kastil piano
Kastil Piano

Kastil Piano

Reads
123
Votes
0
Parts
8
Vote
by Titikoma

8. Pertolongan

Ada yang berbeda hari ini. Selina melihat Fandi jalan kaki. Awalnya agak ragu Selina melipir, memelankan sepedanya agar sama dengan kecepatan langkah cowok itu. Tapi Fandi langsung menatapnya ketakutan.
“Lo kenapa? Ngeliat gue kek ngeliat nenek sihir,” ketus Selina. Mendadak Fandi berkeringat dingin. Ia tidak menatap Selina. Melainkan menatap sepeda gadis itu ketakutan.
Fandi buru-buru kabur dan segera naik ojek.
“Hei jangan kabur!” Selina berusaha mengejar, tapi tak mungkin ia akan mencapai kecepatan motor itu.
Di sekolah pun, Selina berusaha mendekati Tina dan Kikan. Yang buru-buru pergi setiap kali melihatnya. Apalagi, Selina selalu terhalang para fansnya saat hendak menghampiri mereka. Sampai ia kabur-kaburan demi mencapai atap. Di sana, Selina menangis sendirian. Ingin mengembalikan semua seperti semula.
“Gue pengen keluar dari kutukan ini.” Selina meraung. Mengeluarkan benda itu dari dalam tasnya.
“Kenapa Kastil Piano tidak berfungsi pada Fandi, teman-teman, dan Mama? Ada apa dengan mereka? Aku ingin mereka mencintaiku dan menyayangiku kembali. Tapi kenapa malah sebaliknya?” Matanya melihat gulungan papyrus yang dililit tali emas itu.Selina membukanya.
“Ini tulisan apa, sih?” Ia tidak mengerti tulisan di sana. Mungkin, kertas itu berisi petunjuk tentang cara penggunaan Kastil Piano ini. Ah, kenapa dia tidak meminta agar tulisannya diubah ke dalam bahasa Indonesia saja?
UBAH TULISAN KERTAS INI MENJADI BAHASA INDONESIA. HULALA HULALA SEMUA AKAN MENJADI NYATA!
Tak perlu menunggu waktu lama. Dalam beberapa detik saja, manteranya berhasil.
Tentang produk kami, “Kastil Piano”. Segala hal pasti ada konsekuensinya. Gunakanlah secara bijak dan tepat. Karena hanya ada dua hal : Setiap ‘raih’ selalu ada ‘raib’
Setiap Keberuntungan yang kamu minta, akan dibayar dengan keberuntungan yang lain.
Apa yang kamu minta, akan bertolak balik dari yang sebenarnya.
Yang mampu menghapus kekuatan Kastil Piano adalah “Cinta yang Suci”.
Selina mengusap keringat mencoba memahami setiap hal yang tertulis di sana. “Itu berarti, aku akan kehilangan keberuntungan yang lain, kalau aku meminta yang lain?” Ia berpikir.
“Pantes Mama, Kikan dan Tina membenciku. Mungkin karena aku meminta cinta yang lain. Cinta dari orang-orang yang menyayangiku raib,” cetus Selina. “Tapi bagaimana dengan Fandi? Bukannya dia membenciku?” Selina berpikir keras. Kalau membenci, lalu dirinya meminta dicintai, kenapa hasilnya tetap benci? Atau jangan-jangan Fandi kriteria yang kedua?
“Apa yang aku minta, akan bertolak balik dari yang sebenarnya. Kalau seandainya aku meminta Fandi mencintaiku, tapi hasilnya dia malah membenciku itu berarti ... yang sebenarnya dia mencintaiku?” Selina mengerjap saat menyadari ucapannya.
“Bagaimana bisa?”
“Bisa!” Suara itu membuat Selina menoleh. Yasinta!
“Tapi kamu terlambat Selina. Terlambat menyadari, karena berkat ulahmu itu, Fandi jadi membencimu. Jadi aku tidak perlu repot-repot menjauhkannya darimu.” Yasinta tersenyum sinis.
“Maksud lo?” sembur Selina. Yasinta menyeringai membuang pandang.
“Asal tau aja. Fandi berusaha keras menghadapi traumanya itu demi bisa sehobi sama kamu. Menyukai hal yang seharusnya tidak ia sukai demimu.” Yasinta melipat kedua tangannya di dada. “Tapi sekarang kamu menghancurkannya sendiri. Dia membencimu. Hahaha. Terima kasih. Itu berarti, aku memiliki kesempatan penuh bersamanya,” Yasinta terkekeh. Membuat Selina kepanasan.
“Itu tidak akan terjadi. Karena aku akan mengembalikannya seperti semula. Karena Cinta yang suci, akan mampu menghapus kutukan.”
“Oh, ya? Mari kita lihat cinta siapa yang lebih suci. Jika Snow White terlepas dari kutukan karena ciuman pangeran, itu berarti sama dengan ... jika memang di sini, Fandi harus terlepas dari kutukan itu karena kelakukanmu, maka biarkan aku yang melakukannya.” Yasinta tersenyum sinis.
“Hei, lo nggak akan bisa melepaskan kutukan itu darinya!” Tanpa aba-aba lagi, Yasinta sudah lari lebih dulu. Ia mengincar Fandi yang saat ini berada di lapangan basket.
“Tidaaak!!!” Selina berteriak menarik Yasinta. Sampai gadis itu tertarik mundur dan segera didahului Selina. Dua gadis itu main kejar-kejaran memperebutkan cinta sejati. Sedikit lagi, Selina akan mencapai cowok itu yang terbengong melihat aneh tingkah Selina dan Yasinta.
“Fandiii!” Yasinta berusaha meraih cowok itu yang segera didorong oleh Selina. Yeah! Dia yang akan mendapatkan ciuman Fandi. Selina siap menyosor. Dengan suksesnya, dia berhasil mencium bola basket yang Fandi taruh di depan mukanya.
Selina merasa bibirnya jontor. Karena dia menabrakkan dengan keras.
“Lo gila, ya!” ujar Fandi. Yang tiba-tiba mendapat serangan dadakan dari arah samping.
“Fandi!” Yasinta secepat kilat merenggut kepala cowok itu dan ... Selina merasa seluruh tubuhnya lemas. Disaksikan satu sekolah, Yasinta mencium Fandi.
***
Selina misuh-misuh. Sial! Dia merasa bibirnya kebas. Kenapa sih? kenapa Yasinta harus merusak acaranya? Kali ini, Selina harus move on dari kejadian tadi, berganti mengurusi kisah cinta Ibunya.
Berusaha menemui Om Topik. Tapi Om Topik bahkan menolak untuk menemui Ibunya. Padahal Selina sudah memohon-mohon.
“Ayolah, Om. Demi Mama.” Selina memohon. Lelaki itu menatap tak tega.
“Tapi Sel ....”
“Selina mohon, Om. Selina nggak tau harus berbuat apa lagi. Menikah dengan Om adalah kebahagiaan Mama. Membiarkan ia berpisah dengan lelaki yang dicintai, itu berarti Mama akan kehilangan kebahagiaannya. Dan aku ingin Mama bahagia.” Selina menangis dengan air mata bercucuran. Om Topik menghela napas.
“Baiklah. Akan Om coba nanti.” Selina mengusap air matanya senang. Setelah susah payah, akhirnya lelaki ini mau juga dibujuk untuk menjenguk Ibunya.
“Apa kamu tidak keberatan?” tanya Om Topik sekali lagi.
“Sama sekali tidak. Maafkan Selina sudah mencoba memisahkan kalian. Om Topik adalah laki-laki baik, yang dicintai Mama. Harusnya Selina tidak boleh egois.” Gadis itu mengucapkan dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar menyesal. Lebih baik ia kehilangan keinginannya, daripada ia harus kehilangan Ibunya sama seperti ia kehilangan Ayahnya.
***
Kehebohan datang dari arah parkiran. Fandi berteriak-teriak histeris. Melihat deretan sepeda di depannya. Ia berlari ke sana ke mari kebingungan. Mencari tempat persembunyian yang aman.
“Kenapa dia jadi aneh begini?” Yasinta memandangi heran.
“Menurut yang gue denger, Fandi katanya pernah punya trauma sama sepeda,” cetus Salma. Yang sekarang hubungannya mulai membaik dengan Tina karena mereka satu geng. Starlight tidak seperti yang Tina dan Kikan sangkakan selama ini. Mereka anak-anak yang cukup asyik kok. Tidak pernah membenci. Malah sikap Yasinta jauh lebih menyenangkan daripada Selina. Jadi pantaslah mereka jika memilih Yasinta. Tidak salah.
“Fan, lo kenapa?” Teman-teman Fandi menghampiri cowok itu, yang masih kebingungan seperti orang linglung mencari tempat paling aman.
“Dia kenapa, sih?”
“Tadi gue cuma mau nunjukin sepeda baru gue aja, kok,” terang salah seorang.
“Terus tiba-tiba dia jadi ketakutan kayak begini.” Fandi bermuka pucat. Keringat mengalir deras di keningnya. Ia mencari sela-sela di antara orang-orang yang menontonnya. Lalu dengan kecepatan tinggi berlari. Berusaha meloloskan diri dari parkiran. Sampai tidak sadar, kepalanya terbentur besi pagar parkiran yang rusak dan mencuat runcing, sampai menimbulkan luka. Darah mengalir dari kepala Fandi, cowok itu jatuh kejang-kejang.
Selina yang melihat ada ribut-ribut, langsung datang ke parkiran. Ia terkejut saat melihat Fandi berlumuran darah.
***
“Puas, kamu! Puas lihat semua ini? Hah?” Yasinta mendorong Selina sampai tubuh gadis itu membentur dinding.
“Gara-gara kamu, Fandi jadi takut sama sepeda lagi. Ini kan, yang kamu mau?” Selina tak menyanggah apa pun yang Yasinta tuduhkan. Semua yang dibilang gadis itu benar. Ia hanya mampu menangis.
“Gue berjanji akan balikin semuanya!” Selina meyakinkan gadis di depannya. Yasinta menyentuh kening frustrasi.
“Hahaha. Aku nggak yakin! Nih, coba lihat!” Entah bagaimana gadis itu bisa membawa ponsel milik Fandi. Selina tertegun saat melihat seluruh isi galeri foto di ponsel Fandi adalah fotonya. Sebagian besar ngeblur karena diambil sembarang.
“Dan asal kamu tau, dia sayang banget sama kamu! Dan aku? Aku siapa? Hahaha. hanya temen curhatnya.” Yasinta mengatakan itu dengan binar terluka. Jadi ... jadi selama ini ....
“Kamu yang keterlaluan sama dia. Dan enggak pernah ngasih kesempatan buat dia deketin dirimu. Apalagi perjanjian konyol itu. kamu menyakitinya, Sel! Sekarang kamu bisa apa? Bisa apa, hah! Cuma bisa nyeselin gitu aja? Nggak guna! Mau nangis darah sekalipun, nggak akan bisa ngubah keadaan kembali seperti semula!”
“Izinin gue masuk lihat dia, Yas,” pinta Selina parau sesak dengan air mata. Sementara Yasinta terus mendorongnya untuk menjauh dari pintu.
“Bundanya Fandi sudah nitipin dia ke aku. Jadi mending kamu jauh-jauh. Aku nggak mau orang-orang yang aku sayangin dan cintai harus tersakiti gara-gara kamu. keegoisanmu, dan keserakahanmu! Asal kamu tau aja. Selama ini, aku iri. Iri sama kamu, Sel. Cuma kamu satu-satunya orang yang bisa bikin Fandi terlepas dari traumanya. Cuma demi kamu, Fandi berani menghadapi traumanya. Dan .....” Yasinta menarik napas. “Gara-gara kamu juga, yang bikin dia kembali ke traumanya. Padahal dia udah berjuang mati-matian dan sekarang kamu menghancurkan segalanya?” Yasinta menyipitkan mata tak habis pikir.
Hari ini, Selina merasa benar-benar jahat. Sangat jahat!
“Yas, plis! Maafin gue!”
“Pergi!” Yasinta mendorong Selina, dan segera menutup pintu ruang inap tempat Fandi dirawat.
“Plis, Yas. Buka!” Selina ingin sekali masuk, tapi Yasinta mengunci dari dalam. sampai dia kelelahan berdiri dan beringsut di pintu.
“Selina!”
“Tante!” Selina segera berdiri saat melihat ibu dan ayah Fandi tiba.
“Maafin Seli, Tan. Ini salah Seli.” Gadis itu menangis. Membuat wanita di depannya memeluknya. Ibu Fandi tak paham. Tapi yang jelas, ia tahu kalau sepertinya mereka marahan melihat Fandi yang tiba-tiba saja menurunkan semua foto-foto Selina di kamarnya.
“Sudah, jangan menangis, Sel. Fandi nggak kenapa-kenapa kok. Tidak ada luka yang cukup serius.” Ibu Fandi tersenyum disambut Ayah Fandi.
“Iya, Sel, Fandi nggak apa-apa, kamu tenang ya.” Ayah Fandi meneguhkan. Berkat kedua orang tua Fandi. Selina bisa masuk ke ruang rawat. Yasinta terpaksa membiarkan gadis itu mendekati Fandi. Kalau bukan karena ibu cowok itu. Melihat Fandi yang mengenakan masker oksigen terpejam rapat, dan kepala dililit perban, Selina tak sanggup ngomong apa-apa.
“Fan, maafin gue. Maafin gue yang bikin lo jadi kayak gini.” Selina meraih kepala cowok itu, mengusap rambutnya. menangis sampai air matanya terjatuh di kening Fandi.
“Gue mohon, plis! Lo bangun.” Jika memang mencabut impiannya sama dengan mencabut nyawanya, Selina rela menukar impiannya untuk mengembalikan impian Fandi. Karena dengan impian seseorang akan tetap hidup.
“Gue rela. Gue rela semua impian gue buat lo. Asal lo balik lagi, Fan. Gue sayang sama lo. Gue nggak mau kehilangan lo. Pliss! Bangun. Dulu gue memang serakah. Gue selalu pengen menang sendiri. Demi apa pun untuk saat ini, gue rela. Gue rela memberikan semua impian gue asal lo tetap hidup. Lo juara lagi tiap kita balapan. Gue mau lo bangun.” Selina menangis sejadi-jadinya. Membuat semua orang di sana terperangah. Apa gadis itu baru saja melakukan pengakuan cinta? Ibu Fandi senyum-senyum sendiri menyaksikan ini.
***
Fandi merasakan sesuatu yang hangat menetes di wajahnya. Ia terbangun dan shock saat melihat Selina menangisinya.
“Lo kenapa?” tanyanya kebingungan. Mendengar itu, Selina langsung melebarkan mata. Ibu Fandi, Yasinta segera menghampiri Fandi yang terbaring. Sedang ayahnya cepat-cepat memanggil dokter.
“Sayang, akhirnya kamu sadar juga.” Fandi menatap semua yang ada di sana. Ibunya, Yasinta dan ... Selina.
“Ada apa sih? Bun, Fandi kenapa?” Fandi melepas masker oksigennya. Semua terheran melihat Fandi yang tampak segar bugar. Seperti bangun tidur. Yasinta menjelaskan kronologi kejadiannya. Fandi terkekeh tak mempercayai omongan Yasinta.
“Gue ketakutan sama sepeda? Yang bener aja,” ujar cowok itu. Yasinta dan Selina terperangah melihat ini, tapi seulas senyum segera terpancar dari sudut bibir Selina. Itu berarti, kutukan Kastil Piano terlepas.
“Coba kasih alasan yang lebih logis kenapa gue bisa ada di sini.” Fandi masih tak bisa menerima pernyataan Yasinta.
“Udah nggak usah banyak tanya. Mulai hari ini, gue berjanji nggak akan panggil lo Kakek Peyot lagi.” Selina menjatuhkan diri di tubuh cowok itu. Memeluknya. Fandi masih kebingungan. Tapi kemudian seulas senyum terkembang di bibirnya.
“Gue juga berjanji nggak akan panggil lo Nenek Angry lagi,” sahut Fandi.
“Lo boleh ke rumah gue,” ujar Selina.
“Serius?” Fandi tampak gembira. Air mukanya tak bisa ia tutup-tutupi jika lebih ceria dari biasanya. Selina mengangguk.
“Dan gue akan sering-sering main ke rumah lo,” ujar Fandi. Yang membuat Selina terkikik.
“Kita akan melewati jalur yang sama setiap hari, tapi ....” sahut Selina.
“Apa?” Fandi mengernyit. Selina tersenyum tengil.
“Gue udah boleh mukul lo.”
Fandi terkekeh di sela-sela kemalangan yang akan menimpanya nanti. “Ah sial! Tapi nggak apa-apa, deh. Asal gue bisa deket-deket terus sama lo.” Selina mengiyakan. Yang segera mendapat dehaman dari yang lain. Mereka lupa, jika masih ada orang lain di sana.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices