereka. Maka dari itu kali ini Devi sekarang mencoba untuk tidak memercayai mitos lagi.
“Eh, perutku laper nih. Kita makan dulu yuk!” tiba-tiba Dimas berkata seperti itu, padahal lagi asyik menyusuri dan mencari tahu tentang rumah sakit jiwa ini.
Devi melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarum jam telah menunjukkan pukul dua belas siang. “Oh iya, sudah jam makan siang. Kita makan siang dulu yuk?” ajak Devi.
“Baiklah, kita makan siang dulu.”
Devi, Dimas, Han Ji Eun dan Lee Young Jae melangkahkan kaki keluar dari rumah sakit jiwa ini. Sesampai di luar, mereka langsung masuk ke mobil. Perjalanan selanjutnya adalah ke restoran. Soal restoran mana, biar Han Ji Eun yang menentukan.
***
Devi tak salah memilih Han Jie Eun yang menentukan tempat makan siangnya. Pasalnya tempat yang dipilih Han Jie Eun adalah Baengnyeonok. Restoran ini berlokasi di Seocho3-dog, Seocho-gu, Seoul.
Devi tahu restoran ini terkenal dengan hidangan tofu. Eits, tofu yang dimaksud bukan Tofu grup vocal yang personelnya Uya Kuya, melainkan tofu yang dimaksud adalah salah satu makanan tinggi protein.
Han Jie Eun melambaikan tangan memanggil waiters restoran ini. Tak lama kemudian datanglah waiters dengan membawa buku menu. Buku menu pun diserahkannya pada Devi, Dimas, Han Jie Eun dan Lee Young Jae. Waiters itu tersenyum dan berbicara menggunakan bahasa yang tak dimengerti oleh Devi.
“Eh, Han Jie Eun… waiters itu barusan ngomong apa?” tanya Devi berbisik pada Han Jie Eun.
“Waiters tadi bilang selamat datang di restoran kami. Kalian mau pesan apa?”
Devi mengangguk paham. Dia pun membuka buku menu. Makanan yang tertulis di buku menu: Jayeonsik sundubu baekban, Dubu jeongol, Bimbimbap. Devi garuk-garuk kepalanya, bingung mau makan apa.
“Han Jie Eun, makanan yang halal di restoran ini apa?” tanya Devi sebelum memesan makanan yang dipilihnya.
“Kau tenang saja, restoran ini terkenal sebagai restoran halal di Korea. Tentu saja menu makanan yang ada di sini sudah teruji kehalalannya.”
Devi bernapas lega mendengar penuturan Han Jie Eun. Itu artinya dia terhindar dari apa yang ditakutinya selama ini. Ada dua hal yang paling ditakutinya yaitu memakan hak orang lain dan memakan makanan haram.
Mendengar semua makanan di restoran ini halal, Devi sudah bisa menentukan makanan yang pas untuk lidahnya. “Aku pesen Jayeonsik sundubu baekban, jeongol, dan bingsu.”
Jeongol adalah makanan Korea berupa berbagai sup yang direbus di dalam panci besar, dan dihidangkan di tengah-tengah meja untuk dimakan bersama. Dibandingkan dengan jjigae yang hanya berisi satu jenis bahan utama, bahan untuk isi jeongol biasanya jauh lebih beragam. Berbeda dari jjigae yang bermula dari makanan rakyat, jeongol seperti halnya gujeolpan bermula dari makanan untuk kalangan bangsawan atau anggota keluarga kerajaan.
Makanan ini biasanya berisi irisan daging sapi, jeroan, berbagai jenis makanan laut, dan ditambah berbagai jenis sayuran, jamur, dan bumbu-bumbu lain. Semua bahan direbus bersama di dalam panci dangkal untuk memasak jeongol yang disebut jeongolteul.
Kalau bingsu itu merupakan es campur ala Korea yang merupakan menu dessert terenak di restoran ini. Komposisi bingsu ini adalah es serut yang dilengkapi dengan buah-buahan, wafer atau biskuit, yang kemudian ditambahkan topping es krim di atasnya. Benar-benar menggugah selera, apalagi ketika musim panas di Korea Selatan yang membuat gerah. Bahkan, tak hanya cocok dinikmati saat musim panas saja, musim dingin pun saya tetap dengan senang hati menikmati menu satu ini, karena memang cita rasanya yang enak dan cocok untuk dinikmati di semua musim.
“Kalau kamu mau pesan menu apa, Dim?” tanya Devi.
“Kalau aku pesan menu yang sama denganmu aja deh,” jawab Dimas. Han Jie Eun pun menyampaikan pesanan Devi dan Dimas menggunakan bahasa Korea.
Waiters itu berlalu dari hadapan mereka, mungkin dia ingin menyiapkan pesanan mereka semua. Sembari menunggu kedatangan waiters membawa makanan pesanannya, Devi memanfaatkan waktu dengan mengotak-atik smartphone kesayangannya.
Pertama-tama dia update status di BBM dulu. Isi statusnya, “Lagi makan siang di restoran Baengnyeonok with my husband, dan 2 orang pemandu wisata. Hayo siapa yang mau ikut?”
Ting… Tong
Smartphone Devi berbunyi, ada pesan BBM masuk dari Riana. Isi pesannya. “Wah, enak banget lo bisa makan di restoran Korea. Gue mau dong dibungkusin menu makanan yang ada di sana hehehe…”
Devi membalas pesan BBM Riana, “Oke, wait.”
Devi beralih menyentuh logo kamera di layar smartphone-nya. Diarahkannya smartphone pada buku menu. Saat dia merasa posisinya sudah pas, dia pun menyentuh icon gambar kamera yang terletak di bagian bawah smartphone. Klik, tersimpanlah foto buku menu tersebut. Foto buku menu itu dikirimkan Devi ke Riana lewat pesan BBM. Di keterangan foto, “Nih, pesanan lo gue kirim tapi foto buku menunya aja ya hahaha…”
Dimas memasang wajah bête, dia tampaknya tak suka dengan apa yang dikerjakan Devi. “Dev, kamu deso banget sih buku menu aja pake difoto segala.”
“Biarin, siapa tau berguna buat tambahan tulisan artikel yang aku bikin nanti.”
“Arsha Magazine itu majalah pariwisata, bukan majalah kuliner!”
“Bodo amat, kamu lupa kalo Om Dhanu kan bilang kita meliput segala tentang Korea? Berarti termasuk kulinernya juga dong?”
“Terserah kamu deh,” Dimas akhirnya mengalah. Dari zaman pacaran, dia memang tak pernah menang jika debat tak penting dengan Devi.
Waiters datang membawa pesanannya. Devi sudah tak sabar mencicipi menu Jayeonsik sundubu baekban, jeongol. Namun sebelum mencicipi dua menu tersebut, dia terlebih dahulu melakukan ritual. Ritual pertama berdoa sebelum makan, ritual kedua adalah foto selfie.
“Ya, ampun Dev. Kamu itu ribet banget sih jadi orang, dikit-dikit foto,” Dimas mulai mengomel.
“Ya, nggak apa-apa dong. Mumpung di Korea, ini itu kenang-kenangan kalau kita pernah makan di restoran Korea.”
Devi mengambil tongkat narsis dari tasnya lalu memasang smartphone pada tongkat narsisnya tersebut. Dia mengatur self-timer lima menit. Yang memegangi tongkat narsisnya si Han Jie Eun. Gaya yang dipakainya kali ini tak aneh-aneh, hanya memasang senyum manis dan tangannya memegang piring berisi makanan Jayeonsik sundubu baekban.
1… 2… 3
Kilatan blitz terlihat di smartphone-nya, itu artinya foto tadi sudah tersimpan. Langsung saja Devi meng-upload foto tersebut di akun Instagram-nya. Setelah itu barulah dia menyantap semua makanan yang ada di depannya. Hmmm… yummy.
***
Setelah puas makan di restoran Baengnyeonok, Devi dan Dimas kembali melanjutkan perjalanan. Tepat jam dua siang mereka telah tiba di Rumah Hantu Yeongdeok. Devi lah yang menentukan tempat ini sebagai tempat liputan keduanya. Devi tahu Rumah Hantu Yeongdeok, tempat paling seram Di Korea Selatan.
Dari situs internet yang pernah dibaca Devi, Rumah Hantu Yeongdeok ini berdiri tegak menghadap ke arah laut. Rumah angker yang tidak terurus dan berada di tepian air laut, dipercayai sebagai tempat hantu berbaring untuk menunggu.
Devi, Dimas, Han Jie Eun dan Lee Young Jae memberanikan diri memasuki rumah hantu Yeongdeok. Sontak Devi menutup hidung, banyak sekali debunya. Bukan hanya itu saja, Rumah Hantu Yeongdeok ini sangat kumuh, gelap, dan lembap.
“Devi, Dimas… kalian harus waspada, di rumah ini benar-benar berbahaya karena ada lubang yang bisa membuat orang terjatuh dan menyebabkan kematian,” Han Jie Eun memberikan peringatan pada Devi dan Dimas.
Alat perekam sudah siap. Sekarang Devi tinggal menanyakan tentang tempat ini ke Han Jie Eun. “Han Jie Eun, apa yang kau ketahui tentang tempat ini?”
“Yang aku tahu rumah ini dulunya digunakan sebagai restoran dan pernah ramai sekitar tahun 1980. Siapapun yang usaha di tempat ini selalu bangkrut, kabarnya bangunan ini panas dan tidak cocok untuk ditempati. Berganti empat kali kepemilikan selalu saja pemiliknya bangkrut dan gagal. Tidak pengaruh meski lokasinya strategis berada di atas bukit dan bisa melihat pemandangan indah ke pantai timur Korea Selatan. Akhirnya bangunan dikosongkan dan ditinggalkan.”
“Terus apa yang menyebabkan rumah ini berhantu? Apakah benar ada gadis bunuh diri di basement?” tanya Devi lagi.
“Tidak, Cerita tentang gadis bunuh diri di basement hanya buah bibir warga setempat saja, tidak pernah ada kejadian seperti itu. Hasil penyelidikan menyebutkan rumah Yeongdeok adalah lokasi pemakaman ratusan tentara pelajar yang dikorbankan oleh tentara sekutu yang berusaha mengalihkan perhatian pasukan lawan, Korea Utara. Dikuburkan dengan keadaan seadanya di bukit tersebut. Semua jenazah tidak pernah dipindahkan ke makam yang wajar. Tidak ada penghargaan atas pengorbanan yang telah dilakukan. Padahal mereka berperan dalam kemenangan pasukan Korea Selatan. Arwah-arwah tentara pelajar inilah yang tidak tenang dan sering menampakkan diri. Maka ini bisa disambungkan dengan cerita dua orang paranormal yang pernah bertapa di rumah ini dan katanya didatangi pemuda berpakaian tentara.”
Detik demi detik terus berlalu. Tanpa terasa sudah dua jam berada di sini. “Devi, Dimas… sebaiknya kita pulang ke apartemen saja, hari sudah senja, sebentar lagi matahari akan tenggelam. Seorang paranormal setempat pernah menerawang isi rumah hantu ini, dia menjelaskan penunggu rumah ini sering menampakkan diri kepada para pengunjung yang berada di sekitar rumah hantu Yeongdeok, terlebih bila nekat masuk ke dalam.”
“Ya sudah, kita pulang.”
Seharian full Devi dan Dimas jalan-jalan menyusuri tempat-tempat angker di Korea. Melelahkan memang, namun mereka dapat pengalaman dan pengetahuan baru. Devi tak menyesal pergi ke Korea.
***
Sudah jam 12 malam, Devi masih saja terjaga. Dia terjaga karena masih sibuk mengetik artikel pariwisata, hasil liputannya tadi siang. Bagaimana dengan Dimas? Tak usah ditanya lagi, si Dimas sudah ngorok.
“Dev, jam segini kok belum tidur? Tidur gih, ntar kamu sakit loh,” Dimas menasihati Devi.
“Iya, sebentar. Lagi nanggung nih.”
Devi itu memiliki karakter yang tidak suka menunda pekerjaan. Jika sudah melakukan suatu pekerjaan, dia harus menyelesaikannya. Tak menunda sampai esok hari. Hal itu karena dia sadar, besok belum tentu bisa bernapas.
Detik demi detik silih berganti. Tanpa terasa sudah satu jam Devi mengetik pariwisata. “Huft, akhirnya selesai juga artikel yang kutulis.”
Dia pun membaca ulang hasil ketikannya.
7 Misteri di Korea.
Seperti yang kita tahu Negara Korea Selatan itu penuh dengan tempat wisata yang indah, Drama yang keren, dan boy band/girl band. Tapi tahukah kamu di Korea juga memiliki tempat-tempat angker? Arsha magazine edisi spesial ini menjabarkan 7 tempat misteri di Korea. Apa aja sih? Cekidot:
1. Rumah sakit jiwa Gonjiam
Rumah sakit yang saat ini telah terbengkalai dan telah berhenti beroperasi sejak belasan tahun silam, dikenal oleh masyarakat Korea Selatan sebagai sebuah rumah sakit berhantu. Bahkan masyarakat sekitar percaya jika rumah sakit ini adalah tempat berkumpulnya para roh-roh jahat. Terlebih lagi setelah rumah sakit yang ditutup sejak 16 tahun yang lalu atau sekitar akhir 90-an tersebut dibiarkan terbengkalai, di mana dinding-dindingnya mulai retak, pintu, lemari, kaca jendela, atap-atap dan seluruh peralatan rumah sakit dibiarkan berserakan, seolah menambah nuansa mistis.
Masyarakatt sekitar sering mengalami kejadian aneh. Mulai dari suara-suara teriakan atau tangisan hingga beberapa luka seperti bekas cakaran. Tidak hanya itu, umumnya mereka yang mencoba masuk juga mengalami trauma yang sangat mengenaskan setelah bertemu dengan sosok makhluk kasat mata yang menghuni rumah sakit ini.
Tempat ini juga menyimpan mitos misteri. Mitos yang ada di tempat ini adalah jika sepasang suami istri datang ke tempat ini, maka salah satu di antaranya akan ada yang mati.
2. Rumah Hantu Yeongdeok
Rumah Hantu Yeongdeok ini berdiri tegak menghadap ke arah laut. Rumah angker yang tidak terurus dan berada di tepian air laut, dipercaya sebagai tempat hantu berbaring untuk menunggu.
Orang yang mencoba memasuki rumah hantu ini harus ekstra hati-hati karena ada lubang yang bisa membuat orang terjatuh dan menyebabkan kematian.
Dulu rumah hantu ini digunakan sebagai restoran dan pernah ramai sekitar tahun 1980-an. Siapapun yang usaha di tempat itu selalu bangkrut, kabarnya bangunan ini panas dan tidak cocok untuk ditempati. Berganti empat kali kepemilikan selalu saja pemiliknya bangkrut dan gagal. Tidak pengaruh meski lokasinya strategis berada di atas bukit dan bisa melihat pemandangan indah ke pantai timur Korea Selatan. Akhirnya bangunan dikosongkan dan ditinggalkan.
Cerita tentang gadis bunuh diri di basement hanya buah bibir warga setempat saja, tidak pernah ada kejadian seperti itu. Hasil penyelidikan menyebutkan rumah Yeongdeok adalah lokasi pemakaman ratusan tentara pelajar yang dikorbankan oleh tentara sekutu yang berusaha mengalihkan perhatian pasukan lawan, Korea Utara.
Dikuburkan dengan keadaan seadanya di bukit tersebut. Semua jenazah tidak pernah dipindahkan ke makam yang wajar. Tidak ada penghargaan atas pengorbanan yang telah dilakukan. Padahal mereka berperan dalam kemenangan pasukan Korea Selatan.
Arwah-arwah tentara pelajar inilah yang tidak tenang dan sering menampakkan diri. Maka ini bisa disambungkan dengan cerita dua orang paranormal yang pernah bertapa di rumah ini dan katanya didatangi pemuda berpakaian tentara
Devi tersenyum puas membaca artikel yang diketiknya. Mendadak rasa kantuk menyerang matanya. Dia pun memutuskan untuk segera tidur. Sebelum mematikan laptop, dia terlebih dahulu menyimpan file ketikannya itu ke sebuah grup khusus di Facebook. Buat jaga-jaga siapa tahu laptop eror dan harus diinstal ulang, jadi file yang diketiknya masih bisa diselamatkan.
Tempat Misteri Berikutnya
Hari kedua di Korea
Mentari bersinar cerah, secerah hati Devi dan Dimas. Jam sembilan pagi mereka berdua sudah siap untuk kembali melanjutkan perjalanan mendatangi tempat misteri berikutnya. Namun masalahnya sudah setengah jam Han Jie Eun beserta kekasihnya belum juga datang menjemput mereka berdua.
Devi jadi gelisah sendiri. Jika sudah gelisah yang dilakukan Devi adalah mondar-mandir. “Aduh, mereka ke mana sih? Kemarin mereka ontime jemput kita, tapi kenapa sekarang ngaret?”
Dimas tiba-tiba memeluknya dari belakang. Inilah cara Dimas menenangkan kegelisahan Devi. “Tenang lah sayang. Mereka bentar lagi pasti datang. Mungkin mereka telat karena menyelesaikan urusan dadakan dulu.”
“Kalau mereka ada urusan dadakan harusnya mereka kasih tau kita dong.”
“Daripada kamu mengomel nggak jelas, lebih baik kamu menunggu kedatangan mereka sambil browsing internet saja.”
“Ngapain browsing internet?”
“Ya, kita mencari tempat misteri berikutnya. Hari ini kan kita belum menentukan mau mendatangi tempat yang mana.”
Devi setuju dengan usulan Dimas. Dia pun meraih laptop kesayangannya. Untung di apartemen ini dilengkapi fasilitas wifi yang bagus, sehingga internet-an bisa secepat kilat. Begitu laptop nyala, Devi klik Mozilla Firefox dan masuk ke laman Google. Terus dia memasukkan kata kunci “Tempat-tempat Misteri di Korea Selatan.” Di kolom pencarian Google.
Dalam sekejap muncul beberapa artikel tentang Tempat-tempat Misteri di Korea Selatan. Dia memilih membaca artikel yang judulnya “10 Tempat Misteri di Korea Selatan.”
Devi terlihat serius sekali membaca artikel itu. “Di situs yang kubaca, ada 10 tempat misteti di Korea Selatan. 2 di antaranya sudah kita datangi kemarin.”
“8 tempat misteri yang belum kita datangi apa aja?” tanya Dimas.
“SMA di Gyeongju, University of Seoul, Restoran Angker Neulbom Garden dan bla… bla… bla.” Devi menyebutkan satu per satu tempat misteri yang dibacanya dari artikel itu.
“Menurutmu hari ini kita enaknya mendatangi tempat yang mana?”
“Kalau menurut aku kita lebih baik ke SMA di Gyeongju aja. Soalnya aku penasaran, ingin melihat sendiri seberapa horor sekolah tersebut.”
“Oke, aku setuju. Hari ini kita ke SMA Gyeongju.”
Entah mengapa tiba-tiba Devi merasakan rasa sakit yang luar biasa pada kepalanya. Dia pun memijit-mijit kepalanya sendiri. Namun bukannya agak enakan malah sekarang ingin muntah.
Dia langsung berdiri dan berlari menuju kamar mandi. Sesampai di kamar mandi, dia memuntahkan seluruh isi perutnya. “Hoek… hoek…”
Dimas menyusulnya ke kamar mandi. Suaminya itu dengan sabar memijit-mijit bagian belakang lehernya dengan minyak kayu putih. Beberapa saat kemudian dia sudah agak enakan. Secepatnya dia membersihkan mulut menggunakan air keran.
“Aku nggak apa-apa kok, mungkin cuma masuk angin biasa. Tadi malam kan aku tidur tengah malam.”
Ting… Ting
Smartphone Dimas berbunyi. Devi melihat suaminya merogoh saku celana, tak lama kemudian suaminya mengeluarkan smartphone. “Ada sms masuk dari Han Jie Eun,” ujar Dimas.
“Lalu isinya apa?”
“Maaf, kami datang terlambat. Tadi ada urusan mendadak, sekarang kami sedang dalam perjalanan menuju apartemen kalian. Kalian sudah siap?”
“Gimana nih, Dev? Apa aku bilang aja bahwa kamu sakit dan hari ini kita nggak bisa melakukan perjalanan?”
“No, hari ini tetep melakukan perjalanan tapi aku nggak ikut.”
“Lah, kalau kamu nggak ikut siapa yang mencatat semua liputan tentang tempat itu? Terus siapa yang jagain kamu? Aku takut terjadi apa-apa jika kamu di apartemen sendiri,” terlihat jelas guratan cemas di wajah Dimas.
“Kamu tenang aja, aku akan baik-baik aja kok sendirian di apartemen. Kalau soal liputan, kamu rekam aja seluruh yang diucapkan Han Jie Eun di smartphone. Beres kan?”
“Tanganku kan cuma dua, kedua tanganku sibuk memotret objek. Mana bisa memegang smartphone juga?”
Devi tersenyum simpul. “Kan kamu bisa minta tolong Lee Young Jae buat megangin smartphone-mu itu.”
“Iya juga ya. Hehehe. Tapi kamu beneran nggak apa-apa ditinggal sendirian di apartemen?”
“Aku nggak apa-apa, Sayang.”
“Aku pergi dulu ya. Kalau terjadi apa-apa dengamu, langsung hubungi aku!”
“Siap.”
Sebelum pergi, Dimas mengecup kening Devi dan Devi mencium tangan Dimas. Dalam hati dia berdoa agar suaminya sampai di tempat tujuan dengan selamat.
***
Sesuai kesepakatan dengan Devi tadi pagi, Dimas hari ini mendatangi SMA di Gyeongju. Tentu saja bersama Han Jie Eun, hari ini Lee Young tak ikut karena dia lagi sakit. Bangunan sekolah ini sangat megah dan luas. Tak kalah dengan sekolah elite lainnya di Korea Selatan.
Jika tak membaca situs internet, orang luar Korea pasti tak ada yang tahu bahwa sekolah ini dibangun di atas pemakaman.
Sebelum mereka memasuki sekolah, terlebih dahulu Dimas menyalakan tombol perekam dulu biar apa yang dikatakan Han Jie Eun terekam di smartphone-nya. Sesampai di dalam sekolah, kedatangan mereka disambut ramah oleh bapak kepala sekolah. Beliau bersedia menemani mereka menyusuri setiap sudut sekolah ini.
Sekolah ini terdiri dari 9 kelas. Satu kelas terdiri dari tiga local. Bukan hanya itu saja, di sekolah ini pun ada kantin, toilet, ruang laboraturium, ruang latihan music, ruang latihan drama dan ruang seni lukis. Walaupun demikian, aura mistis di sekolah ini tetap ada.
Terbukti saat Dimas melewati ruang laboraturium, dia merasakan ada energi negatif yang sangat kuat. Dia tak ingin mengabaikan momen tersebut, dia pun memegang kamera LDR yang menggantung di lehernya. Dia membidik kameranya dan memotret ruang laboraturium.
“Astagfirullahaladzim!” pekik Dimas kaget ssat melihat hasil bidikannya.
“Ada apa, Dim?” tanya Han Jie Eun heran.
“Coba deh kamu liat, ada bayangan putih tertangkap di kameraku,” ujar Dimas sambil menunjukkan hasil bidikannya.
Pak kepala sekolah hanya tersenyum saja. “Itu paling penunggu ruang lab ini. Dari sekian banyak ruangan di sekolah ini, ruang laboraturium lah yang paling angker. Tak ada satu pun murid berani lewat atau memasuki lab. Ini. Setiap ada yang memasuki lab, pasti kesurupan.”
Dimas kaget, pak kepala sekolah bisa berbahasa Indonesia. Hal itu justru menjadi sebuah keuntungan bagi Dimas, dia tak perlu repot-repot membuka kamus bahasa Korea. “Pak, bisakah Anda jelaskan mengapa sekolah ini angker?”
“Sebenarnya, SMA ini dulunya berada di tengah kota, namun kemudian dipindahkan ke pinggiran kota. Gedung sekolah yang baru tersebut didirikan di atas sebuah bukit yang merupakan area pemakaman, dekat dengan makam Kim Yushin, Jenderal terkenal Korea dari abad ke-7. Untuk membangunnya, beberapa makam pun dipindahkan. Ketika proses pemindahan makam, sebenarnya sudah dilakukan semacam kegiatan doa. Konon, ini dimaksudkan agar tidak ada “penunggu” yang marah ataupun merasa nggak tenang. Namun, banyak yang beranggapan bahwa prosesi doa ini nggak sepenuhnya berhasil. Setelah pembangunan selesai dan sekolah resmi beroperasi, muncullah berbagai ‘gangguan,’” Pak kepala sekolah menjelaskan secara panjang lebar.
“Terus gangguan apa saja yang dialami murid-murid di sini?”
“Para murid, terutama yang menghuni asrama, seringkali merasa nggak nyaman saat di sekolah. Malah, banyak kesaksian yang menyatakan bahwa mereka melihat penampakan aneh. Alhasil, nggak ada yang mau berlama-lama di sekolah. Murid-murid juga menghindari pulang-pergi melewati jalur bukit pemakaman. Soalnya setiap lewat situ, kabarnya sering muncul perasaaan yang nggak enak. Menurut cerita yang beredar, banyak makhluk halus.”
Dimas merasa cukup liputannya di sekolah ini. Dia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. “Waw, ternyata sudah jam setengah satu. Sudah waktunya makan siang.”
“Gimana kalau kita makan siang di kantin sekolah ini saja?” tanya Han Jie Eun.
Dimas menggeleng pelan. “No, aku hari ini ingin makan di restoran angker Neulbom Garden aja.”
“Oh, baiklah kalau begitu.”
Dimas mengulurkan tangan kanannya, pak kepala sekolah menjabat tangan Dimas. “Terima kasih banyak karena Bapak sudah mengizinkan kami untuk meliput sekolah ini. Sekali lagi terima kasih.”
“Sama-sama. Saya senang kalian mengunjungi sekolah ini, jangan kapok main ke sekolah ini ya.”
Ketika Dimas dan Han Jie Eun melangkah menuju luar sekolah, tiba-tiba ada seorang murid laki-laki berlari-lari. Mungkin karena datang terlambat. Murid laki-laki itu tak sengaja menyenggol tubuh Han Jie Eun dengan keras.
Otomatis tubuh Han Jie Eun terhuyung ingin jatuh. Dengan sigap Dimas menangkap tubuh Han Jie Eun agar tak jatuh.
Terjadilah saling pandang dari jarak yang sangat dekat. Mata Dimas tak berkedip melihat kecantikan Han Jie Eun dari jarak yang sangat dekat. Namun dia teringat wajah Devi. Devi selalu marah jika dirinya terpesona dengan kecantikan wanita lain. Dimas pun tersadar dari lamunannya. Cepat-cepat dia beristigfar, minta maaf ke Han Jie Eun dan membantu Han Jie Eun kembali berdiri tegak.
Tanpa disadari Dimas ada sepasang mata yang menatapnya dari jauh. Pemilik sepasang mata itu menatapnya dengan penuh kebencian.
***
Dimas kecewa karena apa yang diharapkannya tak sesuai kenyataan. Tadinya dia mengira Restoran Neulbom Garden masih beroperasi namun ternyata restoran ini sudah 20 tahun yang lalu ditutup. Bangunannya memang masih berdiri dengan kokoh, namun dibiarkan begitu saja tak terurus.
Dia sangat menyayangkan hal itu. Dia berpikir andai restoran itu dibuka kembali pasti akan laris manis. Terletak di derah perbukitan sejatinya restoran ini menjadi salah satu restoran yang punya daya tarik bagi kalangan wisatawan, bahkan boleh dikata jika restoran ini juga memiliki kisah sejarah yang besar bagi warga Korea. Pasalnya, terletak di bukit yang punya pemandangan langsung dengan lautan luas, restoran ini menjadi tempat wisata favorit banyak kalangan.
Dia jadi penasaran ingin tahu sejarah restoran ini. Dia pun bersiap melempar pertanyaan ke Han Jie Eun. Namun sebelumnya tentu saja dia mengaktifkan tombol perekam suara di smartphone-nya dulu.
“Han Jie Eun, apakah kau tahu tentang restoran ini?” Dimas mengajukan pertanyaan pertama setelah tombol perekam suara aktif.
“Tentu saja aku tahu. Seluruh masyarakat asli Korea pasti tahu tentang restoran ini.”
“Bisakah kau ceritakan sejarah restoran ini? Dari awal berdiri sampai restoran ini angker.”
“Awal mula restoran ini jadi horor itu masih simpang siur. Ada dua versi ceritanya. Kau mau aku ceritakan versi yang mana?”
“Aku mau dua-duanya. Tapi kau ceritakan versi pertama dulu lah!”
Han Jie Eun menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan, “Kisah horor restoran ini berawal setelah pemilik restoran membantai keluarganya sendiri sebelum akhirnya ia gantung diri. Menurut kisahnya, pembunuhan tersebut terjadi karena ia dan istrinya frustasi dengan kondisi satu-satunya putri cantik mereka yang mengalami cacat mental dan fisik setelah mengalami insiden kecelakaan. Mereka tidak bisa menahan rasa sakit hati melihat putrinya tidak bisa tumbuh dengan normal, dan setelah aksi pembantaian tersebut, restoran tua ini mulai diselimuti aura-aura horor mengerikan.”
“Lalu versi kedua bagaimana ceritanya?”
“Versi kedua, ada rumor pintu tiba-tiba membuka dan menutup, dan pelanggan akan memesan makanan yang aneh-aneh dan cukup mengerikan. Bos tidak bisa menangani situasi seperti ini dan meninggalkan karyawan untuk melakukan semua pekerjaan karena dia sibuk mencuci piring di dapur belakang. Oh ya, dan si bos juga bakal mukul kepala si pelanggan jika dia melihat mereka bermain dengan makanan mereka atau menjatuhkan sisa-sisa makanan di lantainya. Mungkin si bos gila ini adalah bagian dari salah satu yang mengerikan.”
“Lalu apakah tak ada orang yang berniat membangun kembali restoran ini? Andai restoran ini dibuka lagi pasti bakal ramai dikunjungi wisatawan.”
“Setelah dibiarkan kosong sekitar 20 tahun, restoran tua ini sebenarnya sempat kembali di buka, namun pemilik restoran pun tidak bisa bertahan lama. Berdasarkan kisah yang beredar, para pekerja termasuk pemilik restoran sering mengalami teror yang sangat nyata di restoran ini. Konon menurut kisah yang dilansir beberapa sumber, para karyawan sering melihat piring yang bergerak dengan sendirinya hingga suara-suara gaduh yang bersumber dari dapur. Hal tersebut dibenarkan oleh seorang pakar spiritual di Korea, ia menyebutkan bahwa restoran ini tidak pernah ditinggalkan oleh pemilik sebelumnya meski telah tewas, arwah pemilik rumah beserta istri dan putrinya masih ada di restoran ini. Sampai sekarang tak ada orang yang berani membangun kembali restoran ini.”
Drtt… Drttt
Smartphone di tangan Dimas bergetar. Di layarnya tertulis Istriku memanggil. Dia menggeser icon telepon warna hijau ke icon telepon warna merah, itu artinya menerima panggilan.
“Halo, istriku tercinta. Gimana keadaanmu?” tanya Dimas.
“Alhamdulillah, aku sudah agak enakan. Kamu lagi di mana?”
“Aku lagi ada di Restoran Neulbom Garden, aku kira restoran itu masih beroperasi makanya aku mau makan siang di sini, eh taunya sudah tutup sejak 20 tahun yang lalu.”
“Aduh, maaf ya Sayang tadi pagi aku lupa bilang ke kamu bahwa restoran itu memang sudah lama ditutup.”
“Nggak apa kok.”
“Kamu pulang jam berapa?”
“Bentar lagi aku pulang? Kamu sudah kangen ya ma aku?”
“Sebelum kamu pulang, mampir ke restoran dulu ya. Belikan aku makanan Sundubu jigae, Kimchi Jigae, Chamchi Jigae, Ojingeo Deopbab, Chamchi Deopbab dan bulgogi.”
“Baiklah, nanti akan kubelikan.”
Tuuut… tuutt sambungan telepon terputus.
Han Jie Eun melirik ke arah Dimas. “Yang nelpon Devi ya?”
“Iya, dia minta aku pulang sekarang.”
“Kalau begitu kita pulang sekarang.”
“Tapi sebelum pulang ke apartemen, kita mampir ke restoran dulu ya. Devi minta dibelikan makanan Sundubu jigae, Kimchi Jigae, Chamchi Jigae, Ojingeo Deopbab, Chamchi Deopbab dan bulgogi.”
“Oke, aku akan bilang ke sopir bahwa kita mampir ke restoran dulu sebelum pulang ke apartemen.”
***
Dimas tiba di apartemen tepat jam dua siang. Kepulangan Dimas disambut dengan pelukan hangat dan kecupan mesra dari Devi.
“Sayang, gimana liputannya? Lancar?” tanya Devi.
“Alhamdulillah lancar tanpa ada kendala sedikit pun,” Dimas menjawab pertanyaan Devi dengan senyum memesona.
“Mana rekaman hasil liputan ke tempat misteri? Terus kamu nggak lupa beliin makanan pesananku kan?”
“Ini pesananmu.”
Tangan kanan Dimas menenteng plastik besar berisi makanan pesanan Devi sedangkan tangan kirinya memegangi smartphone. Devi malah mengambil smartphone, lalu meraih laptop kesayangannya. Dia bingung sendiri melihat tingkah istrinya itu.
“Devi, kok ngambil laptop? Harusnya kan kamu ambil piring dan sendok buat makan.”
“Makannya nanti sajalah. Aku mau ngetik artikel hasil liputanmu tadi.”
“Tapi kan kamu lagi sakit, Sayang. Ngetik artikelnya bisa lain kali.”
“Aku udah sehat kok. Tenang saja.”
Dimas hanya mendengus kesal. Jika istrinya sudah ingin sesuatu ya harus dikerjakan sekarang juga. Dia tak bisa berbuat apa-apa.
Jari-jari tangan Devi menari lincah di atas keybord laptop, mengetik kata demi kata di lembar ketiga artikel yang diketiknya kemarin.
SMA di Gyeongju
Bangunan sekolah ini sangat megah dan luas. Tak kalah dengan sekolah elite lainnya di Korea Selatan. Jika tak membaca situs internet, orang luar Korea pasti tak ada yang tahu bahwa sekolah ini dibangun di atas pemakaman.
Sekolah ini terdiri dari 9 kelas. Satu kelas terdiri dari tiga local. Bukan hanya itu saja, di sekolah ini pun ada kantin, toilet, ruang laboraturium, ruang latihan music, ruang latihan drama dan ruang seni lukis. Walaupun demikian, aura mistis di sekolah ini tetap ada. Terbukti saat ada orang yang melewati ruang laboraturium, dia merasakan ada energi negatif yang sangat kuat.
“Dari sekian banyak ruangan di sekolah ini, ruang laboraturium lah yang paling angker. Tak ada satu pun murid berani lewat atau memasuki lab. Ini. Setiap ada yang memasuki lab, pasti kesurupan,” ujar bapak kepala sekolah ini.
SMA ini dulunya berada di tengah kota, namun kemudian dipindahkan ke pinggiran kota. Gedung sekolah yang baru tersebut didirikan di atas sebuah bukit yang merupakan area pemakaman, dekat dengan makam Kim Yushin (Jenderal terkenal Korea dari abad ke-7). Untuk membangunnya, beberapa makam pun dipindahkan. Ketika proses pemindahan makam, sebenarnya sudah dilakukan semacam kegiatan doa. Konon, ini dimaksudkan agar tidak ada “penunggu” yang marah ataupun merasa nggak tenang. Namun, banyak yang beranggapan bahwa prosesi doa ini nggak sepenuhnya berhasil. Setelah pembangunan selesai dan sekolah resmi beroperasi, muncullah berbagai ‘gangguan.’
Para murid, terutama yang menghuni asrama, seringkali merasa nggak nyaman saat di sekolah. Malah, banyak kesaksian yang menyatakan bahwa mereka melihat penampakan aneh. Alhasil, nggak ada yang mau berlama-lama di sekolah. Murid-murid juga menghindari pulang-pergi melewati jalur bukit pemakaman. Soalnya setiap lewat situ, kabarnya sering muncul perasaaan yang nggak enak. Menurut cerita yang beredar, banyak makhluk halus.
Restoran Neulbom Garden
Terletak di derah perbukitan sejatinya restoran ini menjadi salah satu restoran yang punya daya tarik bagi kalangan wisatawan, bahkan boleh dikata jika restoran ini juga memiliki kisah sejarah yang besar bagi warga Korea. Pasalnya, terletak di bukit yang punya pemandangan langsung dengan lautan luas, restoran ini menjadi tempat wisata favorit banyak kalangan.
Awal mula restoran ini jadi horor itu masih simpang siur. Ada dua versi ceritanya. Versi pertama seperti ini: Kisah horor restoran ini berawal setelah pemilik restoran membantai keluarganya sendiri sebelum akhirnya ia gantung diri. Menurut kisahnya, pembunuhan tersebut terjadi karena ia dan istrinya frustasi dengan kondisi satu-satunya putri cantik mereka yang mengalami cacat mental dan fisik setelah mengalami insiden kecelakaan. Mereka tidak bisa menahan rasa sakit hati melihat putrinya tidak bisa tumbuh dengan normal, dan setelah aksi pembantaian tersebut, restoran tua ini mulai diselimuti aura-aura horor mengerikan.
Sedangkan versi kedua: ada rumor pintu tiba-tiba membuka dan menutup, dan pelanggan akan memesan makanan yang aneh-aneh dan cukup mengerikan (kinda spooky). Bos tidak bisa menangani situasi seperti ini dan meninggalkan karyawan untuk melakukan semua pekerjaan karena dia sibuk mencuci piring di dapur belakang (dude was one of those psychos that couldn't stand dirty dishes). Oh ya, dan si bos juga bakal mukul kepala si pelanggan jika dia melihat mereka bermain dengan makanan mereka atau menjatuhkan sisa-sisa makanan di lantainya (can anyone say psycho). Mungkin si bos gila ini adalah bagian dari salah satu yang mengerikan.
Setelah dibiarkan kosong sekitar 20 tahun, restoran tua ini sebenarnya sempat kembali dibuka, namun pemilik restoran pun tidak bisa bertahan lama. Berdasarkan kisah yang beredar, para pekerja, termasuk pemilik restoran sering mengalami teror yang sangat nyata di restoran ini. Konon menurut kisah yang dilansir beberapa sumber, para karyawan sering melihat piring yang bergerak dengan sendirinya hingga suara-suara gaduh yang bersumber dari dapur. Hal tersebut dibenarkan oleh seorang pakar spiritual di Korea, ia menyebutkan bahwa restoran ini tidak pernah ditinggalkan oleh pemilik sebelumnya meski telah tewas, arwah pemilik rumah beserta istri dan putrinya masih ada di restoran ini. Sampai sekarang tak ada orang yang berani membangun kembali restoran ini.
“Akhirnya selesai juga artikel yang kutulis. Sekarang waktunya makan,” batin Devi senang. Sebelum mematikan laptop, dia terlebih dahulu menyimpan file ketikannya itu ke sebuah grup khusus di Facebook.
Hatinya sudah tak sabar ingin mencicipi makanan-makanan yang dipesannya lewat Dimas.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices