by Titikoma
16. Akhir Perjalanan
“Reisha…”
“Mandala…”
“Eh, kita di mana? Kenapa baju kuntiku begitu rapi dan… lihat penampilanku!” Reisha merasa sangat ringan dan terlebih-lebih rambutnya yang kribo telah lurus alami dan baju yang tadi compang-camping karena diserang dengan brutal juga tertata rapi, sementara luka hilang semua.
“Man, kamu juga! Kamu mirip sekali dengan Edward… dan penampilan kamu tidak seperti tuyul lagi…!” Reisha kagum dengan sosok yang berubah menjadi lebih sempurna.
“Iya tentu saja aku mirip dengan Edwad karena aku ayah kandungnya. Rei… ini waktu kita…” Mandala berkata pelan.
“Maksudnya?” Reisha bingung.
“Inilah waktu terbaik kita untuk berpamitan dengan orang-orang yang menyayangi dan kehilangan akan kematian kita. Lihatlah Allah telah mengantarkan kita pada mereka.”
“Iya Man, mereka semua tengah berkumpul. Mama, Papa, Edward dan banyak sekali orang-orang yang tengah berdoa buat jalan kita…” Reisha terharu, tanpa sadar air matanya menetes. Reisha merindukan mama dan papa yang sangat memanjakannya, juga Edward yang begitu baik dan setia selama kasus kematian yang membuat dia tidak bisa tidur siang dan malam belum terungkap.
“Apa yang harus kita lakukan Mandala?”
“Kita harus berpamitan dengan mereka Rei, dan aku akan menyerahkan diary tentang siapa ayah sesungguhnya Edward. Karena Edward harus membaca tulisan Mama Shara…”
Berdua Reisha dan Mandala mendekati rumah yang tengah mengalunkan ayat-ayat suci, aneh ternyata doa-doa itu tidak membuat Reisha terasa sakit bagai digigit-gigit benda tajam, malah sebaliknya doa itu membuat dirinya merasa sejuk.
“Mama… Papa… ini Rei… maafkan Rei… hihihihii…” Reisha bersuara lirih di dekat Mama dan Papa yang tengah membaca surat-surat agung Allah.
“Reiiii… Reiiii… Papa anak kita kembali…” Mama ternyata sudah lebih tenang dengan kehadiran Reisha dan sosok asing yang membuat kedua orang tua Reisha, Papa Riyanto dan Mama Shara tercengang karena sosok yang di sebelah Reisha sangat mirip dengan Edward. Terlebih-lebih Edward tidak akan pernah menyangka akan bertemu sosok mahkluk halus yang sangat mirip dengannya.
“Maaf Ma, Pa… juga Edward… Rei baru bisa berpamitan, ceritanya panjang…”
“Sudah… sudah Sayang… kita semua sudah tahu apa yang telah menimpamu. Kami semua sudah ikhlas melepasmu Nak… kembalilah ke jalan Allah. Kita semua mendoakan kepergian kamu dengan tenang,” Papa Reisha berkata dengan sayang, sementara mama Reisha mulai meneteskan air mata. Air mata seorang ibu yang penuh kasih sayang dan kerinduan terhadap gadisnya.
“Jangan bersedih Mama! Reisha selalu menyayangi Mama, maafkan kalau Reisha banyak membuat Mama bersedih… maafkan! Semua bukan kemauan Reisha…”
“Mama… Mama... juga sangat menyayangimu Nak… semua sudah takdir yang kuasa. Kita hanya bisa menjalankan dengan sebaik-baiknya. Pulanglah Nak. Mama ikhlas melepaskanmu!”
“Maaf Edward… ini adalah Mandala dan Mandala ini adalah ayah kandungmu!” Reisha memperkenalkan Mandala terhadap Edward. Papa Riyanto dan Mama Shara tidak menampik apa yang dikatakan Reisha, apalagi Mandala menyerahkan diary merah milik Shara yang berisi semua catatan rahasia keberadaan Edward terhadap putra kesayangannya.
“Pah… Mah?” Edward memanggil Papa Riyanto dan Mama Shara. Kedua orang tua itu tersenyum dan mengangguk mengisyaratkan apa kebenaran yang barusan disampaikan adalah benar adanya.
Semua terharu saat Edward berusaha memeluk Mandala. Dan ajaib waktu begitu singkat, tiba-tiba sosok Reisha dan Mandala seiring dengan bunyi doa-doa para pendoa hilang lenyap bagai lenyap begitu saja.
Hening sesaat. Semua sudah berjalan dengan sempurna. Kedua keluarga yang saling menguatkan berpelukan, rasa lega dan tenang meliputi kedua orang tua Reisha dan demikian Edward yang akhirnya mengetahui siapa ayah kandungnya walau hanya sekejap. Buku diary Mama Shara erat dalam genggamannya.
@@@
Allah Maha Adil, segala kebaikan walau terkoyak oleh apapun akhirnya akan kembali dalam kesempurnaan. Dan kejahatan tanpa penyadaran hati untuk belajar memaafkan maka selamanya akan terpuruk dalam kegelapan.