Ada Apa Dengan Rasi

Reads
194
Votes
0
Parts
16
Vote
by Titikoma

7. Sandal Maya Hilang!

Seminggu setelah kedatangannya, Rasi mulai akrab dengan nyaris semua penghuni asrama. Tetapi yang paling akrab dengan Maya dan Mbak Septa, bisa jadi karena keduanya adalah orang pertama yang mengajaknya bicara.
Tingkah Rasi tak sepenuhnya berubah, dia masih jail, suka membangkang, tukang bolos. Di sini dia menemukan tempat membolos paling asyik: PERPUSTAKAAN. Tak satu pun buku di sana dia baca, karena dia memilih membawa bukunya sendiri untuk dibaca. Kalau sedang beruntung, Rasi bisa tidur juga di sana.
Maya cukup membantu dalam perubahannya di bidang spiritual. Teman sekamarnya itu yang selalu berteriak pertama kali saat Rasi tergoda untuk menunda shalat atau malah berencana bolos shalat berjemaah di masjid. Dia selalu berkata, berulang-ulang, shalat adalah tiang agama, shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Katanya, kalau Rasi rajin shalat, maka dia akan terhindar dari keinginan berbuat jahat ataupun melakukan maksiat.
Namun, sepertinya hal itu hanya berlaku untuk Maya. Buktinya, di dalam pesantren yang semua penghuninya mengerjakan shalat masih ada yang berbuat maksiat.
“Selopku hilang!” Maya berteriak-teriak kesetanan sesaat setelah mengerjakan shalat berjemaah di masjid.
Rasi yang ada di sampingnya, berusaha menenangkan gadis itu. “Alah, cuma sandal ini. Ntar kutemenin beli lagi, deh,” ujarnya yang langsung mendapat pelototan dari Maya.
“Masalahnya, itu selop istimewa, nggak ada gantinya.”
Rasi tak mengerti. Apa istimewanya sebuah selop buluk yang bahkan srampat-nya saja sudah putus dan terpaksa harus disambung dengan tali rafia.
Maya mulai menangis. Pelan, lalu menggerung-gerung. Rasi panik karena Maya tak mau diam, gadis itu terus menangis bahkan setelah Septa menenangkannya dan berjanji akan membantu mencari selopnya.
“Mbak tahu kan, selop itu satu-satunya peninggalan almarhumah ibuku? Makanya masih kusayang-sayang sampai sekarang. Siapa sih yang tega banget ngambil selop jelek kayak gitu?” dumal Maya di sela tangisnya yang belum berhenti.
“Iya, iya, Mbak tahu. Nanti kita cari sama-sama, ya. Nggak mungkin ada yang nyuri, May, ini pesantren. Memangnya siapa yang mau dihukum berat karena melakukan hal itu?”
Rasi yang memang belum mengerti, memilih diam. Nanti saja dia akan mencari tahu lewat Septa. Nanti, kalau Maya sudah pergi.
“Sekarang cuci mukamu, ambil wudhu, berdoa sana. Pernah diajarin sama Ustaz Faruq kan, doa kalau kamu kehilangan barang?” Septa memutuskan apa yang harus dilakukan Maya dengan bijak dan tegas. Kalimatnya tak terbantahkan.
Maya pun mengangguk. Dia segera beranjak ke kamar mandi untuk membasuh mukanya dan menghilangkan sisa air mata. Mungkin setelah ini gadis itu akan langsung menuju masjid, kembali bertafakur mengharap selopnya kembali.
“Mbak,” panggil Rasi hati-hati setelah Maya benar-benar pergi. “Rasi boleh tanya sesuatu nggak?”
Septa tersenyum tipis. “Tanya apa, Rasi?”
“Soal selop Maya tadi....”
“Oohh....” Septa lalu dengan senang hati menceritakan tentang Maya, bukan hanya tentang selop yang hilang itu.
Jadi, Maya adalah anak yatim piatu. Ayahnya meninggal saat dia masih bayi, ibunya meninggal ketika Maya TK. Karena keluarga mereka tidak cukup berada untuk memelihara Maya, maka kakek dan neneknya mengirim Maya ke pondok dengan aplikasi bebas biaya. Harapan mereka sederhana saja, mereka ingin Maya mengingat orangtuanya dengan cara yang baik dan selalu mendoakan mereka.
Mendengar cerita Septa mengenai Maya, Rasi jadi merasa terpukul. Dia memiliki orangtua yang lengkap, tapi malah lebih yatim daripada Maya yang yatim piatu. Dia bahkan tak memiliki satu pun barang istimewa yang akan terus mengingatkannya pada mama atau ayah. Semua barang yang dibelikan orangtuanya hanya berupa barang, tanpa ada kasih sayang di dalamnya.
Rasi jadi menyesal telah melakukan hal itu.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices