Kacamata Kematian

Reads
175
Votes
0
Parts
15
Vote
by Titikoma

6. Balikan Sama Dia? Ogah!

Arshita.
15 Fact tentang Arsyil Langit Ramadhan
-Mandi sampe dua jam bahkan lebih
-Paling anti makan pisang
-Takut sama kecoa terbang
-Suka ngupil, tapi ngupilnya di tempat sepi
-Suka makan nasi goreng bikinan ibu kos
-Kalau makan nasi pasti make krupuk
-Nggak suka minuman bersoda
-Suka nonton sinetron Indonesia
-Jomblo sejak lahir
-Kalau tidur nggak pernah pake baju
-Kalau make kaos kaki, ujungnya pasti diikat.
-Kalau maka bakso, pentol paling besar dimakan belakangan
-Suka ngorok
-Nggak suka baca buku.
-Trauma naik sepeda motor
Aku geleng-geleng kepala membaca kertas yang diberikan Chiara. Busyet, dia saking ngefansnya sama Afgan KW berhasil dapatkan 15 fakta tentang si doi. Sejak pertemuan kedua di dekat pangkalan ojek, aku dan Langit jadi lumayan dekat. Langit nelpon aku sama kayak minum obat, tiga kali sehari.
Anehnya aku malah nggak tau banyak tentang Langit. Iya, sih aku dan Langit biasanya kalau telponan suka bahas sinetron dan lagu. Eh, Langit juga pernah cerita tentang asmaranya.
“Lo dapet darimana 15 fact tentang Langit?”
“Ya, dari dia sendiri lah. Jadi gini, hari Minggu kemarin gue kan ke Bandung eh ketemu dia di Taman Begonia. Kami banyak ngobrol dan ujung-ujung nulis 15 fact tentang diri sendiri terus abis kelar tukeran hasil 15 fact yang ditulis.” Chiara begitu bersemangat menceritakan ke aku.
“Oh, iya ada satu lagi fakta Langit tapi nggak tertulis di 15 fact itu.”
“Apaan coba?”
“Ternyata Langit itu Arsyil Langit Ramadhan yang ada di kampus kita.”
Mataku membulat mendengar penuturan dari Chiara. Ajaib, bear-benar di luar dugaanku. “Hah? Serius lo? Bukannya Langit yang di kampus kita itu orangnya jelek, hitam, banyak jerawat dan gigi maju?”
“Iya, dua rius malah. Dulu emang wajahnya jelek, tapi sejak dia beli kacamata ajaib di toko barang antic milik Om-nya Anthony wajahnya langsung ganteng mirip Afgan. Andai aja kacamata itu stoknya banyak, pasti di Indonesia ini nggak ada cowok berwajah jelek.”
Aku berdecak kagum. Sulit dipercaya, hari gini tahun 2016 masih ada barang mistis? “Lo tau dari siapa tentang hal itu?”
“Dari Franco. Franco sendiri yang ngajakin Langit ke toko barang antic milik Om-nya.”
Ting!
Ada BBM masuk dari Samuel.
Arshita, tolong jangan marah sama aku. Shofia itu pacarnya kakak sepupuku. Nah, kakak sepupuku itu minta bantuanku buat melamar Shofia di hari valentine. Eh, kado buat Shofia ketuker sama kado yang khusus buat kamu.
Huft, dia lagi- dia lagi. Raut wajahku berubah jadi murung. “Eh, BBM dari siapa? Kok wajah lo jadi murung?”
“Dari Samuel. Ini kesepuluh kalinya dia nge-BBM gue, tapi nggak pernah gue bales. Isinya sama ngajak balikan.”
“Terus lo masih mau balikan sama dia?”
“Balikan sama dia? Ogah! Gue dah terlanjur sakit hati, Bo. Yang gue bingung gimana caranya biar dia berhenti ngajakin balikan.”
“Kalau soal itu mah gampang. Lo harus punya cowok baru lagi. Nah, kalau lo punya cowok baru, gue jamin dia nggak bakal ngejar lo lagi.”
Wajahku yang tadinya kusut jadi cerah lagi. Idenya Chiara boleh juga. Tapi aku nyari cowok barunya dimana? Ntah kenapa otakku tertuju Afgan KW alias Langit. Sepertinya dia bisa aku manfaatin.
Jari-jariku menari di atas keypad HP.
Helo, kamu besok pagi jam Sembilan bisa dating ke taman bunga belakang kampus nggak? Ada yang mau aku bicarain. PENTING.
Apa yang kuketik, kukirim ke BBM Langit dan Samuel.
“Maafin gue, Chiara. Gue tau lo lagi suka sama Langit tapi aku harus memanfaatkan dia biar nggak dikejar Samuel lagi.” Aku berbicara dalam hati.
***
Aku kuliah di Universitas Flowers, salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Di halaman belakang kampus, ada taman lumayan luas dan ditumbuhi berbagai macam bunga-bunga yang cantik pastinya bikin segar mata memandang. Di sinilah aku janjian ketemuan sama Langit.
Begitu aku sampai di taman belakang kampus, aku melihat Langit sudah stand by di dekat barisan bunga mawar mewar. Langsung saja kusamperin dia. Tapi aku jalannya pelan-pelan sambil mengendap-endap. Aku pengen ngagetin dia.
Aku menepuk pundak Langit. “Hey, maaf ya lama nunggu. Soalnya tadi kejebak macet.”
“Eh, kamu toh. Aku pikir tadi siapa. Iya, nggak apa. Sampai kiamat pun aku rela kok nunggu kamu di sini.”
“Ah, kamu bisa aja. Kita duduk di sana yuk, biar lebih asyik ngobrolnya!” tangan kiriku menunjuk ke kursi panjang yang ada di samping deretan bunga Lily.
“Ayo, siapa takut!”
“Hmmm … jadi apa nih yang pengen kamu bicarin di tempat ini?” Tanya Langit ketika aku dan dia sudah duduk di kursi panjang yang ada di samping deretan bunga Lily.
“Apa ya?” Aku menggaruk kepala yang tak gatal. Bingung mau ngomong apa. Tak mungkin banget kan aku jawab jujur bahwa ngajakin dia ke sini karena pengen manasin Samuel? Aduh, Samuel mana sih? Kok tak datang-datang. Ujung-ujungnya aku jadi gelisah sendiri. Otakku berpikir keras mencari alasan yang tepat.
Belum sampai lima menit, bola lampu di otakku sudah menyala. Chiara, nama itu sepertinya bisa membantuku menjawab pertanyaan Langit. “Ah, aku baru inget. Aku ngajakin kamu ke sini cuma pengen ngomongin Chiara.”
Dahi Langit berkerut. “Chiara? Ada apa dengan dia?”
“Aku mau nanya, seberapa jauh hubunganmu sama Chiara?”
“Kami cuma temen biasa kok.”
“Oh ya? Padahal Chiara tau banyak loh tentang kamu. Kemarin aja dia ngasih kertas berisi lima belas fakta tentang kamu.”
“Oh, itu cuma permainan iseng doang.”
Bola mataku menangkap sosok Samuel lagi berjalan ke tempat ini. Ini waktu yang tepat buatku menunjukkan bakat aktik. Aku mulai menggenggam erat tangan Langit lalu menyenderkan kepala di pundaknya.
“Sayang, baru sehari aku nggak ketemu kamu rasanya udah kangen banget. Makin hari makin cinta deh sama kamu,” ucapku.
“Oh, jadi kamu ngajak aku ke sini cuma pengen nunjukkin kemesraan kamu sama cowok lain?” terdengar suara Samuel di sebelahku.
Aku pura-pura kaget dan menoleh ke samping. “Kalau iya, kenapa? Masalah buat lo? Nih, dengerin gue. Gue ngajakin lo ke sini cuma pengen ngasih tau bahwa gue sudah punya pacar baru. Kenalin namanya Langit.”
Dengan bangga aku menepuk pundak Langit. Untung dia sekarang sudah jadi ganteng, tak malu-maluin dikenalin sebagai pacar di depan Samuel. “So, mulai sekarang lo nggak usah lagi ngajakin gue balikan!”
Mata Samuel melotot dan dia meremas pundakku. “Arshita, lo pikir gue bakal nyerah begitu lo punya pacar baru? Nggak! Gue pastiin kalian nggak bakal lama. Nggak ada yang boleh milikin lo selain gue!”
Setelah berkata demikian, Samuel ngeloyor pergi. Baguslah. Itu artinya aktingku berakhir juga. Ntah datang darimana, tiba-tiba saja Chiara muncul dengan berlinang airmata. Mendadak firasatku jadi tak enak.
“Arshita, lo tega ngekhianatin gue. Lo tau kan gue lagi suka sama Langit, tapi kenapa lo malah jadian sama orang yang gue suka?”
“Chi, dengerin gue dulu! Apa yang lo denger tadi nggak seperti kenyataannya.”
Aku mencoba menjelaskan hal yang sebenarnya terjadi. Namun terlambat. Chiara sudah pergi tanpa mau mendengar penjelasanku dulu. Aku mengacak rambut frustasi. Kenapa jadi kacau begini? Terus gimana aku memperbaiki hubungan dengan Chiara?
Giliran Langit menepuk-nepuk pundakku. “Kamu yang sabar ya. Biar waktu yang menenangkan Chiara. Aku yakin kok dia nggak bakal bisa marah lama-lama sama kamu. Kan kamu sahabat terbaiknya.” Langit mencoba menenangkanku.
Ya, semoga saja yang dikatakan Langit itu benar. Chiara itu sahabat terbaikku, aku tak kan sanggup dia lama marah sama aku. Aku juga harus lakuin sesuatu biar Chiara tak marah lagi. Tapi apa? Otakku nge-blank.

Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices