by Titikoma
5. Tuduhan Fatal
Ibu Laila menatap kedua anaknya bergantian, dirinya ingin menceritakan lamaran yang diajukan Saputera.
“Peno dan Aimah, Bapak Saputera adalah pacar ibu sebelum ayah kalian di waktu lalu. Sekarang dia sudah ditinggal istrinya selama-lamanya karena sakit demikian juga dengan Ibu sudah sepuluh tahun ditinggal ayah kalian. Hmmm Ibu ingin memperbaiki kehidupan kita, beberapa waktu lalu saat Bapak Saputera memberikan cincin berlian yang sekarang disita Nyonya Rona meminta ibu untuk menjadi teman hidupnya ... apakah kalian akan mengizinkan?”
Peno dan Aimah saling menatap, entahlah apa yang ada di benak mereka. Aimah sebenernya juga ingin memiliki sosok ayah seperti temen-teman lainnya, tapi ada ragu juga kalau tidak mendapatkan ayah yang baik buat apa?
Sementara Supeno masih ingat kasih sayang ayahnya yang menemani sampai kelas tiga, sebagai anak laki-laki sebenarnya dia ingin keluarnya mandiri tanpa harus ada pengganti ayah memasuki kehidupan mereka. Tetapi melihat ibu yang banting tulang demi mereka belum lagi mungkin kebutuhan lain yang dirinya juga belum paham adalah hal terpenting juga yang harus dipertimbangkan membuat Supeno memilih diam.
“Hmmm Supeno, Aimah sepertinya kalian masih keberatan jika Ibu menerima lamaran Bapak Saputra, dulu Ibu sangat mencintainya tapi karena perbedaan miskin dan kaya juga membuat Ibu tidak bisa memiliki Saputera hingga akhirnya Saputera harus menikah karena dijodohkan dengan Rosi, putri seorang kaya dan pejabat. Dan ayah kalian yang membuat Ibu bisa tegar menghadapi kenyataan ini. Jika kesempatan kedua ini Ibu harus mengalami hal yang sama hanya bedanya waktu lalu ibunda Saputera yang tak setuju, dan saat ini adalah anak-anak Ibu sendiri ... sepertinya Ibu bisa terima, Ibu sudah terbiasa menjadi orang yang harus mengalah ...,” Ibu Laila beranjak ke dapur, hatinya merasa sesak karena diamnya kedua anak-anaknya.
“Ibu ... Aimah butuh waktu, maaf bukan Aimah tak setuju,” Aimah tiba-tiba berkata.
“Peno juga Ibu, beri kami waktu ...,” Supeno juga menyela.
Ibu Laila memandangi Supeno dan Aimah bergantian, mencoba tersenyum tipis lalu berjalan ke dapur.
Dan sejak pembicaraan rencana Ibu Laila, suasana rumah lebih diam. Ibu Laila juga tidak lagi ke rumah Renata, dia berkeliling ke rumah-rumah lain untuk menerima cuci setrika yang dikerjakan di rumah tetap dibantu Aimah dan Supeno.
Supeno juga harus terus merasa bersalah dan sakit hati setiap hari harus betemu Renata yang bersikap jutek dan mendiamkan.
Renata dan Bernard tak perlu lagi saling malu karena jadian. Di depan mata harus melihat kemesraan mereka dan semua teman-teman mendukung karena mereka memang pasangan sempurna.
Renata cantik dan kaya demikian Bernard tampan dan kaya raya juga, Supeno pun semakin melekat dengan panggilan Kacung Kampret, masih saja menjadi suruhan, bisa dibilang kliennya berkurang satu yaitu Renata dan ini membuat Supeno merasa tak berarti lagi dirinya. Cinta bertepuk sebelah tangan itu sangat tidak enak. Sakiiiit!
***
Hari ini untuk kelas dua dan tiga SMUN Mutiara sibuk karena Jumat sampai Minggu mengadakan outbound.
Salah satu program tahunan sekolah buat kelas sebelas dan dua belas adalah perkemahan Jumat-Sabtu-Minggu dengan berbagai program acara di dalamnya.
Dari program kemandirian adalah mereka belajar survive mendirikan tenda, memasak, mencuci baju dan lain sebagainya sendiri.
Program kemasyarakatan melakukan bakti sosial dari pembagian sembako, kerja bakti, dan penanaman bibit pohon di lingkungan dan kerja bakti.
Program keberanian sekaligus leadership dengan adanya penjelajahan, flying fox, dan menyusur sungai.
Buat Renata tentu saja bukan kegiatan yang menyenangkan tapi melihat kekasihnya Bernard yang bertahun-tahun di Inggris belum pernah mengalami hal ini sangat antusias dengan acara outbound, mau tidak mau membuat Renata juga bersemangat.
Mereka semua bersemangat dengan menaiki truk tentara, Renata dan Bernard tampak lengket sementara Supeno dekat dengan Lukman yang masih saja menghibur agar Supeno tak usah melihat kemesraan mereka berdua.
Seperti biasa Supeno yang disuruh-suruh untuk mendirikan tenda oleh beberapa teman yang memilih untuk langsung menjelajah daripada mendirikan tenda.
Tidak hanya mendirikan tenda Supeno juga yang mengambil air jernih dari sungai untuk keperluan memasak, mencuci, dan lain sebagainya.
Jadilah Supeno memang jadi kesayangan cewek-cewek karena satu-satunya cowok yang care membantu para cewek ya Supeno Kacung Kampret.
Bernard dan Renata udah kaya turis aja keliling-keliling karena memang pemandangannya indah untuk berfoto-foto.
Bumi Perkemahan Munjuluhur lokasi tepatnya Desa Karangbanjar, Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga merupakan lokasi perkemahan sekaligus daerah wisata mengeksplorasi alam yang ada di sekitar tempat kamping itu.
Lokasi bumi perkemahan ini juga dekat dengan tempat pariwisata lain yaitu objek wisata air Owabong dengan jarak tempuh sekitar 7 km. Sedangkan jarak dari Taman Reptil Park hanya sekitar 500 meter saja.
Lokasinya sangat luas dan fasilitasnya juga memadai. Tempat ini dapat menampung sekitar 10.000 orang atau 2.500 tenda, recommended untuk berbagai kegiatan outdoor. Menjadikan tempat ini seringkali dijadikan event besar seperti Jambore.
Sebelum sore semua tenda sudah berdiri, sekitar 288 siswa dan guru-guru pendamping berkumpul. Semua dibagi sesuai kelompoknya. Diacak kelas dua dan tiga dan juga jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.
Sedihnya lagi-lagi Supeno harus satu kelompok dengan pasangan yang sedang mesra-mesranya. Sementara Lukman berbeda kelompok, jadilah Peno harus kuat-kuat melihat Renata yang nempel terus dengan Bernard.
Maklum Bernard juga banyak yang suka ngegodain dan kadang Bernard-nya juga suka tebar pesona dan melayani ledekan-ledekan cewek yang kegatelan dengan kegantengan bule blasteran Indonesia-Inggris ini.
Hari Jumat malam semua siswa berkeliling di pinggiran api unggun, mendengarkan ceramah religi general akan pentingnya menghormati orang tua.
Saat-saat membahas orang tua membuat Peno ingat akan ayahnya yang telah tiada juga keinginan ibunya yang menerima pinangan Bapak Saputera.
“Apa yang diinginkan orang tua adalah yang terbaik buat anak-anaknya sebenarnya, apa pun itu. Meskipun terkadang kita sebagai anak tidak setuju dan menganggap itu bukan hal diinginkan, tapi cobalah anak-anakku tercinta sekali-kali kalian berempati, memposisikan diri kita menjadi mereka ...,” itulah isi kajian general malam tentang adab kepada orang tua yang diberikan oleh Pak Satria sebagai guru Bimbingan Konseling di SMU Mutiara.
Isi kajian general itu membuat Peno teringat minggu lalu saat ibunya dituduh sebagai pencuri cincin berlian di rumah Renata dan juga pinangan Pak Saputera yang tenyata merupakan cinta pertama dan bisa jadi cinta sejati ibunya walau pernah ada Ayah Danang yang membuat dirinya dan Aimah berada di dunia.
Pikiran Supeno melebar akan cinta sejati, apakah perasaan yang dia rasakan terhadap Renata juga cinta sejati?
Berkecamuk dalam pikiran dan hatinya apakah sebenarnya cinta sejati? Apakah seperti yang dialami ibunya terhadap Pak Saputera yang tak lekang oleh waktu?
Lukman pernah berkata,”Cinta sejati itu tidak memandang kaya, miskin, cantik, jelek tapi lebih pada menghargai perasaan satu sama lain. Mau menerima pasangannya dengan kelebihan dan kekurangan dan tidak bertepuk sebelah tangan.”
Kalau berdasarkan ucapan Lukman, sepertinya Renata bukan cinta sejatinya melihat sikap Renata yang begitu membencinya setelah tahu dirinya menyukai. Tidak ada ampun sama sekali, sekalipun dirinya sudah meminta maaf dan mengaku sudah tahu diri.
“Renata lagi, Renata lagi ...” Peno menggaruk kepalanya yang tidak gatal sebenarnya, dari depan tendanya bisa melihat Renata dan Bernard di pinggir api unggun masih saja bercanda seperti tak ada waktu lagi untuk bertemu.
Peno masuk ke tenda dan memilih untuk memejamkan mata, pikirannya masih teringat akan ibunya yang menunda menerima lamaran dari Pak Saputera karena baik dirinya dan Aimah belum mengatakan setuju akan rencana Ibu Laila dan Pak Saputera yang akan jadi ayah mereka jika sudah menikah.
Lukman pernah memberikan pendapatnya,”Kalau menurut aku tidak salah jika Pak Saputera ingin menikahi ibu kamu Peno, justru inilah cinta sejati ketika semesta dan Tuhan merestui mereka dengan dipertemukan kembali tanpa sengaja dan rekayasa. Semesta menjadi saksi cinta pertama mereka yang kandas karena ada pihak yang tak ingin bersatu. Dan semesta menyatukan lagi saat semua yang menentangnya tak ada lagi di kehidupan ini. Kurasa sangat egois jika kita sebagai anak hanya mementingkan ego kita, lagipula apa yang perlu dijaga dalam perasaan? Almarhum ayah kamu sudah pasti memberikan restu, apalagi ini membuat ibu kamu bahagia. Dengar Peno, cinta sejati itu tidak menyakiti tapi memberikan kebahagiaan. Cobalah beri kesempatan buat mereka bahagia dan mewujudkan cinta mereka yang kandas puluhan tahun lalu ....”
“Ibu ... maafkan Peno dan Aimah, sepertinya apa yang Lukman bilang adalah terbaik yang harus dicoba,” sebelum terlelap Peno berbicara sendiri.
Dan malam itu dirinya bisa tidur sangat nyenyak walau seharian di pelupuk mata kemesraan Renata dan Bernard terus saja ada, tapi yang menenangkan hatinya adalah sebuah keputusan yang akan segera dirinya sampaikan pada ibunya.
***
Dan keputusan untuk ibunya yang sudah Peno yakini membuat dirinya lebih tenang, tak lagi seresah kemarin walau harus menyaksikan kemesraan Renata dan Bernard.
Mungkin mengikhlaskan apa yang terjadi dan memberikan kebahagiaan pada orang lain memberikan kekuatan positif tersendiri pada dirinya.
Ya mengikhlaskan ... hal baru yang Supeno alami, selain bersabar yang seperti telah dia lakukan selama ini.
Ini hari kedua dari acara outbound adalah program kemasyrakatan, setelah melakukan penanaman benih pohon buah-buahan di sekitar lokasi juga rumah penduduk yang ingin memiliki pohon buah adalah kerja bakti.
Membersihkan halaman, got-got tersumbat, perapian pohon-pohon yang sudah terlalu besar dan berbahaya jika hujan dan angin besar juga pengecatan jembatan.
Tak urung walau sambil bercanda Renata sedikit-sedikit ikutan mau memegang sapu dan Bernard juga setelah ditegur juga mau bekerjasama dengan teman-teman melakukan kerja bakti.
Supeno sempat tersenyum melihat Renata yang menyapu halaman dengan kakunya, tapi jelas tidak berani terang-terangan yang ada bisa perang dunia ke-3 kalau tahu dia menertawakan Renata yang menyapu dengan sangat kakunya.
Supeno tahu persis Renata mana pernah pegang sapu, anak itu benar-benar bak putri malas yang kerjanya cuma main, dandan, lenggak-lenggok di catwalk sesekali jika sedang ingin ikut pergelaran busana, atau nonton film.
“Dasar Incess,” celoteh Lukman saat melihat Renata, Diaz, dan Clara harus kerja bakti. Lukman terang-terangan tertawa mengejek tiga Inces yang menyebalkan buatnya.
“Sudah, bersyukur mereka mau berusaha ...,” bela Peno.
“Ah kamu Pen, belain si Inces Renata aja!” celetuk Lukman yang asik mengecat jembatan.
“Hem maklumlah, suka ...” jawab Supeno sekenanya.
“Dasar, jangan-jangan cinta sejatimu memang si Inces Renata,” goda Lukman yang sebenarnya gak setuju kalau Supeno masih memikirkan Renata yang gak ada empatinya dan berterima kasih pada Supeno yang selama ini sudah banyak membantunya, walau selalu ada imbalan buat Supeno tapi Lukman tahu persis Supeno selalu menolak setiap pemberian Renata. Renatanya saja yang maksa-maksa memasukan ke dalam tas.
Tanpa sepengetahuan Renata apa yang diberikan buat Supeno, maka Supeno berikan buat orang lain, sebagai sumbangan istilahnya.
Urusan Renata karena cinta, Peno tak mau ada pamrih ... apa yang dia lakukan semata-mata karena sayang. Dan sayang sekali Inces Renata tidak pernah tau apa yang Supeno telah lakukan, Lukman jadi geram.
***
Sore setelah seharian kerja bakti dan juga melakukan pembagian sembako, anak-anak diberi kesempatan untuk keberanian sekaligus leadership dengan adanya penjelajahan, flying fox, dan menyusur sungai.
Tampak dari kejauhan berapa meter Renata mau mencoba flying fox, Renata yang mau tapi Supeno yang merasa deg-degan.
Supeno tak berkedip saat Renata mulai akan meluncur dan benar di tengah-tengah tiba-tiba talinya putus, tubuh Renata berguling-guling jatuh. Spontan Supeno mengejar dan menangkapnya.
Renata tampak pucat dan pingsan, segera Supeno membawa ke arah pinggir dan teman-teman yang lain sekana terbius tidak bisa berkata-kata hanya mengikuti Supeno.
“Rena ... Rena ....” Renata tetap saja diam.
Supeno meraba detak nadi di tangan kanannya, dan spontan Supeno memberikan bantuan nafas seperti yang dipelajari di Palang Merah Remaja, seketika Renata terbangun dan bersamaan juga Bernard datang langsung memukul Supeno.
“Hai kurang ajar sekali kamu! Main cium pacar aku tanpa permisi!” mata Bernard melotot ke Supeno yang kini jatuh tersungkur dan hidungnya mengucurkan darah.
“Apaa, dia mencium aku!” Renata yang tersadar langsung mengusap-usap bibirnya.
“Ih menjijikan! Aqua mana Aqua mana aku harus cepat-cepat kumur, bisa-bisa aku ketularan miskin!” dengan sombongnya Renata mencaci maki Supeno.
“Hai kamu! Dasar gak tau berterima kasih!” Lukman segera membawa Supeno menjauh dari Bernard dan Renata juga kerumunan anak-anak.
Maunya Lukman membalas memukul Bernard tapi Supeno menghalangi sambil memegang hidungnya.
“Penooo kemu kenapa gak balas si bule songong itu! Dan Inces sombong itu harusnya jangan kasih pertolongan nafas, lagian kamu aaaah gak mikir apa!” Lukman emosi.
“Aku tadi panik banget, yang aku takutkan Renata kenapa-kenapa ... aku tadi gak ada maksud mencium seperti yang dituduhkan si Bernard. Aku hanya ingat pelajaran CPR untuk memberikan bantuan nafas,” bela Supeno.
“Iya tapi kan kamu jadi mencium bibir si Inces dan itu yang diributkan semua anak-anak. Kamu mencium bibir di depan banyak orang Supeno, Ingat! Dan banyak saksi kamu bisa di skors oleh pihak sekolah!” Lukman menekankan akan kemungkinan hukuman yang diterima Supeno yang Lukman tahu persis sahabatnya hanya berniat menolong.
“Ah entahlah aku pasrah ... yang harus terjadi! terjadilah!” Supeno menarik nafas dalam-dalam lalu menutup hidungnya dengan es batu lagi.
Kejadian Supeno mencium bibir Renata menjadi trending topik, Kacung Kampret yang sudah berlaku tak sopan mencoreng wajah Supeno yang selama ini dikenal sebagai anak yang sopan dan selalu mau di suruh ini itu.
Supeno mendapat surat teguran dan skors satu minggu demikian Ibu Laila dipanggil pihak sekolah.
“Maafkan Peno Ibu, Ibu sudah dengar sendirikan dari Lukman yang sebenarnya ... Peno hanya berniat menyelamatkan Renata yang waktu itu seperti melemah detak nadinya. Aku lakukan spontan tanpa ada pikiran jelek apa pun seperti yang mereka tuduhkan,” bela Supeno.
“Iya Nak ... Ibu ngerti, tapi sepertinya semua orang sudah tak lagi bersahabat dengan kita. Ibu juga susah mendapat kepercayaan orang yang mau mencucikan dan menyetrikakan baju ke kita, hmmm karena Bi Siti sudah menyebar fitnah ibu sebagai pencuri cincin berlian keluarga Renata. Ibu sedih sekali dengan kejadian kamu yang berniat menolong Neng Renata malah sebaliknya dituduh berbuat tidak sopan. Semua pihak sekolah menuduh kamu anak yang mesum, kurang ajar ... kasian Aimah jadi bahan olok-olokan punya ibu maling dan kakak yang mesum,” ungkap Ibu Laila dengan sedih.
“Aimah ... maafkan Mas ya, tuduhan itu sama sekali tidak benar. Peno selalu yakin kebenaran akan selalu benar Ibu. Ibu sekarang Peno dan Aimah sudah berunding ... dan kami ikhlas mengikuti apa yang menjadi rencana Ibu,” Supeno merasa lega sudah mengambil keputusan yang dua malam lalu dia pikirkan di tenda dan membuat tidurnya terlelap.
“Iya Ibu, Aimah dan Mas Peno mengizinkan Ibu untuk menerima lamaran Pak Saputera. Kata Mas Supeno kita tidak bisa egois, kami yakin Ayah di surga juga setuju,” lanjut Aimah menghambur ke pelukan ibunya.
Ibu Laila sangat terharu dan bertiga saling berpelukan menguatkan. Selalu ada jalan di balik kesulitan. Kesulitan demi kesulitan terlewati membuat otak dan hati bersinkron untuk menemukan jalan terbaik.
Bukankah Tuhan tidak akan menguji umatnya di luar kemampuannya? betapa bahagianya Ibu Laila mendapat restu dari Supeno dan Aimah.
Cinta pertama entah itu cinta sejati atau tidak, yang pasti cinta itulah yang sebenarnya dari awal ingin diraih tetapi harus kandas karena ibunda Saputera yang tak setuju lalu bergerak cepat menikahkan putranya dengan Rosi gadis kaya pilihan ibundanya.
Betapa bahagianya sekarang karena Supeno dan Aimah tidak mau menjadi penghalang seperti yang dilakukan ibunda Saputera di waktu lalu.
Malam itu berempat, Bapak Saputera mengajak Ibu Laila, Supeno, dan Aimah menikmati malam bersama di sebuah restoran mewah seperti sebuah keluarga yang tengah mengakrabkan diri, mendekatkan, dan juga merencanakan mereka sebagai satu keluarga baru dan menyongsong masa depan baru yang bahagia tentunya.