di bawah langit al-ihya
Di Bawah Langit Al-ihya

Di Bawah Langit Al-ihya

Reads
100
Votes
0
Parts
19
Vote
by Titikoma

Epilog

Ini adalah hari ke-15 Vara di Rumah Sakit Permata, dan Amri masih setia menjaga Vara hingga saat ini. Ia terlihat lelah karena harus bolak-balik dari rumah Vara ke rumah sakit. Kini, ia pun tertidur di samping Vara, menggenggam erat sorban yang Vara berikan untuknya. Suara kardiograf di sampingnya terdengar sangat lemah, begitulah keadaan Vara yang tertidur, koma. Hayya ‘alash shalaah Hayya ‘alash shalaah Hayya ‘alal falaah Hayya ‘alal falaah Ash shalaatu khairun minan nauum Ash shalaatu khairun minan nauum Azan subuh terdengar sayup-sayup dari area kompleks sebelah rumah sakit. Amri terbangun, mengusap air matanya yang tanpa sadar berlinang saat ia tertidur. Ia memandang Vara yang masih terlelap dalam tidur panjangnya, dilihatnya ada air mata di pipi itu, sungguh Vara bersedih. ‘Sayang, bangunlah. Aku menemuimu dengan segala rindu yang ada di hati.’ Amri mengusap air bening dari wajah itu. Allahu akbar Allahu akbar Laa ilaaha illallah “Sayang, aku mau ke mushola sebentar ya, mohon bangunlah setelah aku salat nanti, aku rindu kamu,” kembali air mata itu menetes. “Kamu ingin aku selalu tersenyum kan? Bangunlah, ikut aku salat subuh… Dulu kamu pernah bilang ‘kan, kamu ingin menjadi makmum yang setia bagi orang yang kamu cintai, aku… bagaimana bisa kamu diam di sini?” Dengan menahan tangisnya, Amri beranjak dari tempatnya, melepaskan pakaian rumah sakit yang masih ia kenakan. Dinginnya udara subuh seketika menyergap, menghinggapi tubuh Amri. Ia sedikit menggigil.  Langkahnya gontai, ia lelah, ia terluka. Di depan mushala Ar-Rahman Amri termenung, mata itu sembap karena terlalu sering menangis. ‘Inikah keadilan-Mu yaa Rabb?’ Amri masih meratapi kesedihannya. Dinginnya air menyambutnya ketika air pancuran dari tempat wudu mengalir, berharap dapat menenangkan hatinya, dan memberi sedikit semangat yang hampir padam oleh waktu. Ada beban di sana yang ingin ia hilangkan, ada air mata yang ingin ditumpahkan kala ia mengangkat tangan menadah ridha-Nya, untuk kesembuhan kekasih yang amat dicintainya. “Ya Allah, Engkau Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, hanya kepada-Mu hamba memohon dan bermunajat. Yaa Rabb, Engkau yang telah mempertemukan kami berdua, Engkau satukan hati kami dalam lingkaran cinta-Mu, namun kini mengapa Engkau mengambil ia, dan menimpakan sakit padanya? Kami tahu, kami hanyalah manusia yang tak sempurna, dan hamba memohon pada-Mu, yaa Rabbi, sembuhkanlah ia, kurangi beban hamba dan juga keluarganya. Dengan segenap cinta, bangunkanlah ia kembali yaa Rabb, hamba ingin menepati janji. Menemuinya, bukankah Engkau yang telah menyatukan kami dalam ikatan ini? Rabbana laa tu-akhidznaa innasiinaa au akhtha’naa, rabbanaa wa laa tahmil ‘alainaa ishran kamaa hamaltahu ‘alalladzina min qablinaa, rabbanaa wa laa tuhamilnaa maa laa thaa qatalanaa bihi, wa’ fu’ annaa waghfirlanaa warhamnaa anta maulana fanshurnaa ‘alal qaumil kaafiriin...[1] Aamiin” Dalam do’anya, Amri tumpahkan segala pinta dan harapnya lewat untaian air mata...  1 tahun kemudian. Tanggamus, Wonosobo, Lampung sangat panas siang ini. Masih terasa hiruk pikuk suara siswa-siswa SDN 1 Tanggamus, sekolah tempat Amri mengabdi sebagai guru honorer sejak dua bulan lalu. Amri masih serius di ruang guru, mengoreksi kertas tes para siswa. Besok adalah hari penting untuknya, launching novel duetnya bersama Vara di Jakarta sana. Hari ini Vara sudah berangkat terlebih dulu, mengatur acara nanti. SMS My Princess: Sudah siang, jangan lupa makan, jangan sibuk terus. Jaga kesehatan, Mas. Ke Jakarta nanti sore ya, aku merindukanmu… J Amri tersenyum membacanya. Mendengar suaranya mungkin bisa meredakan rindunya. “Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumsalam, Mas.” “Yang ingatin aku makan sudah makan juga belum, hehe… Gimana persiapannya, sudah berapa persen? Tunggu aku ya. Nanti sore jadwal penerbangan ke Jakarta baru ada.” “Ah, kamu lebih jahat dari Rangga, masa’ biarin aku di sini sendirian. Ah Mas gitu!” Vara bermanja. Amri tersenyum geli dibuatnya, memang benar kekasihnya ini mengaku-aku kembarannya Nicholas Saputra. “Sabar Cinta, Rangga pasti datang, nanti jemput aku di bandara ya,” Amri terus saja menggoda kekasihnya. Sampai beberapa menit kemudian, bel pulang sekolah berbunyi. Amri memutuskan bergegas pulang untuk menyiapkan apa-apa saja yang harus dibawanya ke Jakarta, yang pasti ada rindu yang harus dituntaskan bersama Vara. TMII, Jakarta. Sore ini, seorang lelaki memakai kemeja lengan pendek warna cokelat motif garis favoritnya dan celana panjang warna hitam yang membuatnya begitu penuh kharisma. Di sampingnya ada seorang gadis yang telah begitu lama dirindukannya, memakai gamis warna senada. Amat serasi. Amri dan Vara, tuan rumah acara launching novel duet yang telah lama mereka tulis, sebuah kisah nyata yang ingin dibaginya kepada para pecinta. “Jadi, ini kisah nyata kalian ya, Mas Amri?” seorang wartawan melontarkan pertanyaan kepada mereka. “Bisa dibilang seperti itu, novel ini adalah bukti kisah kami, semoga akan abadi,” Amri menjawab dan tersenyum memandang kekasihnya, Vara hanya dapat tersipu malu dibuatnya. “Jadi, kira-kira kapan ini Mas, Mbak, tanggal resminya?” “Secepatnya. Doakan saja dan biarkan Tuhan menjadi sutradara terbaik, hingga nanti,” Vara di sampingnya pun meng-amin-kan ucapan kekasihnya. Perjalanan cinta ini terasa begitu panjang, terkadang ada perasaan lelah yang sangat mendera di kedua hati itu. Namun cinta tetap menguatkannya. Berdoa adalah cara terbaik untuk jatuh cinta, semua isyarat akan dibaca dan terbaca satu sama lain, meskipun jarak, ruang, dan waktu memisahkan. Jarak hanya penyekat, waktu hanya penguji, namun doa dapat menjadi penguatnya. 

-THE END- 

[1] Ya Tuhan kami, janganlah Engkau menghukum kami ketika kami lupa dan bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orangorang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tak sanggup memikulnya. Berilah kami maaf, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices