
by Titikoma

Sepak Terjang Sales Baru
Aku harus belajar cepat! Harus cepat kuasai pasar. Segala sesuatu aku catat dalam buku kerjaku. Buku kerja yang masih bergaya anak kuliahan yang memakai folder jadi aku bisa kelompokin sesuai kasus. Aku pelajari dulu history satu tahun ke belakang omset total dan tentu saja aku break down per-produk. Ada tiga produk utama yang aku pegang dua jenis vitamin dan satu obat analgesik. Sebut saja untuk vitamin pertama yang merupakan vitamin C dosis tinggi bermuatan 1000 mg HF (High Fruits) dan vitamin untuk tulang dan ibu hamil bermuatan kalsium 1000 mg (High Bone). Dan obat analgesik yang berfungsi untuk menyembuhkan pusing kepala tepat pada sasaran terkadang untuk obat sakit gigi bernama DoReMi. Untung dua vitamin ini memang termasuk produk yang terkenal dan market leader buat produk-produk sejenis, dalam memasarkan tidak terlalu sulit karena para dealer atau outlet sudah kenal dan meyakini manfaatnya yang maksimal. Apalagi untuk iklan above the line juga kenceng dan below the line dari produk Marketing juga gencar melakukan program-program yang menarik agar produk semakin punya tempat di konsumen. Sebagai Sales di perusahaan farmasi Rise tanggung jawabnya ternyata kompleks nggak hanya mengejar omset tapi juga urusan merchandise, expired produk dan availability juga harus diperhatikan. Waduh benaran cenut-cenut kepala tapi aku udah bertekad bulat membuktikan kalau Cemplon Mulya bisa tangguh di lapangan. Dan ini memang akan jadi prestasi dalam hidupku yang menjadi catatan hidup. Sesama Sales saling bercurhat apa saja, yah curhatan Kacung Kampret lah. Kadang rumput tetangga tampaknya lebih hijau padahal belum tentu lebih hijau dari halaman kita. “Wah kamu enaklah Plon, insentif besar! Tunjangan kesehatan terjamin dan lingkungan kerja enak ... ” Keluh Jus temanku yang bekerja di sebuah farmasi OTC lain. “Sama sajalah Jus, kamu juga enak kok! Malah kamu ada atasan yang selalu mem-back up kamu,” kataku yang selalu melihat Jus dibimbing oleh seorang yang pantasnya menjadi atasan. “Hemm Bu Lela itu bukan atasan aku Plon, dia aja yang sok menganggap atasan dirinya. Aku dan dia sama kok! Sama-sama Sales! Dia aja tuh stres nggak diangkat-angkat jadi Manajer makanya nganggap aku anak buah. Aku gak betah sebenarnya kerja sama dengan bu Lela suka nusuk dari belakang. Aku yang deal dapat omset besar tapi dia yang dapat nama, dia yang lapor-lapor omset yang aku dapat seolah dia yang kerja. Eh dengerdenger Wed resign ya ... boleh dong aku ngelamar di Rise,” tanya Jus antusias. Jus adalah teman baru aku sesama prinsipal, karena Wed udah lebih banyak konsentrasi bisnis lain aku juga harus punya teman sesama Sales. Dan aku langsung punya sahabat dekat namanya Jus yang pegang produk salep pantat bayi tepatnya sejenis diaper menyembuhkan ruam pada pantat bayi dan pak Mamat yang memegang maaf produk-produk pencegah kehamilan yang dipakai kaum adam sebut saja produknya Direx yang berbentuk gel dan karet. Produk pak Mamat yang spesial ini maka dia cepat dikenal sesama Sales dan dealer-dealer. Pak Mamat dengan poster gemuk dan wajah yang lucu mengingatkan aku dengan almarhum Tofik Savalas sang komedian. Pak Mamat benar-benar mirip tokoh komedian ini dan juga sangat lucu, apalagi kalau pas menerangkan produknya waah bikin panas suasana. Kalau sudah ngumpul dengan mereka yah kadang konyol banget omongannya, tapi salut deh mereka berdua yang sudah berkeluarga kalau jam istirahat memilih ke masjid sekalian sholat zuhur. Kita bertiga jadi kaya trio saja. Aku dan dua bapak-bapak. Dengan mereka juga menjelajahi makan siang yang berbagai tempat dan jenis. Nasi lengko dan nasi jamblang adalah khas makanan Cirebon. Nasi Lengko adalah makanan khas Cirebon bahkan dalam wikipedia disebutkan tidak hanya Cirebon tapi juga Indramayu, Brebes, Tegal dan sekitarnya. Makanan non hewani terdiri dari nasi dengan irisan tempe tahu goreng, mentimun, tauge, daun kucai, bawang goreng, bumbu kacang dan kecap manis. Biasanya aku dengan Jus (panggil tanpa pak karena umurnya hanya terpaut tiga tahun di atasku tapi sudah menikah dan gaya anak muda banget ngelebihin bujangan! Memang pantes sih disebut bujangan saat itu walau sudah ada dua buntut alias anak) dan pak Mamat di daerah Parujakan kita makan siang di warung nasi lengko yang harganya murah, meriah dan enak. Sementara untuk nasi jamblang atau sega jamblang ini memang hanya khasnya Cirebon! Mempunyai sejarah saat itu dibungkus dengan daun jati, mengingat bila dibungkus dengan daun pisang kurang tahan lama sedangkan jika dengan daun jati bisa tahan lama dan tetap terasa pulen. Menu yang tersedia biasanya antara lain sambal goreng, tahu sayur, paruparu (pusu), semur hati atau daging, perkedel, sate kentang, telur dadar atau telur goreng, telur masak sambal goreng, semur ikan, ikan asin, tahu dan tempe. Yang paling sedap di daerah Pelabuhan. Dan kata Wed bos-bos kalau pas kunjungan kemari sukanya nasi jamblang Pelabuhan yang terkenal ramai dan harga sedikit lebih mahal tentunya dengan nasi lengko. Dan juga ada warung Hijau di sini siang kumpulnya para Sales makan siang, dari yang level kacung kampret sampai para Area Sales Manager bahkan Direktur kerap ngumpul di sini. Gambaran warung Hijau tempatnya bersih, rumahan dengan lauk pauk yang lengkap, lezat, bergizi, sehat dijamin kebersihannya dan harga sangat terjangkau. Makanan favorit sopnya yang segar dan rolade plus sambalnya. Untuk minumannya es kelapa muda sirup campole. Sirup khasnya Cirebon alami gulanya. Kota udang membawa warna lain dalam kehidupanku. Kembali pada langkah-langkah aku sebagai Sales baru. Siang aku maksimalkan untuk market survey, mengenal lebih dekat orangorang yang memegang kunci pembelian. Mulai aku mencari tahu apa yang menjadi kesukaan para Buyer dan juga mencatat hal-hal yang tidak suka. Bahkan kalau perlu sebanyak-banyak informasi tentang Buyer, hobi, keluarga dan apa saya yang menarik buat mereka agar aku bisa dekat secara personal tidak hanya urusan bisnis. Saat aku datang sendiri tanpa Wed untuk kunjungan kedua karena Wed sudah mulai sibuk dengan aktivitas lain dan di farmasi Rise sudah tidak bersemangat lagi maka aku tidak bisa memaksakan Wed untuk terus mendampingi aku. Hampir satu bulan pertama selesai dan aku belajar cepat, ternyata saat aku berani kunjungan sendiri ada beberapa komplain sehubungan dengan produk, expired yang tidak ada penggantian dan harga yang kalah bersaing. Sementara aku catat dan aku tanyakan pada Wed masalah-masalah yang dikemukakan para customer. “Plon biasalah kamu Sales baru pasti dikerjain diminta ini itu ama mereka, semua produk ya pasti ada plus minus nya, kalau mereka komplain produk suruh aja Produk Manajernya kemari untuk menjelaskan ke mereka! Masalah expired juga nih! Udah berulang kali dikasih tahu kalau tiga bulan dari tanggal masa expired tercantum di label masih bisa kita tukar dengan produk yang baru, tapi kadang mereka juga nggak ngecek barang-barang yang mau expired milik mereka loh! Mosok kita juga yang harus ngecekin terus! Kan kita juga nggak banyak waktu! Kalau masalah harga mah selamanya diskon sebesar apa sudah kita kasih! Tapi terkadang mereka nggak percaya dan selalu komplain minta kompensasi agar dapat diskon tambahan setelah pembelian! Kita kan cuma Kacung Kampret mana bisa kasih dana lebih. Kamu mau Plon uang gaji kamu buat nambahin diskon iiih amit-amit itu sama saja kerja bakti! Jangan pernah mau kasih diskon tambahan kalau tanpa seizin pak Sam dan tidak ada perjanjian tertulis untuk pengambilan periode kapan. Hati-hati loh nggak semua outlet itu bagus dalam pembukuan makanya kamu harus tulis kalau ada janji-janji terutama masalah diskon. Jangan sampai mereka meng-claim semau gue!” Terang Wed panjang lebar. Duh kepala aku kembali cenat-cenut ternyata jadi Sales di farmasi Rise nggak hanya sekedar kejar penjualan, dibalik untuk menciptakan penjualan banyak juga masalah yang harus diselesaikan satu persatu agar bisa dapat repeat order atau order yang berkesinambungan. Aku catat problema setiap dealer dan aku utamakan dealer yang masuk sepuluh besar (kerap disebut pareto outlet yakni outlet yang bisa mendongkrak omset dan komitmen tiap bulannya melakukan repeat order) dimana omset 75% dari target bisa tercapai dari 10 dealer ini. Dalam hal ini 10 dealer itu menghasilkan 75 juta dari 100 juta target untuk Cirebon. Yang paling krusial ternyata banyaknya barang expired yang tak terkontrol. Ada rule di perusahaan Rise bila tiga bulan belum expired sudah ditukarkan akan mendapat barang pengganti yang baru. Tapi kalau sudah kelewat tidak bisa diapa-apain lagi, dibuang kalau orang awam yang tidak berani makan barang kedaluwarsa. Tapi para Sales kadang asalkan tidak lebih dari dua bulan waktu expired berani dikonsumsi. Jadi sebenarnya masih aman produk dua bulan dari waktu expired. Tapi kita juga tidak bisa sekaku di atas, masih ada tenggang rasa juga bila dealer yang sejarah pengambilannya besar maka akan dapat penggantian bila sebulan dari tanggal expired tapi dengan catatan sekali dua saja untuk ke depannya harus konsekuen untuk selalu mengawasi masa kedaluwarsa sebelum tiga bulan dari waktu kedaluwarsa yang tercetak di kemasan, secepatnya harus segera menghubungi Sales yang pegang outletnya untuk mengambil dan membuat tanda terima catatan untuk secepatnya Sales bertugas menukarkan jumlah dan jenis produk yang akan ditukarkan di kantor. Wah ternyata banyak juga barang yang sudah aku kumpulkan dari beberapa dealer yang masih tiga bulan dari waktu expired dan juga yang sudah terlewatkan. Aku sudah menjelaskan peraturan yang sebenarnya tapi hampir sama dengan istilah kalau “Bos tidak pernah salah!” Kalau di dunia Sales,“Customer tidak pernah salah!” Ancaman mereka kalau tidak dibantu masalah produk yang akan kedaluwarsa atau sudah kedaluwarsa, mereka tidak mau lagi menjual produk farmasi Rise kalau aku tidak bantu untuk menukarkan barang-barang tersebut. Ah memang nasib Kacung Kampret selalu kepepet dan serba salah. Aku diskusi dengan pak Sam selaku Area Sales Manajer,”Gimana ya Pak dealer obat Segar mengancam nggak mau bantu akhir bulan ini dengan orderan kalau nggak dibantu nih ada 12 produk HighFruit dan 10 HighBone expired! Maunya ditukar dengan yang baru, duuuh gak cuma toko obat Segar tapi juga nih dealer besar Kong Ali, grosir Pak Muin, Toko Obat Sehat Segar milik Ci Joan ... Bla ... Bla ... Bla ...” Aku baca catatan yang sudah aku rekap, cukup banyak masalah expired ini yang bakalan kalau dikembalikan atau retur. Jika diretur akan mengurangi omset. Aku maunya nggak retur tapi tukar guling jadi nggak mempengaruhi omset yang sudah didapat. “Plonnnn! Stop! Itu nggak mungkin bisa selesai sebulan ini! Kalau semua minta penggantian yang ada kamu nggak akan tambah omset karena cuma penukaran dan kalau retur alias memulangkan produk yang ada akan mengurangi omset yang sudah kamu dapat sama Wed. Kamu sama Wed kan janji nambah 10% buat bantu omset cabang Bandung bulan Agustus ini.” Terang pak Sam dengan nada khawatir karena masalah barang expired memang ternyata ada di mana-mana, nggak hanya di wilayah Cirebon. Aku mulai suka berdiskusi mengenai lapangan dengan Sales-Sales lain bila ketemu pas di week end kita suruh ngumpul ke kantor pusat di Bandung. Sudah tiga minggu aku jadi Sales dan sudah dua kali aku dan Wed ditiap hari Sabtu ke Bandung untuk koordinasi beberapa program Marketing yang diprediksi akan bisa meningkatkan omset. Bagus juga sih program-program Marketing jadi kita coba melakukan deal dengan toko obat, apotik yang punya tempat bagus untuk memajang produk-produk kita lalu tiap bulan kita bayar sebagai kompensasi sewa tempat. Ternyata banyak apotek, toko obat yang ikut dan mereka juga mau memenuhi ketentuan pembelian produk yang harus dipajang di counter mereka. Pulang dari Bandung aku dan Wed yang memakai travel jadi kerap bawabawa kardus dummy produk untuk memajang produk kita. Kenapa harus dummy? Karena sayang kalau barang asli yang dipajang selain akan berdebu juga kena matahari makanya oleh tim Marketing dibuatkan dummy box-nya. Lomba display ternyata membuat toko-toko antusias untuk men display produk kita sebaik mungkin dan ini diyakini oleh tim Produk Marketing akan menambah kedekatan dengan konsumen akhir. Para pemilik toko juga berpikiran daripada space kosong tidak dipakai apa-apa dengan kita sewa dan ini juga salah satu usaha kita membantu agar barang keluar dari stok, makanya rata-rata apotek dan toko obat mau ikutan program display PT Rise. Program yang akan dievaluasi setiap tiga bulan akan menjadi program reguler bila menghasilkan omset yang baik dan positif terhadap konsumen. Ternyata program ini juga diintip oleh farmasi OTC lain, jadi mulai kita berlomba-lomba untuk men display barang-barang kita sebaik dan semenarik bahkan antar Sales bersaing untuk cepat-cepat deal posisi yang paling strategis atau dikenal dengan posisi yang yang paling eye level. Masalah expired berarti aku bertahap untuk melakukan penyelesaiannya, aku buat jadwal bulan ini mana yang bisa aku tukarin produknya dan toko mana yang tetap ngotot minta diretur. Aku buat sedemikian perhitungan agar penyelesaian masalah barangbarang kedaluwarsa tidak mengurangi omset secara tajam, tapi sedikit demi sedikit ada pengurangan sehingga tidak sampai mengganggu target yang harus dicapai. Kembali untuk masalah persaingan harga adalah masalah yang susah juga, karena memang sudah ada standar dari perusahan yang telah ditetapkan. Seperti ada skala pengambilan dengan diskon reguler dan selain diskon reguler. Diskon reguler hanya berdasarkan waktu lama pembayaran jika cash dapat diskon 1% dan dibayar seminggu dapat diskon 0,5%. Jika dibayar dengan TOP (Term of Payment) sebulan tidak ada diskon. Bila mengambil sampai nilai tertentu maka ada scheme diskon tertentu juga. Di farmasi Rise juga ada diskon total pengambilan selain waktu pembayaran atau term of payement. Pengambilan di atas satu juta ada diskon 0,5% dari diskon reguler. Di atas 2 juta ada tambahan 1% dan deal-deal tertentu sampai 5 juta ke atas akan ada tambahan diskon yang diskusinya khusus dengan pak Sam berlaku sama buat semua dealer. Jadi sebenarnya masalah harga kita sudah kasih adil, nggak ada pilih kasih tapi tetap saja ada yang merasa dicurangi oleh Sales untuk masalah pemberian harga. Ada saja dealer yang komplain merasa dikasih harga yang mahal sehingga mereka susah jual. Aduh begini nasib Kacung Kampret sudah mengatakan yang sebenarnya tapi masih nggak dipercaya sama dealer, kadang dianggap kita kasih bedabeda harga satu sama lain. Padahal mana ada dana dari Sales Kacung Kampret kaya aku, setuju banget dengan pendapat Wed jangan pernah mau mengorbankan insentif kita untuk nambahin diskon sama toko sama saja malah yang ada kita jadi ngerusak harga pasaran dan nggak dapat apa-apa loh! Capai-capai kerja sebagai Sales yang dikejar insentif kok untuk bayar-bayar diskon di luar ketentuan demi ngejar omset. Sama saja bohong namanya! Makanya aku bersikap apa adanya sesuai ketentuan, bila sudah aku ajukan ketentuan perusahaan pada dealer tapi tetap minta tambahan aku pending dengan alasan harus bicara dulu dengan atasan. Kalau sudah seperti ini biasanya akhir bulan jelang tutup omset pak Sam yang kekepet butuh tambahan omset untuk beberapa dealer yang mau ambil banyak produk minta tambahan diskon tertentu biasanya deal langsung dengan pak Sam selaku atasan. Kalau gini enak sekali aku tinggal catat saja janji pak Sam terhadap dealer yang telah membantu tutup omset akhir bulan. Pencairan black discount biasanya sebulan, sehingga polanya bulan depan akan ada deal lagi dengan black bonus baru begitu terus permainan di Sales PT Rise. Terutama di grosir-grosir yang berani stok berkarton-karton. Lain untuk di modern channel waktu itu ada Alfa Retailindo, Matahari Grage, Jogja Store, Hero dan Asia. Untuk masuk produk saja harus ada barcode, barcode konon harus dibeli entah sampai berapa juta. Untungnya yang urus ini semua adalah Produk Marketing yang ada di Jakarta jadi kita sebagai Sales sudah tahu beres. Di modern channel yang harus aku lakukan cek stok, merapikan display dan cek expired-nya lalu terakhir minta orderan ke head store yang pegang produk kita. Mengenal para Buyer di modern channel asik-asik juga, mereka rata-rata juga lulsan S1 kita bisa diskusi berbagai hal masalah produk. Bagaimana agar produk bisa laku, untuk modern channel mereka meminta adakan sampling dengan SPG yang cantik. Keberadaan SPG akan membantu aku sebagai Sales, semua kebersihan, kerapian produk dan penjualan juga masa kedaluwarsa mereka yang harus cek. Aku tinggal merekap dan membantu pengadaan penggantian produk yang berurusan dengan manajemen dan distributor. Wah saat itu Cirebon belum ada SPG dan ingat Sales hanya satu Wed saja untuk area yang begitu luas dengan keanekaragaman channel. Selama ini modern channel nggak sempat Wed perhatikan. Dia bayak main di grosir dan toko obat saja. “Plon, makanya salah satu kamu ditugaskan di Cirebon adalah sebenarnya mengembangkan omset untuk modern channel-nya!” kata pak Sam memerintah aku. Salah nih aku curhat masalah barang-barang yang nggak keluar dari modern channel dan aku harus cari solusinya. “Pak Sam mereka minta ada SPG, gimana dong?” kataku meminta pertimbangan. “Boleh saja ada SPG! Tapi Plon kalau bayar SPG tapi omset di modern channel nggak naik gimana dong? Kamu bisa nanti minta SPG enggak cuma satu! Bisa lebih! Tapi kamu harus deal dulu dong dengan toko-toko modern itu mau nggak bantu untuk omsetnya agar cost ratio-nya nggak lebih dari 5%?” Pak Sam menantangi aku. Aduh aku kembali cenat-cenut kapala, sejak jadi Sales frekuensi kepala cenat-cenut lebih sering. Apa yang dikatakan pak Sam memang, teori cost ratio ada pengeluaran atau biaya maka juga harus ada pemasukan atau omset yang signifikan. Aku harus mengkalkulasi kalau beberapa toko modern channel yang potensial berdasarkan history Sales untuk ditempatkan SPG. Mereka harus ditarget untuk berani buffer stok dan SPG juga harus di push untuk jualan mengeluarkan produk HigFriut dan HighBone dua vitamin andalan. Dengan teori ini diharapkan akan terjadi kerjasama yang samasama menguntungkan antara supplier dan outlet. “Ini enggak bisa kamu lakukan jangka pendek, tapi kalau kamu bersikeras dan mempunyai perhitungan yang matang bisa kok. Kamu bisa coba tiga bulan pertama evaluasi apakah ada kenaikan omset setelah kamu taruh SPG dibandingkan sebelum ada SPG dan ingat Plon tetap ya cost ratio nggak lebih dari 5%! Bisa kok Plon kamu lakukan riset dululah?” Kata pak Sam yang mendadak antusias. Tentu saja tanpa sepengetahuan Cemplon pak Sam sangat senang dengan pemikiran Cemplon barusan karena memang dirinya berniat menempatkan Cemplon sebagai Sales di Cirebon adalah untuk mengembangkan modern channel yang sekarang ini sedang menjadi pembicaraan di level Direksi tengah berkembang. Bahkan sudah ada bocoran akan banyak sekali dibuka banyak sekali mall yang berarti mengindikasikan akan banyak outlet-outlet modern channel baru yang bisa dijejali produk mereka. Modern channel atau retailer memang berkembang pesat dan mungkin beberapa tahun ke depan akan menggilas tradisional market seperti pasar yang identik dengan tempat yang kumuh, bau dan jorok. Orang-orang modern semakin menyukai tempat-tempat semacam mall yang juga menyediakan segala sesuatunya lengkap seperti pasar tradisional tanpa harus berkotor-kotor ria walau konsekuensinya harga barang-barang pastinya lebih mahal karena para pelaku retailer untuk investasi tempat saja sudah pasti sangat mahal. Salah satu cara pasti membebankan pada harga jual barang-barang yang mereka perdagangkan. Makanya mereka juga akan membebankan pada supplier untuk menempatkan barang mereka dengan sangat bagus dengan dikenakan biaya space rental yang sangat mahal. “Okay pak Sam, aku coba analisa dulu dan aku nanti hitung-hitung deh juga aku bicarakan dengan para Buyer untuk mau membantu program pengadaan SPG dengan orderan yang lebih banyak sesuai dana yang kita keluarkan untuk pengadaan SPG,” kataku berusaha untuk tenang. “Ingat Plon gak lebih dari 5% cost ratio-nya! Semangat Plon!” Pak Sam menyemangati aku. Pak Sam tampaknya berubah menjadi baik sekali sekarang dengan aku, mungkin saja pak Sam sadar kalau dunia aku memang bukan Sekretaris yang harus mengerjakan laporan-laporan dengan sistem excel yang buat aku pusing. Aku harus membuktikan aku bisa taklukan kota Cirebon dan aku tibatiba sangat bergairah dengan pekerjaanku yang sekarang menantang. Menantang tentu saja! Karena aku tidak hanya makan gaji pokok tapi insentif yang menawarkan scheme yang sangat menarik! Aku sudah membayangkan insentif pertama yang aku dapat untuk membeli handphone baru dan juga laptop yang akan membantu aku dalam pembuatan laporan pekerjaan. Aku yakin sih, Cirebon bisa menjadi pangsa pasar yang potensial untuk aku tingkatkan omsetnya. Entah kenapa aku berpikir positif saja! Hampir habis satu bulan dan aku belajar analisa hal-hal apa yang bisa untuk menaikkan omset di area panas ini. Tanpa sepengetahuan Wed aku lakukan analisa tiap outlet dengan orderan tiap produknya, aku tandai produk apa yang paling banyak diorder oleh masing-masing outlet agar aku tidak salah memberikan saran yang tepat mereka untuk repeat order. Mulai aku plot-plot orderan untuk mencapi target 100 juta bersama Wed.