by Titikoma
19. Who Is He?
Supeno terbangun ... seperti tertidur lama rasanya, tapi cukup membuat dirinya menjadi berenergi ketika bangun, walau ternyata banyak luka lecet dan juga retak di tangan dan kaki dari informasi bisikan ibunya.
Entahlah kekuatan apa yang membuat dirinya merasa untuk lebih tegar saat musibah ini menimpa dirinya tanpa diduga sama sekali.
“Ibu gimana aku bisa sampai di sini?” tanya Supeno lemah. Tapi dia merasa fisiknya tidak selemah yang ibu dan ayahnya kira sebenarnya, hanya saja bisa jadi pikirannya.
“Mas kamu tuh tengah malam kecelakaan, motor bebek kesayangan kamu sudah jangan diharap lagi ya, rusak berat ... bersyukur Mas kamu sekarang sudah sadar. Kami sempat takut soalnya kamu pingsan hampir 12 jam,” bisik Aimah.
“Oh ya ... tapi Mas ngerasa baik-baik saja kok, hanya auuuuuu ... kenapa perih dan linu amat ya,” baru Supeno merintih, sadar tangan dan kakinya luka-luka ditambah tangan kanan dan kaki kirinya udah digips. Tangan kanan dan kaki kiri dibalut kain putih tebal kaku.
“Aduh acara tahunan nanti gimana yah? Aku belum kelar buat laporannya lagi? Aduh gak enak nih sama Bapak,” Supeno berbisik pada Aimah.
“Udah, tenang nanti aku bantuin Mas, kalau masalah excel dan presentasi power point kamu udah bolehlah delegasi ke aku, tapi urusan ngelobi dan kontrol bisnis Bapak se-Indonesia itu urusan Mas nantinya. Aimah maunya kerja yang rumahan aja biar jagain ibu,” jawab Aimah juga berbisik.
“Dan satu lagi Mas, aku tahu loh kalau kamu masih cinta banget sama Mba Renata. Hmmm jangan kamu kira aku enggak tau ya, rasa cinta di hati Masku tersayang,” bisik Aimah.
“Hmmm kamu seperti paparazi ternyata,” sindir Supeno.
“Aimah gitu loh,” kata Aimah tersenyum jahil.
“Kalian ngapain sih bisik-bisik?” tegur Bapak Saputera.
“Enggak apa-apa Bapak,” jawab Aimah tersenyum menutupi kegugupannya karena bisik-bisik masalah kerjaan yang jadi tanggung jawab kakaknya.
Supeno dan Aimah tidak mau jadi anak yang maunya terima enak-enak saja dengan kekayaan dan fasilitas yang diberikan bapak tiri mereka.
Demikian dengan Bu Laila juga sebisa mungkin membantu suaminya yang terus membangun dan berkembang pesat. Bu Laila membantu penyetokan juga untuk toko yang dibuka dekat kompleks perumahan mereka.
Supeno merasa lega karena Aimah ternyata tidak lagi Aimah yang dulu sebagai adik suka mengeluh dan meminta. Aimah juga tumbuh jadi gadis yang berjiwa interpreneurship dan sangat mandiri.
Diam-diam Supeno bersyukur akan kehidupan mereka sekarang. Tak selamanya dia harus selalu menjadi bumi, ada saatnya menjadi langit tapi Supeno sudah berjanji dirinya kan menjadi “langit yang membumi” filosofinya langit yang tak akan melupakan bumi sebagai tempat berpijak kehidupan terbesar di alam raya ini yang harus langit lindungi.
Supeno Kacung Kampret yang tidak lagi Kacung Kampret akan tetapi tidak akan merubah kebaikan dan ketulusan hatinya terhadap siapa pun, bukan hanya pada sosok gadis ayu yang di sakitnya saat ini tetap saja kepikiran.
Supeno jadi kepikiran.
Apalagi Renata memang suka sekali film ini, informasi dari Renata kalau film Minion ini banyak terdengar bahasa Indonesia. Ya, di Minions kita mendengar makhluk mirip pisang itu bicara bahasa Indonesia! Setidaknya ada tiga momen kosakata bahasa Indonesia muncul di Minions.
Pertama saat Kevin, Stuart, dan Bob menunggu mobil untuk mengangkut mereka ke Orlando. Saat itu terdengar salah satu dari mereka bilang, "Kemari" memanggil temannya.
Momen kedua yang terdengar sangat jelas ketika Ratu Elizabeth II memberi hadiah pada tiga Minion jagoan. Saat usai mereka berhasil menyelamatkan kerajaan Inggris. Di situ Minion berucap, "Terima kasih."
Dan di momen yang sama, saat Stuart mendapat hadiah gitar listrik dari Ratu Stuart menyebut benda itu, "ukulele."
Dan memang ternyata Supeno berseluncur di internet kalau Film seri Despicable Me yang sangat populer terdiri dari tiga film karya Coffin yang berhasil menjadi film yang fenomenal.
Coffin Padang adalah putra dari NH Dini novelis wanita legendaris Indonesia yang menikah dengan Yves Coffin, seorang diplomat Perancis. Maka tak heran kalau Coffin memasukkan bahasa Indonesia di filmnya.
Untuk ini sepertinya kita perlu bangga karena karya anak bangsa menjadi sebuah karya yang internasional.
Dan saat ini dirinya terkapar tak mungkin bisa memenuhi keinginan Renata menemani menonton film kesayangannya. Untuk sekedar menghubungi juga tak bisa, saat kecelakaan ternyata telepon genggamnya juga raib entah kemana. Mungkin kegelapan membuat telepon genggamnya yang jatuh tak kehilangan dan entah kemana saat ini.
Bukan masalah kehilangan telepon genggamnya yang memang jadul, enggak up to date sama sekali tapi nomor-nomor yang di dalamnya adalah nomor-nomor klien, teman kampus, dan sudah pasti nomor terpenting adalah nomor Renata.
Sebentar ...
Supeno tersenyum lega, sepertinya Aimah bisa dimintain tolong untuk menggantikan dirinya yang sore ini tak bisa menemani Renata menonton film kesayangannya.
Sekali ini Supeno meminta tolong adiknya. Dan ....”Pssst .... pspspspspt ... pspspspspst ....,”
Supeno membisikan sesuatu pada Aimah, dan Aimah memang cerdas dan cepat tanggap. Aimah mengagguk-angguk kepalanya, paham apa yang diminta kakaknya.
***
Renata sudah selesai pekerjaan setengah jam lalu, sudah pukul 15.30 padahal janji nonton di bioskop di lantai 5 jam 16.00 tapi Supeno sehari ini tak ada kabar apa pun.
Renata juga udah berkali-kali mencoba menghubungi tapi telepon genggamnya tak bisa dihubungi juga. Tak seperti biasanya, Renata juga heran tapi tak mau ambil pusinglah. Renata yakin Supeno selalu menepati janji.
Tapi jam sudah menunjukkan 15 menit lagi film akan diputar, bersamaan ternyata Bernard lagi-lagi mendatangi dan kali ini dengan kaos putih casual, rambut Bernard agak panjang merah ala bule semakin membuat Bernard tampak tampan. Pesona ini masih sulit Renata untuk lupakan.
“Hai Ren, ayoo kita nonton Minion 3 seru banget lho! Kamu pasti udah baca sinopsisnya, ayooo aku udah beli nih tiketnya,” entah kenapa tiba-tiba seperti kejutan yang diharapkan saja.
Tapi Renata gak enak hati juga kalau ternyata Supeno tiba-tiba datang, bukan kah dirinya janji pergi nonton dengan Supeno bukan dengan Bernard? Tak urung hati kecilnya mengingatkan janjinya pada Supeno.
Walau ingin sekali nonton film kesukaannya, Renata tiba-tiba menahan hatinya dan berkata,”Maaf Nard, aku udah janjian dengan Supeno mau nonton bareng jam 4 sore ini.”
“Hmmm kamu ternyata jadi sayang sekali ya sama Si Kacung Kampret ya Ren,” jawab Bernard dengan nada tak suka.
“Bukan begitu, tapi dia sudah banyak membantu aku Nard. Dia yang bantu aku dari pertama papaku masuk ke penjara. Saat aku ketakutan menghadapi kenyataan, kamu ingatkan? Kamu, Bano, dan Diaz tak ada satu pun yang peduli ke aku. Tak ada di antara kalian menemani aku pulang ke Purbalingga, padahal aku tengah ketakutan menghadapi sebuah kenyataan. Kenyataan aku gadis sombong kaya raya yang tiba-tiba jatuh miskin,” jelas Renata seakan mengungkit kesalahan Bernard waktu lalu.
“Iya aku tahu, aku salah. Aku tiba-tiba tak peduli dengan kamu. Tapi dua minggu ini aku sudah berkali-kali menjelaskan padamu. Aku terpengaruh Marreta, maafkan aku. Aku janji sejak saat ini, tidak sejak dua minggu lalu aku meminta maaf, aku sudah sadar dan tak akan memaafkan diriku lagi kalau sampai menyakitimu. Tak bisakah kau melupakan dan memaafkan aku?” Bernard membela diri.
Entah kenapa sore ini ketidak hadiran Supeno membuat Renata resah, dari semalam sebenarnya Renata juga sudah merasakan Supeno yang mendadak jadi pendiam. Renata merasa ada yang salah, sepertinya menyangkut Bernard yang mulai mendekatinya lagi, Supeno sepertinya tampak tidak suka hanya saja memilih diam.
“Apakah Supeno memang masih memiliki perasaan seperti waktu SMU dulu?” masih saja bertanya-tanya tapi semalam dirinya tak bisa tidur. Renata sadar, dirinya terlalu egois memikirkan kepentingan diri sendiri, tak peka dengan perasaan cowok yang selalu menjadi Kacung kampret masih sama seperti dulu. Ya Supeno masih menyukai sama seperti dulu, sama seperti surat yang dikatakan sebagai curhatan hati terdalam dan paling jujur.
“Renaaaaata, c’moooon kita nonton! Ini film kesukaan kamu dan aku sudah membelikan tiket berdua. Ayooolah, Supeno sepertinya punya kesibukan lain dengan pacarnya si Rindu itu,” ungkap Bernard.
Sementara tanpa Renata dan Bernard sadari sedari tadi Aimah yang diminta menggantikan kakaknya untuk menemani Renata menonton jadi memilih untuk menguping dengan pura-pura mampir ke counter sebelah.
Aimah tahu persis dari awal Bernard datang, mengajak Renata, dan coba mempengaruhi Renata untuk mau pergi bersamanya menonton.
Tapi ternyata Renata masih memiliki kata hati, kata hati yang memilihnya untuk menolak ajakan Bernard. Padahal kemarin dia dengan senangnya melewati makan siang di restoran eksotik di lantai atas.
Aimah benar-benar menajamkan pendengarannya, ini berita nyata yang harus disampaikan kakaknya. Yah ternyata Renata walaupun cuek, tapi sebenernya masih mempunyai perasaan sayang pada kakaknya.
Dan berita tanpa dibuat-buat ini cukup membuat kakaknya senang dan berharap sang kakak segera lekas sehat. Bagaimanapun acara tahunan perusahaan bapak yang jadi tulang punggung utama adalah masnya.
“Sorry Nard, sebaiknya kamu pulang saja. Aku masih menunggu Supeno walau gak jadi nonton film kesayanganku,” Renata mengusir halus Bernard.
Aimah juga memilih untuk menyingkir, dia tidak mau ketahuan Mbak Renata. Rencananya memang dia akan menemui Mba Renata lalu bilang kalau kakaknya masih ada kerjaan dan dirinya yang akan menemani nonton film, juga menginformasikan kalau telepon genggam kakaknya kecopetan.
Tadi kakaknya juga sudah meminta agar jangan bercerita siapa mereka sebenarnya yang sekarang. Aimah tahu maksud kakaknya, Mas Supeno tidak mau Mba Renata menyukainya karena sekarang mereka menjadi orang yang sangat berada bahkan tergolong konglomerat di kota pelajar ini.
Demi kakaknya Aimah bela-belain membakai baju yang sudah memudar warnanya, agar tak kelihatan seperti orang berada. Dan bukan masalah besar juga buat Aimah, karena dirinya memang juga tetap gadis sederhana seperti waktu lalu. Ibunya selalu mengajarkan pada dirinya dan Mas Supeno untuk sederhana dan hidup bersahaja.
Aimah memilih menyingkir, meninggalkan Renata dan membatalkan untuk menemani menonton bareng karena ada kabar yang lebih bagus untuk segera disampaikan ke kakaknya, kalau Mba Renata ternyata menolak ajakan mantannya karena kepikiran Mas Supeno. Sound so sweet sepertinya dan membuat Aimah senyum-senyum sendiri.
***
Renata benar-benar merasa kehilangan Supeno, karena tak seperti biasanya Supeno dalam sehari tak menyapanya.
“Heeeeh ke mana sih Peno? Apa dia marah gara-gara aku masih suka dengan Bernard? Hmmmm padahal aku tidak memutuskan apa pun, memang sih ... masih ada perasaan suka ke Bernard, tapi bukan berarti aku semudah membalikkan tangan untuk menerima dia kembali,” Renata bicara sendiri siang ini dirinya jaga counter sendiri karena Reni izin menemani mamanya ke rumah sakit.
Sudah tiga hari Supeno bagai hilang ditelan bumi, Renata tengok-tengok ke counter DogCat juga tak melihat batang hidung Supeno, mau bertanya-tanya Supeno di mana kok malu. Renata baru sadar selama ini dia benar-benar tak mau tahu dan tak mau kenal orang-orang di sekitar Supeno. Padahal Supeno cukup kenal teman-teman kerjanya. Sementara dirinya tak peduli apa pun tentang Supeno. Yang penting Supeno selalu ada setiap dirinya membutuhkan, termasuk menemani makan siang pun harus Supeno yang menyambangi ke counter-nya, tak sekalipun kepikiran dirinya main ke counter tempat Supeno bekerja sebagai Kacung Kampret dan berteman dengan orang-orang di sekitarnya.
Sekarang dirinya mau bertanya-tanya merasa gak enak hati juga merasa canggung. Malah akan jadi pertanyaan balik kalau dia tanya-tanya Supeno. Yang ada nanti dirinya dituduh sebagai pacar Supeno. Renata gak mau jadi bahan omongan di counter DogCat kalau sampai bertanya-tanya keberadaan si Kacung Kampret.
“Ren, apa kabar?” tiba-tiba Renata dikejutkan oleh suara sapaan, dan ternyata Ratih dan Om Ricky mendatangi counter perumahannya.
“Renata kamu akhirnya lepas dari kerjaan bersih-bersih kloset juga,” suara yang terdengar enak dan gak enak sebenarnya, tapi Renata tak mau ambil pusing. Buat Renata sebagai cleaning service tetap menjadikan pengalaman hidup yang berharga. Tak ada yang perlu dipermalukan dan disesalkan, karena selama melewati sebagai cleaning service dia jadi bisa belajar untuk menghargai orang yang bekerja sebagai apa pun, dan paling penting halal. Apa yang terjadi pada papanya adalah pengalaman sangat berharga, mendapatkan kekayaan dengan korupsi atau tidak halal hanya menghancurkan keluarganya.
“Haaai Ratih dan Om Ricky, apa kabar?” sapa Renata berusaha ceria. Sejujurnya hari ke-empat tak tahu kabar Supeno membuat dirinya kawatir.
“Baiiik Ren, gimana nasib kamu setelah kejadian penamparan pada wajah Om Plontos? Kamu gak diterorkan sama anak buah Om Plontos?” tanya Ratih dengan mimik cemas.
“Enggak sih, memang Supeno mengingatkan aku untuk hati-hati juga sih soalnya Om Plontos pendendam katanya,” terang Renata.
“Baguslah, berarti dia konsekuen dengan janjinya, coba kalau pacar kamu enggak mau bayar ganti rugi rasa malu dia yang kamu tampar, bisa jadi kamu enggak ada lagi Yogyakarta,” terang Om Ricky tiba-tiba nimbrung pembicaraan Ratih dan Renata.
“Tunggu, memang Supeno ada kasih apa ke Om Plontos sampai-sampai dia tidak ganggu aku lagi?” tanya Renata penasaran.
“Emang kamu enggak tahu, kalau pacar kamu membayar entah berapa kian juta agar menyelamatkan kamu dari teror anak buahnya,” terang Ratih lanjut.
“Aku enggak tau sama sekali masalah Supeno sampai memberikan uang agar aku tak diganggu,” ungkap Renata jujur.
“Itulah baiknya pacar kamu, dia tuh gak sombong walau kaya raya, duit gak berseri saking banyaknya,” kata Om Ricky kalem.
Renata jadi bingung dalam pikirannya berkecamuk,”Sejak kapan Kacung Kampret Supeno dibilang orang kaya, Renata tak habis pikir sepertinya ada yang salah nih ... lagi pula uang darimana Supeno dapat untuk menebus dirinya dari gangguan anak buah Om Plontos yang terkenal keji.”
“Kamu enggak tahu ya, Supeno itu orang kaya loh!” kata Ratih menjelaskan. Eh aku dan Mas Ricky sudah menikah, hmmmm maaf ya kami gak undang-undang tapi pacar kamu datang loh. Dan kami dapat kado terbaik dari Mas Supeno.
“Kalian sudah menikah? Mas Supeno? Pacar aku?” tanya ulang Renata bingung.
“Iyaaa waktu resepsi, kami pikir sudahlah undang kamu lewat Mas Supeno saja karena aku tahu kamu pacarnya jadi udah otomatis pasti nemenin datang,” terang Om Ricky yang semakin buat Renata mengernyitkan dahinya.
Eh Ratih, ayooo kita ada janji dengan Mama,” Om Ricky mengingatkan Ratih yang sudah jadi istrinya. Dari karyawan sekarang sudah jadi istri dan Renata tertinggal berita apa pun karena dirinya hanya fokus urusan kerjaan, kuliah, mama, dan papa yang harus mendekam penjara vonis tujuh tahun penjara.
“Daaahh Ren, kapan-kapan kita main ya. Kami ambil brosur cicilan perumahan kamu dulu ya, dalam waktu dekat kami mau beli rumah memang. Nanti kami hubungin kamu lagi deh buat marketingnya. Sampai ketemu yaaa .... salam buat Mas Supeno, oh ya kapan kalian meresmikan hubungan kalian seperti kami dong!” Ratih mencium pipi Renata kanan kiri dan segera menyambut gandengan Om Ricky dengan sangat mesra.
Renata menatap kepergian Ratih dan Om Ricky yang tampak bahagia menjadi pengantin yang terbilang baru.
Renata tetap gak paham maksud dengan Supeno yang kaya raya, dalam benak Renata Supeno tetap teman yang sederhana dan mereka sama-sama Kacung Kampret yang sebentar lagi akan wisuda di November ini.
Renata sedang menunggu wisuda pendadaran yang dipastikan tidak akan meleset dari nilai A. Saat presentasi skripsi tampak Profesor Iqbal sangat puas dan memberikan nilai A.
Demikian juga Supeno mendapat nilai yang sama dan nilai-nilai mereka tidak beda jauh. Renata berhasil Cumlaude dan Supeno mendapat predikat Sangat Memuaskan. Jika saat ini diinformasikan dirinya tak tahu tentang Supeno memang benar adanya, Renata tak pernah mau tahu kehidupan dalam Supeno, buat apa? Yang terpenting adalah Supeno selalu menjaga dan bersamanya setiap saat. Dan empat hari tanpa kabar dari nya membuat Renata merasa ada yang hilang.
“Apakah memang Supeno sedang dekat dengan Rindu, atau memang Supeno akhirnya memilih Rindu untuk menjadi pendamping saat wisuda? Karena Rindu mundur satu semester? Supeno jadian dengan Rindu? Dan melupakan aku begitu saja? Ah Supeno tak seperti itu, bahkan dia bilang gak ada perasaan apa-apa dengan Rindu? Tapi kenapa sudah empat hari dia menghilang begitu saja? Ada apa sebenarnya?” Renata bertanya dengan hatinya sendiri yang gundah.
***
Seminggu di rumah sakit Supeno tidak berdiam diri, dengan komputer merk buah apel yang sudah digigit hampir separuh lincah bekerja menghitung aset, omset, profit, sumber daya, cek stok, marketing, dan plan pemasaran yang disatukan dalam power point.
Setelah wisuda dirinya harus presentasi di perusahaan ayahnya untuk menjelaskan perkembangan bisnis mereka. Sejenak kesibukan ini membuat Supeno melupakan Renata, walau sepenuhnya tak bisa hilang.
Mendengar cerita Aimah kalau Renata sebenarnya tidak secuek yang dia pikirkan membuat harapan baru. Walau entahlah apakah bisa merebut hati Renata dengan apa adanya dirinya yang tetap Kacung Kampret.
Harapan Supeno, Renata tak pernah tau siapa dirinya yang sebenarnya. Dan seminggu depan mau tak mau memang harus ketemu di acara wisuda, Supeno memutuskan untuk tidak ikut wisuda karena alasan tangan dan kakinya yang masih harus memakai gips selama satu bulan ini.
Sebenarnya Pak Saputera keberatan dengan keputusan Supeno yang tak mau datang di wisuda alasan kesehatan, tapi dirinya tak bisa memaksakan kemauan putra tirinya yang memang juga memiliki sifat yang keras.
Pak Saputera tahu putranya tak mau bertemu dengan Renata. Sebagai seorang bapak diam-diam Pak Saputera mengikuti perkembangan Supeno yang memilih tak mau menunjukkan sebagai anak yang kaya.
Dan mau tak mau dia bisa menghargai pencarian cinta sejati ala Supeno yang menurutnya ribet, tapi sudahlah kalau memang itu jalan yang dipilihnya. Mengingatkan dirinya muda pun tak gampang mendapatkan Laila yang gadis cinta sejatinya.