Hati Yang Terbatas

Reads
107
Votes
0
Parts
17
Vote
by Titikoma

Hati Yang Menyapa

 Malam hari Jaka mengumpulkan kita untuk mulai program kerja yang akan kita lakukan selama dua bulan penuh. Kinanti mulai mengetik cepat membuat proposal sederhana untuk disebar ke beberapa instansi yang ada. Pastinya beberapa instansi bonafide yang akan ditembak Om Paul dan Pak Dewo menjadi prioritas dan harapan besar buat mereka memperoleh dana untuk merealisasikan program kerja ini. Ada beberapa rencana yang akan dijalankan selain program berjangka. Sebagai aktivitas harian adalah mengajar yang dimulai selepas salat asar. Ada pelajaran menulis, membaca iqro, belajar doa-doa, menggambar, menyanyi juga menempel. “Besok kita akan mendata berapa anak yang datang dan akan mengikuti program mengajar yang diampu kita bersama-sama secara bergantian. Pak RW sudah melakukan woro-woro ke sekitar kalau ada anak-anak KKN yang akan membantu baca tulis dan sebagainya,” Jaka menerangkan dengan semangat. Harus diakui kalau mereka tidak salah memilih Jaka menjadi ketua di antara mereka, Jaka sangat antusias dan ingin meraih nilai A untuk KKN yang mempunyai bobot beban besar SKS 4. Tentu saja mempunyai pengaruh besar untuk penambahan kenaikan IPK bila bisa mendapat nilai A. Kinanti kebagian rutinitas mengajar baca tulis, Lintang lebih ke melukis dan melipat, Bagus menyanyi, Latif mengaji dan khusus Pak Dewo dan Om Paul temporary aja terserah bebas mereka mau menambah pengetahuan umum apa. Banyak program kerja KKN yang akan dijalani antara lain perbaikan jalan, pengadaan kamar madi dan WC umum, kerja bakti bersamasama membersihkan desa dari balai desa sampai masjid, menghidupkan Posyandu lagi dengan merencanakan melakukan penimbangan balita, imunisasi, dan memberikan pembagian bubur kacang hijau, mengajarkan keterampilan merias, membuat hiasan bunga, pentas seni gabungan dengan anak-anak KKN di wilayah beda RW, penyuluhan kesehatan dan pentingnya kebersihan, memberikan bibit tanaman, ceramah pengajian, dan membuat taman bacaan. Semuanya tersusun dalam proposal lengkap dengan jadwal masingmasing program kapan dilaksanakan dan target selesainya.  Juga pencarian dana sudah harus jalan mulai di hari kedua KKN, Jaka benar-benar memperpadat kita untuk bekerja cepat dan taktis. Seperinya Latif tidak terlalu suka dengan apa-apa yang dilakukan terlalu tergesa, beberapa kali Latif menginterupsi tapi Jaka tetap cuek dengan targettarget yang ingin dicapai. Beberapa kali juga Latif geleng-geleng kepala, sementara Kinanti dan Lintang juga Bagus mengiyakan saja tapi dalam hati mereka juga tetap tidak mau terlalu memaksakan diri. Menurut mereka harusnya lihat waktu juga keterbatasan dana yang mungkin akan menjadi kendala. “Aku tahu teman-teman pesimis dengan program KKN ini, tapi yakinlah kita harus melakukan pengabdian terbaik. Bukankah tadi siang sudah dibicarakan banyaknya hal-hal yang ingin diperbaiki bersama pak RW. Aku tidak mau pak RW kecewa dengan kedatangan kita, jangan sampai kita dianggap hanya jalan-jalan atau refreshing dengan KKN ini! Tapi sebaliknya di sinilah kita harus menunjukkan kalau kita calon sarjana yang bisa bersosialisasi dan konsekuen dengan program-program yang sudah kita rencanakan,” Jaka sepertinya tahu kondisi tim yang kendor dan tak bersemangat. “Kinan sudah kamu ketik semua? Oh ya Kinan satu lagi, kamu yakin akan membuat taman bacaan di sini? Buku-buku yang akan kamu dapatkan buat mengisi taman bacaan di sini bagaimana?” Kinan terdiam sesaat, memang rencana membuka taman bacaan adalah program KKN yang menjadi idealisnya, sebelum KKN dia sudah berencana melakukan program kerja membuka taman bacaan, melihat di Google minimnya buku-buku bacaan buat anak-anak di kaki Gunung Merapi. Jujur Kinanti tanpa harus beredar meminta sumbangan buku dia sendiri sudah siap menghibahkan bukunya yang sengaja dikirim dari Jakarta yang berjumlah sekitar 150 buku, dan saat ini sedang menunggu saja kedatangannya. “Iya Jak, itu sudah pasti jalan. Mungkin dalam 2-3 hari buku-buku bacaan anak, umum akan sampai kemari. Aku sudah minta tolong orang rumah kirim kemari, setidaknya diawali dengan 150 bukuan dari aku sudah terbuka taman bacaan sederhana. Jadi minggu ini target program kerja aku terealisasi. Nanti akan aku buatkan sistem administrasi inventory buku yang sederhana jadi saat kita telah selesai KKN, buku-buku sudah terdata dan akan dipegang Mbak Sani, putrinya Pak Sarjo yang guru SD  menjadi penaggung jawab.” Kinanti menjelaskan dengan sistematis, entah kenapa hatinya merasa bahagia bisa berbagi sebagian koleksi bukunya buat program KKN-nya. “Keren Kinan!” Jaka mengacungkan dua jempol dan tidak bisa dipungkiri ada binar kagum di mata sang ketua. “Wow… tanggung jawab Kinanti sudah berkurang satu, nanti bantuin aku ya Kinan ngajar nyanyi bocah-bocah, please ...” Bagus dengan wajah memelas memohon bantuan Kinanti. “Iyaa kita kan satu tim, pastinya semua saling tolong menolong,” Kinanti menjawab tersipu. “Okelah kalau begitu, baiklah sebaiknya semua beristirahat. Kinan kalau tidak keberatan kamu temani aku sebentar ya mengecek dan mungkin mengedit proposal yang sudah kamu buat,” Jaka melihat jam di tangannya menunjukkan pukul 21.15. “Jaka, memang harus malam ini kelar? Kasihan lah Kinanti biar dia istirahat saja besok dilanjutkan lagi,” Bagus bicara sembari menatap prihatin Kinanti. “Hmmm, sepertinya ada yang mengkhawatirkan kesehatan Kinanti...” sindir Latif dengan wajah yang sulit diartikan. Kinanti jadi serba salah, wajahnya merona merah. Dalam hati dia akui capek dan penat, ingin cepat ke tempat tidur dan terlelap. Tapi di sisi lain hatinya juga sehati dengan Jaka agar mengelarkan proposal yang diharapkan tersebar secepatnya dan sambil menjalankan program kerja yang lain bisa menunggu dana-dana dari instansi yang mau menyumbang. “Iya nggak apa-apa kok, aku masih kuat untuk mengedit,” jawab Kinanti, sepertinya memang tidak ada pilihan lain. Semua membubarkan diri menuju ke tempat istirahat. Yang cowok mulai menggelar selimut lumayan tebal untuk menghalau dingin. Bagus sudah dililit sarung dan sweater hitam. “Kinan aku tidur dulu ya, kalau kamu butuh apa-apa bangunin saja aku,” Lintang juga berpamitan sambil menguap. “Iya ...” Kinanti dan Jaka berdua kembali membaca dan langsung mengedit kalimat-kalimat yang dianggap tidak perlu. “Kita buat yang simple tapi jelas arahannya dan yang pasti terealisasi, biar donatur juga yakin untuk menyumbang membantu program kerja kita,” Jaka bicara tanpa lepas dari layar laptop Kinanti. “Hmmm dingin banget, aku ambil baju hangat dulu ya...” “Ok.” Baru Kinanti mau beranjak, ternyata Bagus nongol dengan tiga mug coffe mix. “Eh udahan Kinan? Yah salah dong aku buatin kopi,” nada suara Bagus tampak kecewa. “Enggak, aku mau ambil baju hangat Gus, dingin banget. Masih ngelarin draft proposal biar besok bisa langsung print dan disebar,” badan Kinanti bergetar menahan dingin udara lereng Gunung Merapi. Bagus akhirnya menemani Jaka dan Kinanti sambil memetik gitarnya. “Ssst… berisik! Udah jam 11 malem orang pada tidur. Jangan keras-keras main gitarnya!” Jaka menegur tanpa basa-basi. Yang ditegur senyum-senyum cuek sambil tetap memetik gitarnya pelanpelan. “Iya Jak, santai ajalah… kan tinggal edit, kasihan tuh Kinan wajahnya ikutan stress kaya kamu,” Bagus mengedipkan matanya. Kinanti yang tadi sudah setengah ngantuk jadi terperangah kaget dengan kedipan Bagus. Seumur-umur baru kali ini ada cowok yang berani mengedipkan mata dan menggodanya. Harus Kinanti akui ada harapan baru muncul dalam hatinya yang gersang. Sejak putus dengan Mas Fauzi, hampir satu setengah tahun menjomblo dalam sepi dan kembali hanya berteman dengan laptopnya. Sapaan Bagus dan perilakunya membuat Kinanti bertanya-tanya. Tapi dirinya pun tidak bisa berbohong sejak sapaan di kamar mandi  belakang terus menyanyikan petikannya sore tadi, hatinya jadi melow gak jelas. “Hoi! Kinan! Kok malah ngelamun sih! Ini dirubah kalimatnya.” Kinanti kaget Jaka sudah nunjuk-nunjuk dengan kursor mouse kalimat yang dianggapnya terlalu panjang. “Kinan udah capek Jak! Biar aku sama kamu sajalah yang edit, Kinanti biar istirahat.” Bagus menawarkan dirinya untuk menggantikan Kinanti yang memang merasa payah. Gitar dilepas perlahan. “Ah sepertinya kopi buatan kamu nggak ngaruh mengusir kantuk Kinanti, Gus. Ya sudahlah biar aku dan Bagus yang edit proposal. Kinan kamu tidurlah!” Jaka tersenyum simpul, hatinya juga kasihan melihat Kinanti yang menurut saja mengikuti kemauannya. “Ok makasih ya Jak, Gus... aku tidur dulu. Kalian juga deh kalau capek besok abis salat Subuh kan bisa dilanjut. Tapi terserah Jaka ajalah...” Bagus akhirnya jadi ikutan terlibat mengedit proposal yang akan disebar mulai besok. Kinanti berlalu dari dua cowok yang kemudian asyik diskusi melanjutkan pembuatan proposal yang nyaris finishing. “Jangan-jangan aku jatuh hati nih,” Kinanti mendesah saat mata ingin dipejamkan, tapi suara dua cowok yang masih mendiskusikan perihal proposal membuat matanya sulit terpejam, tapi akhirnya rasa lelah pun membuat Kinanti terlelap dalam tidurnya di hari pertama KKN.


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices