
by Titikoma

Second Love - Cinlok
KKN belajar berbaur dengan masyarakat dan mengabdikan sebuah idealis yang akan menjadi penilaian akan keberhasilan sebuah tim mewujudkan idealis mereka. Banyak hal baru yang Kinanti alami seperti bangun pagi yang biasanya tahu beres, kamar mandi sudah ada air, sekarang dia harus memompa dulu untuk mengisi bak mandi. “Udah sini biar aku yang pompa, kamu mandilah,” tiba-tiba Bagus sudah di sebelahnya dan mengambil alih pompa bak mandi yang baru terisi satu perempat. “Hmmm aku nunggu Lintang sih, biar aku mandi dia jaga lalu gantian,” Kinanti ragu untuk mandi. “Udah nggak apa-apa aku jagain. Lintang lagi sapu halaman, tadi aku pas kemari sembari ngobrol sama Emak Sarjo,” Bagus bicara sambil memompa mengisi bak mandi yang mengalir deras mengeluarkan suara kucuran air. “Oh gitu, tapi jagain ya!” Kinanti ragu. “Iyaa Kinan, cepetan gih! Habis ini ngantri dan gantian kamu jagain aku.” “Baiklah,” Kinanti bergegas menyambar handuknya. Pas masuk... “Ulaaarrrrr!! Hiiiiii!!” Kinanti menjerit, dia paling takut dengan hewan melata. Saking kagetnya Kinanti langsung memeluk Bagus yang tergesa masuk membawa kayu. “Mana ularnya Kinan?” Kinan tersadar dia barusan memeluk Bagus erat-erat. “Aduh itu masuk ke saluran air. Hiiiii aku mandi nanti saja, takut ah ularnya keluar lagi,” tubuh Kinanti bergidik, tapi yang paling malu dia sudah main peluk Bagus erat-erat, seketika itu juga wajahnya memanas bercampur aduk. “Mmmm sepertinya ularnya kabur lewat saluran air ini, iya sih sewaktuwaktu bisa muncul lagi.” Bagus mengamati lebih detail. “Gini saja, aku nanti minta izin Pak Sarjo untuk ngasih penutup kawat saja, jadi tidak akan ada binatang apapun bisa keluar dari saluran air.” “Iya terserah deh, aduh mandinya gimana dong? Aku cuci muka aja dulu deh sama gosok gigi, ngeriii ah...” Kinanti kabur dari kamar mandi. “Ya udah aku mandi duluan, kamu jaga ya... nanti aku ke pasar untuk beli penutup kawat, paku, pasir dan semen buat nutup lubang saluran air ini. Biar sore sudah kering.” “Iya,” Kinanti masih lemas, ular yang dilihatnya sangat hitam mengkilat dan gerakannya sangat cepat, ada lurik kuning di punggungnya. Membuat bulu kuduknya meremang. Dan hari itu anak-anak cowok disibukkan membuat keamanan kamar mandi juga mengganti kamar mandi yang hanya berpintu plastik di sulap berpintu, bahkan Bagus memilihnya yang bercorak awan dan pelangi seperti kamar mandi anak-anak. Sore hari saluran air yang tertutup kawat dengan celah sangat kecil-kecil terpasang dengan kuat, membuat binatang apa pun tidak bisa masuk lagi. Kamar mandi juga dibersihkan bersama-sama oleh anak cowok. Kinan dan Lintang bisa mandi dengan nyaman sekarang, lampu penerangan kamar mandi juga sudah diganti dengan watt yang lebih besar. Seharian Kinan yang tanpa mandi diajak berkeliling Jaka ke bank swasta menaruh proposal, ke toko bahan bangunan yang agak besar malah langsung mendapat bantuan berupa uang dan pemilik bahan bangunan akan menyumbangkan semen, pasir pas acara pembuatan MCK umum dan perbaikan jembatan. Sedangkan yang bank diminta tiga hari Kinanti dan Jaka kembali lagi. “Alhamdulillah Kinan, hari pertama kita sudah dapat dana untuk membuat MCK umum dan perbaikan jalan meskipun nggak semua di-cover toko Amanah tadi, setidaknya setengahnya sudah di tanganlah. Aku akan ngepush Om Paul dan Pak Dewo untuk bisa bantu budget yang besar, aku yakin sih beliau-beliau orangnya konsisten, apalagi tidak bisa terus berada di lokasi KKN.” Di balik punggung Jaka yang memboncengkan Kinanti menganggukangguk. Sekembalinya dari menaruh empat proposal pas jam makan siang, Kinanti dan Jaka langsung ikutan gabung makan siang dengan sayur lodeh, ikan asin, kerupuk dan sambal. “Habis dari mana kalian?” ada nada sedikit menginterogasi dari Latif. “Habis pacaran...”sahut Jaka asal, langsung membuat Kinanti memelototinya. Apalagi dilihatnya wajah Bagus berubah masam. “Ngarang! Pacaran apaan, kita habis taruh proposal ke Bank Pengkreditan Megah, Bank Rakyat Pembanganunan, toko bangunan Amanah dan toko obat Aman. Lumayan lho ini dapat Rp300.000,- cash-nya, dari toko bangunan Amanah akan membantu pasir, semen pas program pembuatan MCK dan perbaikan jembatan. Sementara toko obat Aman akan ngasih beberapa dus vitamin pas acara Posyandu,” Kinanti menerangkan panjang lebar, entah kenapa dia nggak mau Bagus berpikir dia ada apa-apa dengan Jaka. “Wahh asyik, aku jadi udah mulai kerja nih karena pegang uang. Mana uangnya Kinan? Biar aku pegang,” Lintang selaku bendahara langsung meminta uang yang ada di Kinanti. “Siap Bu Bendahara,” Kiananti menyerahkan uang hasil muterin proposal bersama Jaka. “Keren,” Bagus mengacungkan jempol dan mengembangkan senyumnya, membuat wajah Kinanti merah merona. Bagus tidak segan selalu mengagumi dan melindunginya di depan tim. Sore hari Kinanti bisa mandi dengan tenang. Sepertinya tadi Bagus, Latif, Om Paul sudah bekerja keras menyulap kamar mandi menjadi nyaman. “Good job Gus! Kamar mandi jadi nyaman dan wangi lagi, kamu sampai beli kapur barus dan pewangi kamar mandi segala tho,” Kinanti tersenyum ramah pada Bagus yang tengah siap mengajar kelas musik. Tampak sudah ada sekitar lima belas anak berumur lima sampai – dua belas tahun berkumpul. “Iyalah demi kamu!” Bagus menjawab pendek sambil asyik menyetem gitarnya agar selaras. Jawaban Bagus yang pendek tapi menyentuh hatinya membuat Kinanti sadar kalau hatinya tidak salah, dirinya dan Bagus mulai ada rasa suka yang masih sulit diartikan. Tapi jawaban barusan membuat Kinanti tersenyum dan semakin semangat menjalani medan KKN-nya. Kinanti tersenyum, sepertinya cinta lokasi seperti yang pernah dia dengar dari beberapa teman yang juga mengalami cinta lokasi di KKN akan menimpanya. Apalagi Bagus menunjukkan terang-terangan ada perasaan suka padanya. “Kinanaaaaan… kiriman yang kamu tunggu datang nih,” suara Bagus dari balik pintu kamar Kinanti dan Lintang. “Wah bentar ya Lin, sepertinya paket buku-buku dari Jakarta buat taman bacaan sudah sampai nih,” Kinan yang sedang mencoba membuat bunga kertas di kamar bersama Lintang bergegas keluar. Tampak Bagus masih ngobrol dengan pengirim paketnya. “Wah lumayan besar ya,” Kinan melihat kardus cukup besar untuk menampung sekitar 150 buku yang dihibahkannya. Setelah membubuhkan tanda tangan, Kinan mulai membongkar kardus dengan dibantu Bagus yang tak kalah bersemangat. “Kamu yakin menghibahkan buku kamu sekian banyak ini Kinan ?” Bagus membuka-buka buku yang membuatnya penasaran. “Iyalah, lagi pula aku sudah pilihin kok. Ini yang aku punya di rumah, buat apa aku punya dobel-dobel.” “Ooo gitu,” Bagus tidak bertanya lebih jauh, dia mengerutkan wajahnya memikirkan sesuatu. “Kok jadi bengong sih Gus?” Kinan menyenggol bahunya. “Nggak, aku lagi mikir untuk nyusun buku kamu, kemarin ada kayu-kayu di belakang aku lagi mikir buat rak yang sederhana terus disusun per abjad dan kita inventarisir di laptop. Gimana?” Bagus meminta pendapat Kinanti. “Why not ? ayolah just do it!” Kinanti langsung membuka laptopnya dan mulai mendata buku-buku dan Bagus membantu merapikan per abjad sebelum masuk ke rak nantinya. Sampai jelang magrib baru kelar, untung sore ini Kinanti dan Bagus tidak kebagian untuk mengajar jadi bisa lebih tenang menyelesaikan program taman bacaan. Satu per satu program KKN terealisasi. Om Paul dan Pak Dewo memenuhi janjinya, dua minggu dari KKN, dana-dana mulai banyak terkumpul. Latif dan Bagus juga memasukkan banyak proposal ke sembarang instansi, toko, dan teman-teman di Yogyakarta yang mau menyumbang. Sepertinya dana sudah teratasi, demikian program Posyandu ada dokter jaga yang memang bertugas sudah sanggup memantau Posyandu agar berjalan lagi. Tempat Posyandu juga sudah dicat ulang dan dirapikan, beberapa obatobat dan vitamin hasil sumbangan beberapa apotek dan toko obat sudah terstok. Dokter Budi juga akan membuka apotek yang menyediakan obatobat generik. Di hari Minggu Kinanti, dan Lintang bangun subuh-subuh, dibantu Emak Sarjo membuat bubur kacang hijau, cukup banyak untuk acara perbaikan gizi balita di acara Posyandu yang perdana mulai aktif lagi. “Awas hati-hati Gus angkatnya, panas!” Kinanti memperingatkan Bagus dan Om Paul yang mengangkat bubur kacang hijau dalam panci besar ke tempat pelaksanaan Posyandu. Kinanti dan Lintang mengekor dari belakang dengan membawa gelas-gelas plastik. Jaka dan Latif sudah stand by di sana mengecek alat timbangan bayi, pengukur berat badan umum, dan pengukur tinggi badan juga alat tensi dengan dibantu seorang bidan muda yang cantik. “Iiih pantesan Jaka dan Latif betah, ada yang segar....” Lintang menyindir Jaka dan Latif yang asyik bolak-balik ke ruangan praktik Dokter Budi. Bagus tersenyum penuh makna tapi tetap dekat dengan Kinanti, bahkan menggenggamnya tanpa sadar. Kinanti tidak menolak dan tersenyum, moment kedekatan barusan dikagetkan dengan Pak Dewo yang tiba-tiba datang lengkap dengan kamera DSLR-nya. “Ayooo semuanya… buncis!” sontak semua bergaya narsis, bahkan Kinanti dapat merasakan dirinya sangkat dekat dengan Bagus yang kepalanya sudah berada di atasnya.” Pendataan ulang dilakukan Mbak Bidan Farah yang jadi kecengan Latif dan Jaka barusan. Dengan sigap dan ramah Mba Farah mendata dan dibantu anak-anak KKN yang menimbang dan mengukur tinggi badan pasien lalu setelah kelar mereka dipersilakan menikmati kacang hijau buatan Kinanti dan Lintang. Setengah hari akhirnya acara Posyandu sekaligus pengaktifan kembali lokasi Posyandu sebagai sarana kesehatan dan dokter jaga berfungsi. Setengah hari mereka bisa beristirahat, Kinanti merebahkan badannya di samping Lintang yang masih membaca sebuah novel romance. “Baca novel karangan siapa Lin ?” “Nama penanya sih Rizka Agnia, aku baca beberapa novelnya suka aja...” “Oh ya aku tahu juga, kereen kok novelnya,” Kinanti menjawab pendek, jadi teringat buku-bukunya sudah dibaca anak-anak yang datang bolakbalik ke basecamp KKN. Dan penasaran menunggu rak yang sedang dikerjain Bagus dan Latif yang sudah hampir dua minggu. Jam 14.30 Kinanti bangun, selepas asar dia harus mengajar baca tulis di rutinitas belajar selepas asar hingga magrib yang sudah dijalaninya selama tiga minggu di lokasi KKN. Ternyata ruangan depan sudah disulap dengan adanya rak buku dan buku-bukunya tersusun rapi, serta tiga buah kata dibuat dengan tulisan cat hijau membuatnya terharu. “Taman Bacaan Kinanti” “Hai gimana? Suka?“ ternyata Bagus sudah di sebelah menyenggolnya yang tengah terharu biru. Bagaimana tidak, dia baru saja bangun tidur dan setelah salat asar penasaran ke depan kok sepi banget, ternyata sudah tersusun rapi bukubuku yang tadinya masih bertumpuk sesuai abjad tanpa rak, sudah tersusun rapi dan sudah tersampul plastik. Sampul plastik juga saran Bagus agar buku-buku tetap bagus dan awet, dari kemarin-kemarin dengan dibantu anak-anak murid belajar menyampul ramai-ramai, jadi tidak terasa selesai semua buku tersampul. “Wah keren,” Kinanti bahagia. “Iya dong! Rencana ke depan setelah KKN selesai gimana dengan taman bacaan Kinanti ini?” Bagus bertanya lebih jauh. “Mbak Sani akan menjaga taman bacaan ini dan kita tetap keep contact, aku akan tetap mengirim buku-buku agar terus bertambah juga mencari dari penyumbang lain, banyak kok kenalan penulis dan aku yakin mereka nggak segan-segan berbagi. Jadi Taman Bacaan Kinanti tanpa kita stay di sini akan tetap berjalan, demikian juga dengan program KKN semua yang terealisasikan semoga terus berlanjut.” Kinanti menjawab penuh diplomatis. “Yah semoga ya, Amiiin...” Bagus menggenggam tangan Kinanti penuh arti. Hal tersulit menurut Kinanti, apakah arti genggaman ini sebuah tanda jadian? Tapi entahlah atau hanya perasaan sesaat karena cinta lokasi tengah menyelimuti mereka berdua. Kinanti hanya bisa berharap untuk ke titik yang lebih jelas, apalagi Bagus tidak pernah bercerita detail dirinya apakah sudah punya pacar atau belum. Apakah Bagus hanya menghabiskan waktu KKN bersamanya? Tapi yang jelas rasa ini, cinta yang tiba-tiba menyapa membuat mereka bersemangat untuk merealisasikan program-program KKN.