
by Titikoma

The Accident
Dari tempat duduknya, Valen memandangi Narian yang sepertinya tidak
menyadari sepasang mata lembut cowok yang sudah setahun ini menjadi
sahabatnya. Yah harus bagaimana lagi, hanya ini keberanian yang Valen
punya.
Menatap lama-lama gadis yang setiap hari membuat hari-harinya
berwarna. Cukup menatap, mengikuti kemauannya tanpa bisa
membantah, mengalah dan entahlah apalagi yang jelas dekat... dekat
sekali, tapi Valen harus menahan sesak karena gadis yang dekat di raga
nyatanya tidak dekat di hati.
Valen dan Narian sudah bersahabat semenjak kelas X, tepatnya saat
mulai memasuki SMU Seroja. Entah apa juga yang membuat Narian jadi
dekat dengan Valen, padahal Valen biasa-biasa saja, tapi Narian apa-apa
minta tolong kepadanya. Dari rasa hanya basa-basi, terus Narian tetap
lengket jadinya dekat dan asyik bercanda. Hingga dekeeeeet banget,
dan entah sejak kapan juga tiba-tiba perasaan Valen tidak sekedar suka
sebagai sahabat. Ada yang menurut Valen sesuatu yang lebih spesial jika
ada Narian. Sayang sepertinya ini hanya bertepuk sebelah tangan, karena
Narian tidak ada sedikit pun perasaan yang Valen rasakan.
Valen sadar Narian tidak pernah menganggap dirinya lebih selain sahabat,
setahun kedekatan mereka tidak akan mengubah apapun. Narian
selamanya akan memuja ramalan bintang dan selamanya tidak akan
pernah terbuka hatinya untuk sebuah cinta bagi dirinya.
Valen juga heran kenapa dirinya tidak bisa membenci gadis yang suka
sekali dengan ramalan horoskop, aduh… zaman NOW masih ada cewek
yang tergila-gila ramalan bintang. Valen menyayangkan kenapa itu harus
Narian? Atau karena kelakuan Narian ini maka banyak cewek yang merasa
ill feel mau sobatan dengannya. Haloooo Narian… zaman now lho! Masih
kesana kemari baca ramalan bintang?
Apapun itu Narian! Yang jelas Valen tengah jatuh hati... dan jatuh hati yang
bukan pandangan pertama, jatuh hati yang ada seiring waktu berjalan. Ah
lagi-lagi jatuh hati yang sepihak! Valen hanya bisa melaras di hati.
***
6
4
Pak Heru kali ini yang tengah mengajar pelajaran Biologi, mata pelajaran
favorit Valen, tapi kali ini sama sekali tidak menarik bagi Valen untuk
serius memperhatikan. Pikirannya melayang setahun lalu saat pertama
kali mengenal Narian. Sementara gadis yang tengah dilamunkan tengah
sibuk mencatat pelajaran, tak merasa bahkan tak peduli sama sekali kalau
sahabatnya, Valen tengah mengurai pertama kali mereka bisa berkenalan.
Valen senyum-senyum sendiri, pikirannya mengingat setahun lalu ketika
dirinya dihukum bersama Narian karena sama-sama terlambat di hari
pertama Ospek. Keterlambatan yang setiap diingat membuat wajah Valen
tersenyum penuh arti. Arti yang hanya dipendam di hati dan entahlah
bisa terungkap atau tidak, Valen tak ada keberanian sama sekali. Dirinya
terlalu takut jika semua berubah. Berubah kehilangan Narian dan berubah
hidupnya menjadi kelam, tak ada warna-warni lagi... oh suram! Valen
memilih menyimpan semuanya dalam hati saja.
Miris! Hanya bisa tersenyum sendiri dengan setiap kenangan saat bersama
Narian, lalu menyimpannya di dalam hati… karena Valen tahu, semua
yang terlewati setahun ini bersama Narian memang tidak ada arti apapun
buat Narian.
Cerita setahun yang lalu
Valen sudah berusaha mengerem sepeda balap Genionya tapi tak urung
cewek berpita tiga warna-warni di hari pertama Masa Orientasi Sekolah
yang tengah berjalan sambil asyik membaca sebuah majalah remaja tidak
peduli sama sekali dengan jalanan yang ramai di sekitarnya.
Sepertinya isi majalah yang tengah dibacanya menarik semua
konsentrasinya. Dia sama sekali tidak peduli di sekelilingnya. Berjalan
santai, tapi wajah seriusnya tetap pada majalah yang dipegang dengan dua
tangan. Mungkin kalau tiba-tiba ada hujan badai pun tak akan membuat
dia berpaling dari majalah yang tengah sangat serius dia baca.
Hingga saat sepeda Valen menyenggolnya…
“Aduuuh! Kalau naik motor eh sepeda liat-liat dong!” cewek berkuncir
warna-warni spontan memelototkan matanya pada Valen yang grogi
tanpa sempat membela apapun. Seumur hidup baru pernah Valen
dibentak-bentak oleh makhluk cewek yang tak dikenal. Tatapan tajam
cewek itu langsung membuat hatinya tak bisa berkata-kata banyak hanya
7
5
terucap, “Maaf… maaf… kamu tidak apa-apa?”
Seketika wajah Valen memucat, rasanya ingin ini hanya dalam mimpi.
“Maaf... maaf! Lihat nih lutut aku berdarah! Gimana sih naik sepeda
sembrono gitu!” cewek itu terduduk.
Valen menepikan sepeda tergesa-gesa lalu memapah cewek itu ke pinggir.
“Hmmm ternyata bener banget nih ramalan bintang barusan yang kubaca,
kalau pagi ini aku akan dapat sial dari seorang cowok baru! Ternyata kamu
yang bawa kesialan pagi-pagi! Aduuh lututku sakit kena roda sepeda
kamu nih!” cerocos cewek berwajah manis dengan kunciran pita warnawarni sambil meringis memegangi lututnya.
“Aduh maaf-maaf ya, habis kamu juga sudah tahu di jalan malah baca
majalah sih! Aku tadi juga udah bel-bel biar kamu minggir. Bukannya
minggir malah semakin mendekat!” Valen meniup-niup luka cewek yang
barusan ditabrak roda depan sepedanya.
“Ihhh dasar kamu ya! Kacamata sudah setebal lup masih aja nggak
lihat ada cewek segede aku jalan! Bener banget nih ramalan bintang di
sini, aku akan dapat sial pagi-pagi! Mana lutut sakit sekali padahal mau
upacara,” cewek bernama Narian Puteri yang terbaca dari bros nama yang
dipakainya terus saja mengomel panjang lebar dan sepertinya tengah
merutuki sebuah ramalan bintang yang tidak baik.
“Maaf-maaf ya!” Valen tidak bisa berkata-kata lagi, cewek di depannya
nampaknya benar-benar tengah kesal dengan ramalan bintang yang baru
saja dibacanya. Valen sempat melirik saat majalahnya terjatuh, halaman
yang terbuka pas kolom ramalan zodiak.
Bersyukur juga karena si cewek bukannya fokus penyebab dia yang
menabrak tapi malah mengomeli ramalan bintang, yang Valen enggak
paham sama sekali.
Valen mengulurkan tangannya membantu Narian berdiri ketika bersamaan
bel di sekolah SMU Seroja berbunyi. Narian dan Valen sama-sama panik.
Hampir bersamaan berteriak, “Telaaaat! MOS!”
“Ayo cepetan, kalau kita terlambat bisa dihukum kakak pembina MOS,”
Valen menarik tangan Narian membantunya berdiri. Tidak ada pilihan,
8
6
Narian menerima uluran tangan Valen dengan tatapan sebal, karena rasa
sakit di lutut membuat dirinya memilih menerima uluran Valen untuk
membantu dirinya berdiri.
“Pak, tolong izinkan kami masuk, kami kecelakaan jadi terlambat. Kami
murid baru mau upacara MOS,” Valen memohon pada penjaga sekolah
yang berwajah tegas.
“Aduuuh tolong Pak, kalau telat kami dihukum nih…” Valen berbicara
lebih memelas.
Tapi sepertinya penjaga sekolah masih bergeming.
“Ihhh lembek, awas aku yang maju!” Narian memandang tajam pak
penjaga sekolah dan langsung mengomel.
“Aduuuh Pak, lihat lutut saya berdarah… sementara ini kita harus ikut
acara upacara pembukaan siswa baru! Bapak enggak kasihan sama saya?
Kalau enggak kasihan sama dia sih terserah Bapak!” Narian bicara dengan
nada sadis dan terang-terangan menunjuk Valen kalau dia tidak peduli
Valen tidak boleh masuk.
“Ka… mu…!” Valen mau meneruskan kalimatnya, tapi keburu penjaga
sekolah yang tampaknya males berdebat dengan Narian mengizinkan
mereka segera masuk, “Ya sudah-sudah! Daripada kalian berdua
membuat ribut di sini, Bapak izinin masuk ke sekolah. Tapi awas besokbesok terlambat lagi Bapak tidak akan mengizinkan kalian berdua masuk!”
Bersamaan Valen dan Narian saling bertatapan tapi tetap saja berebut
cepat-cepatan masuk ke sekolah. Narian sepertinya lupa dengan cedera
di lututnya karena sekarang sama-sama merasa ngeri dengan acara MOS
yang katanya kakak-kakak pembina MOS-nya sok serem buat yang cowok
dan jutek-jutek buat yang cewek.
Benar, berdua Valen dan Narian tidak bisa baris dengan anak-anak baru
lain yang sudah rapi berbaris dari sepuluh menit lalu.
Valen, Narian dan ada beberapa anak yang terlambat berbaris terpisah.
Mereka bagai pecundang yang selepas upacara pembukaan MOS pastinya
akan menerima hukuman.
“Sial! Sial! Kenapa juga gue baru baca ramalan zodiak pagi ini sih! Coba jika
9
7
dari semalam sudah ada majalahnya. Gue jadi tahu isi ramalan kalau pagi
ini adalah hari kesialan! Gue jadi bisa waspada! Pastinya dari pagi-pagi
gue sudah siap siaga agar tidak ada kesialan menimpa hari ini,” Narian
yang berdiri di samping Valen masih saja menggerutu, tak urung Valen
mendengar kekesalan cewek manis yang sepertinya masih menyesali
ramalan bintangnya.
Yang Valen dengar berkali-kali kalimat sial, ramalan bintang, dan kekesalan
baru sempat membacanya.
“Heran nih cewek dari tadi kok yang disebut-sebut kesialan gara-gara
ramalan zodiak mulu! Jangan-jangan agak nggak waras nih cewek! Iiiih
cantik-cantik parno gitu,” Valen bicara di hatinya sendiri.
“Apa kamu lihat-lihat? Dasar cowok kacamata kuda! Gara-gara kamu
semua nih! Gue jadi bakalan dihukum!” Narian berkata sinis.
Valen hanya bisa terpana diam, tak percaya juga ada cewek segalak ini.
“Puas! Huh sial-sial! Mati deh gue kalau habis ini harus menghadap
pembina, mana galak-galak gitu!
Coba kamu tidak nabrak, kan kita gak bakalan terlambat!” Narian tak
berhenti juga mengomel.
“Hmm...” Valen memilih geleng-geleng kepala, tidak mau membantah,
mengingat kata hatinya barusan cewek yang dihadapinya adalah cewek
parno maniak dengan ramalan bintang. Kalau ditanggapi malah bakalan
ramai, sepertinya memilih diam adalah yang terbaik.
***
10
8
Dan cerita berlanjut setelah upacara pembukaan MOS, mereka berdua
dipanggil kakak panitia MOS. Sudah pasti karena datang terlambat!
“Kamu kenapa terlambat?” tanya kakak panitia bernama Dito kepada
Narian yang memucat.
“Nih gara-gara dia Kak saya terlambat!” Narian menunjuk Valen yang balik
melotot di balik kacamatanya yang tebal.
“Lho kok!” Valen hanya berucap dua kata.
“Gara-gara cowok ini?” Dito memastikan sambil menunjuk Valen yang
memasang wajah ingin protes, tapi alhasil memilih diam.
Valen menunduk, “Iya, gara-gara saya Narian jadi telat Kak, tadi saya
menabrak dia karena tergesa-gesa.”
“Hmmm begitu! Bagus kalau begitu kamu Narian silakan balik ke barisan,
lagi pula kalau kamu saya hukum untuk lari keliling lapangan lima kali juga
nggak bakalan bisa, melihat lutut kamu yang cedera sebaiknya sebelum
balik ke barisan, kamu ikut Kak Ira ke UKS,” kata Dito menatap Narian
dengan tatapan penuh arti.
Konyol banget, seketika hati Narian berdetak tak karuan. Kakak panitia
MOS yang berdiri di depannya bagai malaikat penolong. Hatinya berbungabunga tak karuan, hatinya segera ingin membuka majalah Felia yang pagi
tadi belum selesai dibaca pada bagian asmara gara-gara ditabrak cowok
culun berkacamata lup.
“Semoga ramalan asmara gue minggu ini bagus, asyik banget nggak sih
kalau ramalan bintang untuk asmara adalah gue jadian dengan cowok
tampan seperti hmmm… Kak Dito yang cute banget!”
Narian tersenyum sendiri sembari dituntun Kak Ira menuju Unit Kesehatan
Sekolah untuk diobati luka lututnya, yang sebenarnya nggak seberapa
parah.
Valen tak luput memandang wajah cewek jutek itu, tiba-tiba wajahnya
merona merah. Valen bisa merasakan ada yang membuat Narian berubah
merona merah pipinya, hmmm… Valen tersadar kalau yang di depannya
bernama Kak Dito yang jangkung, tatapannya wibawa dan wajahnya
ganteng. Ternyata ini yang jadi alasan pipi si jutek berubah menjadi
11
9
merona merah.
“Nah sudah deh! Narian lukanya nggak parah kok cuma lecet, sudah Kakak
kasih Betadine sedikit, sepertinya kamu bisa balik ke lapangan untuk ikut
kegiatan MOS,” Kak Ira tersenyum ramah.
Kak Ira sepertinya kakak pembina yang paling baik hati karena dirinya
di seksi kesehatan. Banyak yang suka dengan Kak Ira sepertinya, selain
wajahnya yang lembut, sikap Kak Ira juga penuh kasih sayang. Pokoknya
Kak Ira juga bagai malaikat di antara para kakak pembina MOS yang
berwajah angker tak mau bersahabat dengan adik kelas baru.
Dari tadi juga Kak Ira tampak sibuk saat beberapa panitia memanggilnya
karena ada beberapa mahasiswa baru yang sakit perutlah, pusing atau
agak demam.
“Terima kasih Kak Ira,” Narian mengucapkan rasa terima kasih karena
lututnya telah diobati dan ingin segera kembali ke lapangan.
Gimana pun enggak seru kalau MOS hanya duduk- duduk di UKS dengan
alasan lutut yang sakit.
***
12
10
Narian dengan terpincang-pincang keluar dari ruang UKS. Narian melihat
cowok berkacamata lup masih berlari mengitari lapangan. Tampak pucat
tapi masih saja meneruskan hukumannya.
“Huh salah sendiri! Main tabrak-tabrak!” Narian menggerutu mencoba
menghilangkan rasa bersalah, melihat cowok berkacamata lup sepertinya
kecapean dengan hukuman lari keliling lapangan upacara.
Kalau mau jujur sebenarnya Narian juga merasa bersalah gara-gara
majalah Felia yang baru dibeli pagi-pagi tadi dan dirinya ingin sekali
membaca ramalan bintang Gemini-nya hari ini, maka Narina membaca
sambil jalan menuju sekolah dan tidak memperhatikan sekitarnya. Nggak
salah juga si cowok kacamata lup kalau menabraknya karena dirinya juga
jalan sembrono.
“Kemari Narian! Kamu berdiri di sini dan tunggu Valen yang masih kurang
dua kali lari keliling,” Kak Dito memanggilnya dan membuat jantung Narian
berdegup tidak karuan. Bagaimana tidak berdegup kencang jantung, Kak
Dito sungguh-sungguh tampan dan sepertinya membuat hati Narian
menari-nari tak jelas.
“Narian kamu di mana rumahnya?” tiba-tiba Kak Dito malah bertanya
alamat rumah sambil menunggu Valen menyelesaikan hukuman lari
keliling.
“Aku tinggal di Bukit Golf, Kak,” jawab Narian antusias.
Tadi di UKS beberapa cewek anak baru menggosip tentang Kak Dito
sebagai panitia yang terganteng dan dengar-dengar pintar juga, jago main
basket sekaligus panitia tergalak di MOS.
Semua cewek! tidak hanya murid baru tapi juga kakak pembina sepertinya
banyak yang kagum padanya.
Dan sikap Kak Dito yang tidak memberikan hukuman atas keterlambatan
Narian, mengingat sebenarnya Kak Dito juga panitia tergalak membuat
Narian berharap lebih. Tiba-tiba Narian merasa sepertinya memang Kak
Dito mencoba melakukan pendekatan pada dirinya.
“Kapan-kapan Kakak boleh main?” tanya Kak Dito lanjut.
Antara percaya dan tidak percaya Narian hanya bisa mengangguk-angguk
13
11
setuju, dan percakapan mereka terhenti gara-gara Valen yang ngosngosan napasnya sudah berdiri di antara Narian dan Dito.
“Valen, sudah sepuluh kali lari keliling lapangannya?” tiba-tiba ekspresi
Kak Dito yang tadi lembut saat ngobrol dengan Narian berubah galak.
Valen yang masih ngos-ngosan sepertinya kaget dengan bentakan Kak
Dito.
“S… u… dah Kak!” Valen terbata mengatur napasnya, baju hem putihnya
basah oleh keringat yang bercucuran. Wajahnya juga memerah karena
kepanasan. “Jangan coba-coba bohong ya!” tegas Kak Dito.
“Sepuluh kali lari keliling?” Narian mengulang hukuman yang barusan
diselesaikan cowok yang bernama Valen dengan tangan setengah
menutup mulutnya.
“Iya seharusnya sih lima kali kalau dijalani berdua, berhubung Nari yang
dibuat cedera makanya hukuman Nari diseleseikan oleh Valen,” terang
Kak Dito yang mendadak sadis kedengaran di telinga Narian.
“Hah! Duh! Sepuluh kali lari keliling gara-gara hukuman gue dilimpahkan ke
dia,” Narian jadi memandang iba cowok berkacamata tebal di sampingnya
yang memucat, tapi tak bisa berbuat apa-apa, walau tampaknya Kak
Dito baik padanya tapi tak urung dia gak berani berbuat apapun untuk
membela dan hanya bisa memandang iba Valen, bagaimanapun rasa
bersalah ada di hati Narian.