Don't Touch Me

Reads
101
Votes
0
Parts
16
Vote
by Titikoma

8

Kedua orang tua May dan Ken telah memutuskan bahwa sebaiknya May dan Ken menikah secepatnya. Karena menyatukan keduanya dalam satu kantor tidak membuahkan hasil yang baik. Harapan Ibunya May agar mereka saling akrab tidak terwujud. Ternyata di dunia nyata tak selalu seindah di film-film atau sinetron. Ibu gagal membangun kisah kasih antara May dan Ken yang memaksa May menjadi sekretarisnya Ken. Kedua sejoli itu malah sering bertengkar dalam kantor. Ibunya May khawatir, Ken dan May hanya akan semakin membenci satu sama lain jika dibiarkan berlarut-larut hubungan yang penuh perkelahian itu. Setelah beberapa waktu memutuskan, mengatur dan menetapkan tanggal pernikahan mereka. May dan Ken melangsungkan pernikahan di Jakarta. Pesta pernikahan digelar begitu megah di hotel bintang lima, tepatnya di Hotel Mulia Senayan, Jakarta. Kendy Putra Surya Ningrad, S.Ars. dan Maymuna Maharani Sanjaya, S.Kom. adalah Raja dan Ratu hari itu. Para undangan elite, rekan bisnis, klien, kolega, karyawan serta beberapa teman-teman kuliah May dulu yang kini bekerja sama membina anak jalanan dan juga anak-anak jalanan undangan dari May dan warga yang mengenal keluarga Bapak Sanjaya dan Bapak Surya Nigrad mulai berdatangan memenuhi ruangan yang telah tersedia. May terlihat sangat cantik dengan gaun pengantin berwarna putih dari desainer ternama. May seperti putri ratu bermahkota yang dikirim untuk mendampingi Kendy Putra Surya Ningrad yang juga seperti pangeran kerajaan. Penampilan mereka sungguh sangat memukau. Mereka pasangan yang sangat serasi. May tampak kelelahan. Dikarenakan telah berdebat panjang dengan Ibu dan Bapaknya sebelum menjalani proses pernikahan yang tak diinginkan. May terpaksa harus berdandan sedemikian rupa, ia sungguh lelah. Sementara Ken tampak santai, ia terlihat bahagia dengan pernikahan ini, ia juga terlihat sangat antusias dan bersemangat menyambut uluran tangan para undangan yang bergantian memberi ucapan selamat dan doa terbaik. Tatapan May kosong, ia bahkan tak pernah mengukir senyum untuk para  tamu undangan. Sesekali Ken yang kini telah resmi menjadi suami May itu melirik May, Ken tahu bahwa May resah dengan pernikahan ini. Ken juga lelah bertengkar dengan kedua orang tuanya. Ken akan mengabulkan permintaan orang tuanya itu agar mereka merasa bahagia. Jika bersama May adalah kebahagiaan Ibu dan Bapak, Ken akan menerima May, entah kapan mereka bisa berdamai dengan keadaan hati masingmasing. Ken berjanji pada dirinya, bahwa ia tak akan mengecewakan Ibu dan Bapak sampai kapanpun, kebahagiaan kedua orang terkasihnya itu adalah hal yang utama bagi Kendy Putra Surya Ningrad. May menatap satu sosok istimewa yang datang, Anisa! Sudah sehatkah? Anisa menghampiri May dan Ken yang sedang duduk bersanding. “Selamat ya, May. Semoga kalian bisa bersatu selamanya sampai maut memisahkan kalian. Aamiiin.” Anisa berbisik pada May, lalu memeluk May dengan sangat erat. Banyak kata yang tak terungkap. May dan Anisa menangis berdua. Mereka tak tahu apa yang menyakitkan dari luka yang terpendam, menggores dan menyayat hati. Yang mereka tahu tangis ini bukan tangis bahagia, ada pedih dan perih yang mengiris. “Lu harus sehat terus, Nis. Demi bayi lu, lu harus kuat!” May dan Anisa saling melepaskan pelukan mereka, bagaimanapun ini bukan waktu yang tepat untuk saling meluapkan isi hati. Malam pertama setelah pernikahan Ken dan May. Malam di mana mereka harus satu atap dan satu kamar. Sungguh hal yang tak pernah May bayangkan. Dirinya kini telah resmi menjadi istri Ken, lelaki menyebalkan itu. Di dalam kamar megah yang berhiaskan hiasan khusus malam pengantin bernuansa cinta dan penuh warna merah hati. Bunga-bunga yang bertebaran di lantai dan tempat tidur. Ruangan yang sangat romantis itu justru membuat May gerah. “Hem, apaan coba? Siapa sih yang buat kayak gini? Ini kamar tidur atau toko bunga? Lebay banget,” celoteh May ditanggapi dengan senyuman manis Ken. Ia lelah seharian menjadi Raja di pesta pernikahan yang baru saja usai. “Kalau ngantuk tidur aja, May. Besok aja kamu tanya sama Ibu, kenapa kamar ini harus jadi toko bunga, hehe.” Melihat May yang kesal, Ken berusaha sedikit lembut. Ken tak ingin ada perang di dalam kamarnya, ia sangat letih. “Ken…” “Ya?” “Lu harus ya tidur di sini?” “Harus, ini kamarku.” “Lu kan tahu gue gak suka.” “Aku juga gak suka, tapi harus suka.” “DON’T TOUCH ME!” May menatap Ken tajam setelah mengeluarkan ultimatum setajam golok. “Siapa yang mau sentuh kamu? Aku ngantuk May, tidurlah. Kalau pengen berantem besok aja, ya. Beneran aku capek banget, nih.” Ken merebahkan tubuhnya di kasur empuknya yang dipenuhi hiasan bunga di malam pengantin baru. “Jangan sentuh gue, buat malam ini dan selamanya.”  “Gak janji, May. Kamu kan istriku.” “Istri pura-pura demi orang tua!” “Kita nikah beneran loh, May. Gak boleh mempermainkan pernikahan. Udah, besok lagi. Aku ngantuk. Malam ini kamu aman, gak tahu kalau besok, hehe.” Ken tertawa, kantuknya hilang. Ken bangkit sembari menatap May yang duduk manis di sofa panjang. Membuat May kesal memang selalu menyenangkan bagi Ken bahkan hingga malam ini, Ken senang sendiri melihat wajah May yang ketakutan. Tidak seperti biasanya. Lagian, pake acara ultimatum segala, sih. Emang aku laki-laki macam apa? Menyentuh seseorang yang bahkan tak menyukaiku? Oh, tidak akan terjadi. Sungguh, itu bukan Ken. Ia adalah lelaki terhormat dan bermartabat. Ia bahkan tak pernah berpikir bahwa akan menyentuh perempuan sebelum ada cinta dan kasih sayang, yang menyatu dalam janji suci pernikahan. “Perjanjian, mulai malam ini. Lu tidur di tempat tidur lu, gue di sini aja. Di sofa ini dan lu gak boleh sedikit pun dekatin gue, karena sedikit pun deketin gue ....” “Waaahhh, gitu banget, ya? Hem, aku aja yang tidur di sofa, kamu di sini. Gimanapun aku kan cowok. Masa iya aku lebih nyaman daripada kamu. Biar kata kamu makhluk alien, di rumah gak ada perbedaan, kok. Makhluk alien juga boleh bahagia.” May mulai geram. Ken mulai lagi dengan sikap mengolok-oloknya. “Gue aja yang tidur di sofa ini, gue gak mau kalau lu sakit, lebay. Trus lu minta opname lagi. Gue capek kena omelan Ibu gara-gara lu!” “Ya udah, met bobo... istriku, hehehe.” “Huekkk! Jangan pernah sentuh gue dan jangan panggil gue istri.” “Galak amat, sih. Biasa aja, dong. Ntar kamu tiba-tiba naksir sama aku gimana? Kan berabe. Karena pangeran tampan ini, gak minat sama makhluk alien yang berantakan dan asal-asalan alias jorok.” May merasa lega mendengar pernyataan Ken, setidaknya lelaki itu benar-benar jijik dan tak akan pernah menyentuh May. Ini hal yang membuat May merasa aman. May berdiri menghampiri Ken, meraih selimut dan bantal, kemudian kembali ke sofa dan merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang. Sejurus kemudian ia menutup mata dan terlelap. Ia memang tukang tidur, ketemu bantal dikit aja langsung bisa molor. Terlebih saat tubuhnya sedang kelelahan. Beberapa saat kemudian, Ken pun tidur. Malam ini Ken sangat mengantuk, tapi ia tak bisa tidur pulas seperti biasanya. Karena malam pertama ini ada perempuan di kamarnya. Yang mana ternyata ia tidur mendengkur. Ya Allah... sampai kapan Ken harus mendengar perempuan itu ngorok? Ken menatap perempuan yang telah ia nikahi itu. Ternyata May sangat cantik dan manis. Manis sekali saat tidur. Walaupun ia berisik. Inikah putri cantik yang ENGKAU kirim untuk hamba-MU ini? Ken mendesah, ia berdiri menghampiri May yang tertidur di sofa. Ken mengamati wajah polos itu. Hem, May benar-benar manis tanpa polesan make up. Ken banyak mendengar hal tentang May. Mulai dari hobi menonton kartun hingga tingkah yang seperti anak-anak SD. Ken tersenyum simpul. Terkadang, gadis ini sangat menyebalkan, tapi sangat menyenangkan membuatnya marah-marah. Karena May lebih manis saat marah, itulah sebabnya Ken senang mengusik. Bibir mungilnya itu lucu banget kalau lagi ngomel. Ken penasaran, apakah hubungannya bisa membaik dengan May? Semuanya akan dimulai dari malam ini.  Ken dan May terbang dengan pesawat ke Singapura, Negeri Merlion. Kedua sejoli itu merayakan honeymoon atas permintaan kedua orang tua mereka yang sudah menyediakan tempat istimewa. Namun setiba di Singapura tak ada hal yang indah, sama seperti di Indonesia. Ken dan May tak menikmati honeymoon, mereka sibuk bertengkar tentang banyak hal. Ada saja yang jadi bahan pertengkaran mereka. Sebenarnya Ken ingin berdamai, tapi May selalu saja membuatnya resah. Pagi di Four Seasons Hotel Singapore, tepatnya di Orchad Boulevard. Selain strategis, suasana gedung pencakar langit itu juga semakin indah dengan deretan pepohonan di sekitar. Four Seasons Hotel Singapore merupakan oasis tenang di tengah kota yang sibuk. Hotel ini berjarak 25 menit jika berkendara dari Bandara Internasional Changi dan hanya beberapa langkah dariOrchard Road, yang menyediakan berbagai pilihan tempat belanja dan hiburan, serta situs Warisan Dunia UNESCO pertama di Singapura, Kebun Bontani Singapura. Selain itu, Four Seasons Hotel Singapore memiliki kualitas pelayanan super, resepsionis siap 24 jam melayani proses check-in, check-out dan kebutuhan lainnya untuk para tamu hotel, ditambah dengan fasilitas unggulan. Orang tua Ken dan orang tua May yang memesan hotel ini, mereka yakin akan membuat honeymoon Ken dan May sangat berkesan. Ken tak biasa tidur lagi setelah salat subuh. Ia melihat May yang masih terlelap di lantai. May tak ingin tidur bersama Ken di tempat tidur yang nyaman, tak ada sofa panjang seperti di rumah Ken, hanya ada empat sofa berukuran standar beserta mejanya di pojok ruangan dekat jendela kamar. Tak mungkin May tidur disofa itu mengingat May tidurtak ubahnya jarum jam dinding, muter-muter. Hem, Ibu pandai memilih, tapi Ibu tak tahu May bisa melakukan apa saja untuk menjaga jarak aman dari Ken. “May, bangun... mandi. Kamu ini, udah salat subuh tidur lagi. Tadarus May, biar dikit asal disempatkan tiap habis salat.” Salat dan tadarusan setelahnya, memang kebiasaan keluarga Ken yang tertanam pada diri Ken sejak kecil hingga saat ini. “Hem...” May masih malas-malasan. Ia merapatkan bantal guling dan selimutnya. Ia tak akan mandi sepagi ini. Kecuali pada masa sekolah dan kuliah dulu, kan May harus berangkat pagi. Tapi sekarang, May bisa 68 66 sedikit bersantai dan tidak perlu terburu-buru. Lagipula, ini waktunya rehat, sedang berlibur. “May, bangun gak! Aku siram air loh, aku gak mau ada orang jorok di dalam hidupku,” tegas Ken. Hari libur atau tidak, itu sama saja bagi Ken. Lelaki jangkung bertubuh atletis yang sangat tampan itu tidak terbiasa bermalas-malasan seperti May. Ia tidak bisa memaklumi sikap May. “Bodo amat, gue masih ngantuk. Ntar aja gue mandi kalau gue udah lapar sekalian bangun buat makan.” May bersikeras. Ia tetap tak mau bangun. Ken bangkit dari duduknya, ia yang sedari subuh tadi tadarus usai salat akhirnya meletakkan Al-quran di atas lemari. Ken juga merapikan sajadahnya, kemudian memasuki kamar mandi. Ia mengambil segelas air dari keran wastafel lalu kembali menghampiri May. Dengan santai Ken menyiram segelas air itu tepat di wajah May. “Sialan lu, Ken!” May berteriak. “Bangun, mandi. Aku gak suka perempuan malas!” Ken masih berdiri di samping May yang terduduk mengantuk. “Mandi sana. Gosok gigi, gosok badan pake sabun biar wangi, trus pake sampo. Baju kamu juga udah siap, udah disetrika dan udah wangi semuanya. Bi Olaf udah menyiapkan semua sebelum kita berangkat, jadi gak ada kumal dan bau apek.” May menatap Ken sendu, hukuman apa ini? Hidup May tak akan indah lagi. May akan hidup dengan aturan Ken. “Belum gerak juga?” Ken sangat kesal, ia kembali ke kamar mandi dan mengisi segelas air lalu menghampiri May. “Biar aku mandiin, ya.” Ken kembali menyiram wajah May. May sudah tidak tahan, iamerampas gelas ditangan Ken, lalu berjalan ke kamarmandi mengalirkan keran air di bathtub. Ia membiarkan bathtub itu penuh, dan beberapa saat kemudian May keluar kamar mandi. May menarik tangan Ken dengan kuat, memaksa Ken masuk ke kamar mandi dan mendorong tubuh Ken ke bathtub hingga Ken tercebur dan basah kuyup.  “Enak?” May mendelik. “Aku udah mandi, May!” Ken geram. Lalu Ken bangkit dari bathtub dan menarik tangan serta mendorong May, hingga May juga tercebur dan basah kuyup. “Ken, gue masih mau tidur. Gue mandinya jam delapan!” May murka. Ia berdiri dan menarik tangan Ken. Tarik-menarik antara Ken dan May berlangsung, tangan May terus memukuli tubuh Ken. BRUKKK. Keduanya terjatuh di lantai kamar mandi yang penuh air. Tubuh Ken mendarat tepat di tubuh May. Lantai mulai licin dengan air dan sabun cair yang tumpah karena tersenggol tangan Ken selama pertengkaran sengit berlangsung. Ken menatap May dalam-dalam, “Kenapa May terlihat sangat manis? Ya Rabb, jauhkan aku dari godaan setan. Aku harus kuat menahan diri. Jangan biarkan gadis ini merampas keperjakaanku.” “Lu?” tunjuk May. May melotot, Ken tersenyum nakal menatap May. Ia sengaja tetap pada posisi jatuhnya. Ia sengaja membiarkan adegan romantis itu berlangsung. Dirasakannya detak jantung May yang berkejaran, bak lari maraton, ngos-ngosan karena ketakutan. Ken sengaja merapatkan tubuhnya pada tubuh istrinya itu, ia senang melihat wajah pucat pasi May yang ketakutan. Ken mendekatkan wajahnya ke wajah May sambil menahan tawa, ia tidak tahan ingin terbahak-bahak. Kali ini ia menang menjahili May. Ken terus mendekatkan wajahnya ke wajah May dan .... “Minggir lu!” May menghempaskan tubuh Ken, ia meloloskan diri dari kenakalan suaminya itu. “Berani macam-macam, kelar hidup lu!” gertak May. “Oh seram, uh takut!” ledek Ken. May dan Ken berdiri. Ken mendekat, May mundur, Ken mendekat lagi, May mundur dan dinding kamar mandi menghentikan May. Ia berdiri mematung. Ken semakin dekat, hampir tanpa jeda. “Kamu bukan bidadari, jangan galak sama suami sendiri, aku gak juga minat nyentuh perempuan jorok. Jadi bersih-bersihlah mulai sekarang. Siapa pun yang berada di dekatku, harus bersih. Kalau kamu gak bisa bersih, aku punya banyak orang yang bisa membersihkanmu.” Ken berlalu. Hati May meraung. Kekesalan tingkat gunung merapi merajai hatinya. May menyesal mengikuti Ken, harusnya di bandara sebelum terbang ke Singapura, May melarikan diri saja.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices