by Titikoma
0. Prolog
Rama sadar bukan mimpi di hari Minggu pagi...
Pagi yang berembun meskipun jam di tangannya sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Jam yang telah menemaninya hampir dua belas jam di malam Minggu yang menjadi saksi setiap detik keresahan hatinya.
***
Kemarin Dony sahabatnya sengaja pulang dari kantor mampir ke rumahnya. Bukan sekedar mampir tapi sebagai sahabat baik, Dony memberi tahu kalau dirinya melihat Shinta bersama seorang lelaki yang tampak mesra.
Sebagai bukti nyata Dony memperlihatkan foto-foto dan videonya. Rama terhenyak karena jelas dalam foto dan video itu tampak Shinta, calon istrinya dengan seorang lelaki yang belum Rama kenal sama sekali. Mereka tengah bergandengan, tertawa lepas bahkan sempat wajah mereka begitu dekat.
Jujur Rama belum bisa percaya seratus persen dengan bukti visual yang baru saja dilihatnya akan sosok Shinta yang sudah empat tahun bersamanya. Shinta tampak lebih berbahagia dengan lelaki asing itu.
Bohong besar kalau hatinya tidak terluka sekarang, hanya saja Rama tengah berusaha tegar di hadapan Dony yang terlebih dahulu mencium ketidak beresan yang baru Rama sadari. Sampai detik ini Rama sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi antara Shinta dan lelaki itu. Hatinya tiba-tiba memanas.
Shinta wanita yang dicintainya, rasanya tidak mungkin dalam hitungan waktu H-10 dari acara akad nikah tengah bermain api dengan hatinya.
Setelah proses empat tahun pacaran, bukan waktu yang pendek untuk mengenal sosok Shinta. Rama buktikan keseriusan hubungan cinta mereka dengan proses lamaran keluarga besarnya bertemu dengan keluarga besar Shinta dua bulan lalu. Acara lamaran yang cukup mewah dan khidmat telah berlangsung, keluarga besar sebagai saksi dan merestui akan bersatunya dua hati menuju pelaminan.
Proses lamaran dalam perjalanan hidup Rama dan Shinta sudah terlewati, tinggal menghitung hari menuju mimpi indah sebenarnya yang sudah dinanti. Sebuah pernikahan yang akan menjadi agenda terpenting dua keluarga besar mereka.
***
Malam Minggu semalam Rama mencoba memancing Shinta untuk bertemu. Tapi Shinta menolak dengan alasan tidak lagi diizinkan keluar oleh Mama Kinanti, karena sudah dibatasi waktu bertemu dengan dirinya.
Menurut budaya Jawa, calon mempelai wanita sudah mulai dipingit, sehingga tidak boleh pergi-pergi keluar rumah apalagi menemui calon mempelai lelaki. Sudah dilarang sampai jelang akad nikah dan resepsi.
Rama tahu bukan karena dipingit Shinta tidak mau memenuhi ajakannya, tapi karena seorang lelaki yang membuat Shinta menolak bertemu dengannya.
Rama ingin segera menemukan suatu kebenaran. Malam Minggu, jam yang melingkar di tangan kanan Rama sudah menunjukkan pukul 23.00.
Satu jam yang lalu, Shinta dan seorang lelaki yang sama Dony lihat tiga hari lalu, tadi tengah menggandeng mesra Shinta. Sepertinya mereka baru pulang dari acara malam Minggu.
Rama sekuat hati menahan emosi karena ingin tahu kebenarannya. Dan akan bertahan berapa lama lelaki itu bertamu?
Satu... dua... tiga jam hingga Subuh menjelang tidak ada tanda lelaki itu keluar dari rumah Mama Kinanti. Sudah pasti dia menginap seizin Mama Kinanti. Lalu apa yang telah terjadi di dalam sana? Pikiran buruk menghantui Rama.
Jelas-jelas pertama Shinta sudah berbohong kalau dirinya tidak diizinkan keluar rumah, dan kedua dia ternyata bersama seorang lelaki yang menginap malam ini dan tampaknya mereka sangat mesra. Ada apa sebenarnya? Rama masih berharap ini hanya mimpi buruk.
Minggu pagi dirinya terdiam sendiri di dalam mobil yang sengaja parkir agak menjauh, agar tidak diketahui dirinya tengah mengintai calon istri dan lelaki yang masuk dari semalam pukul 22.00 sampai pagi ini belum keluar lagi.
Berbagai praduga liar membuat Rama semakin merasa panas hatinya. Ada lelaki lain menginap di rumah Shinta yang notabene sudah dilamar dirinya dan keluarga besarnya dua bulan lalu.
Rama tiba-tiba merasa menjadi manusia paling bodoh dengan tipu daya alasan Shinta dipingit.
“Ada apa dengan Shinta dan Mama Kinanti sebenarnya? Kenapa beliau memperbolehkan putrinya pergi dengan lelaki lain. Padahal tinggal sepuluh hari lagi Shinta resmi menjadi istrinya, semua sudah siap hanya tinggal eksekusi.”
***