
by Titikoma

Masa Lalu Maretha (gerhard Errando)
Ting ... tong! Kedua kalinya aku menekan bel appartement Maretha. Namun Maretha tak kunjung membukakan pintu. Jika aku kirim pesan WA juga percuma. Dia tak akan balas. Tiba-tiba melintaslah seorang petugas kebersihan appartement. Dari wajah sepertinya dia orang Indonesia. “Nona, tunggu!” aku memanggilnya menggunakan bahasa Indonesia. Sekalian mengetes dia benar orang Indonesia atau bukan. Petugas kebersihan itu menghentikan langkahnya. Dia membalikkan badan. “Iya, ada apa memanggil saya?” Benar feeling-ku dia orang Indonesia. “Orang yang tinggal di nomor 777 kemana ya? Daritadi saya pencet bel tak kunjung dibuka.” “Mereka sudah pindah sejak tiga puluh menit yang lalu. Ada yang ditanyakan lagi? Kalau tidak, saya permisi dulu. Masih banyak kerjaan soalnya.” Ah, sial. Aku terlambat. Maretha oh Maretha, ada apa denganmu? Kenapa dia tiba-tiba menghilang tanpa jejak seolah menghindar dariku? Salah apa coba aku sama dia? Aku mengacak rambut frustasi. Untuk menemukan keberadaan Maretha, aku tak menyerah begitu saja. Usai dari appartement, aku menyisir jalanan mengendarai mobil. Aku yakin Maretha belum jauh dari sini. Otakku berpikir keras, kira-kira Maretha pergi kemana? Mendadak aku teringat chat WA dengannya seminggu yang lalu. Aku : Btw tadi siang kau kemana? Ngisi seminar lagi kah? Maretha : Tadi siang aku ke Chanticleer, Wayne, Pensylvania. Aku suka banget tempat itu, di sana bisa membuat hatiku tenang. Mungkin efek dekat bunga. Eh, dia kebetulan ketemu sahabat SMP-ku. Penampilannnya dah banyak berubah, dia dah mapan. Dan dia menyatakan perasaan ke aku. Sorry ya aku curhat. Soalnya ntah kenapa aku merasa nyaman curhat sama kamu. Aku : Terus kau nerima cinta dia? Maretha : Aku nggak bisa nerima cinta dia, soalnya aku lebih nyaman sahabatan sama dia. Raut wajahku cerah lagi. Kata hatiku mengatakan Maretha ada di Chanticleer, Wayne, Pensylvania. Aku menambah kecepatan laju mobil biar tak terlambat lagi tiba di sana. sekian lamanya dalam sepiku menanti hiasi di hatiku hanya bersamamu ku temukan segala harapan yang ku impikan you’re the light of my life you’re the light of my love you’re the light in my sky you’re my only one Lagu Nabilah JKT 48 Sunshine Becomes You mengalun indah di indera pendengaranku. Aku sadar betul, lagu itu merupakan nada dering ponsel pintar. Aku yakin pasti telpon dari Maretha. Dengan semangat 45, aku meraba kursi sebelah mencari keberadaan ponsel. Bukannya menemukan, aku malah menjatuhkan ponsel itu. Huh, menyebalkan. Terpaksa aku menundukkan kepala. Tanganku menggapai ponsel ke bawah. Begitu menemukannya, di depan mata ada truk besar. Aku coba injak rem tapi tak bisa. Rem blong. Jalan satusatunya banting setir. Hingga akhirnya menabrak pohon. Dalam sekejap pandanganku gelap. Saat aku membuka mata ini, remang-remang dan buram pun menjadi dasar warna penglihatanku. Bau obat menusuk indera penciumanku. Tak salah lagi aku berada di rumah sakit. Kok aku bisa ada di rumah sakit? Terakhir yang aku ingat, nabrak pohon ketika menuju Chanticleer, Wayne, Pensylvania.. “Alhamdulilah, Ger. Akhirnya lu sadar juga! Gue pikir lu bakal lewat. Ups.” pekik seseorang. Dari suaranya sih seperti suara Gibriel. Aku menoleh, benar dugaanku Gibriel telah berdiri di depan pintu. “Emang gue dah berapa hari pingsan?” “Tiga hari.” “Hah? Selama itukah gue pingsan. Terus gimana keadaan gue?” “Yeee ... pakek nanya lagi. Tulang kaki dan tangan kanan lu geser, paling 2 mingguan baru deh bisa sembuh seperti sedia kala. Bay the way, lu kok bisa kecelakaan sih? Pikiran lu lagi kalut ya jadi lu nggak konsen nyetir mobilnya.” “Maretha tiba-tiba menghilang tanpa jejak sejak gue ajakin dia ketemuan di Holstentor.” Aku menarik napas panjang dan mengembuskannya secara perlahan. Lalu aku menceritakan kronologis dari ke appartement Maretha sampai terjadi kecelakaan. Raut wajah Gibriel berubah. Memancarkan ekspresi tidak suka. “Oh, jadi gara-gara Maretha toh. Dari awal lihat foto dia juga gue nggak suka lu berhubungan ma dia. Feeling gue mengatakan dia pembawa sial.” “Lu nggak kenal Maretha. Dia itu baik banget. Dia cinta terakhir dan anugerah bagi gue.” “Sebaik apapun dia di mata lu, lu harus belajar melupakan dia mulai dari sekarang!” “Kenapa?” “Dia nggak akan pernah peduli lagi sama keadaan lu.” “Kok lu bisa ngomong kayak gitu?” “Nih, gue kasih tau. Kemarin dia mengumumkan ke media bahwa dia mengundurkan diri dari dunia literasi dan pindah dari Jerman.” Mataku terbelalak kaget. “Hah? Serius lu?” “Kalau nggak percaya, nih baca sendiri beritanya!” Gibriel menyerahkan koran yang di atas meja kepadaku. Saat membaca halaman pertama, aku harus mengakui bahwa apa yang diucapkan Gibriel benar adanya. Namun di sini tertulis Maretha mundur dari dunia literasi karena masa lalunya. Aku jadi semakin penasaran, ada apa dengan masa lalu Maretha? “Hard, kalau gue pulang dulu ke appartement lu nggak apa kan tinggal sendirian di rumah sakit? Kasihan Resty, seharian di appartement sendirian.” “Iya, nggak apa kok. Resty lebih merluin lu daripada gue. Oh ya gue boleh minta sesuatu sama lu?” “Minta apa?” “Kalau lu ke sini lagi, bawain gue laptop. Gue mau main game, bosen nggak bisa ngapa-ngapain.” “Okelah. Gue tinggal dulu ya. Daaah.” Gibriel kembali ke rumah sakit tepat pukul 21.00. Begitu menyerahkan laptop ke aku, dia langsung molor di sofa. Menyebalkan bukan? Cowok itu daridulu kebiasaan suka molor tak pernah berubah. Ini jadi kesempatan emasku berselancar di dunia maya untuk mencari tahu masa lalu Maretha. Kalau Gibriel bangun, dia bakal mengomel panjang lebar dan memintaku istirahat total. Jari-jari tanganku menari lincah di atas keypad laptop untuk mengetik sebuah kata kunci ‘Masa Lalu Maretha Agnia.’ Di sebuah situs internet ternama. Apalagi kalau bukan google? Cling! Ada banyak artikel yang muncul. Rata-rata semua artikel membahas profil Maretha. Ntah kenapa hatiku lebih tertarik membaca artikel di blog www. AnindyaMaharani.blogspot.com. Anindya kan asisten sekaligus sahabat Maretha, siapa tahu dia pernah curhat ke blog soal masa lalu Maretha. Betapa terkejutnya aku begitu melihat foto di blog itu sangat berbeda dengan wajah Anindya yang aku temui. Aku semakin penasaran dengan sosok mereka berdua. Dengan semangat 45 aku membaca semua postingan di blog. Pertama-tama baca postingan dari bawah. 12 Oktober 2013 Hei, blogger. Aku mau curhat nih. Aku lagi naksir cowok, namanya Gibriel Alexander. Dia mendadak jadi idola di kampusku karena berhasil jadi penulis novel best seller. Sayang, dia itu songongnya selangit. Aku ditolak mentah-mentah. Eh, nggak ditolak ding lebih tepatnya dicuekin. Aku sakit hati atas perlakuan. Untung ada Resty, dia bisa aku manfaatin buat membalas rasa sakit hatiku ke Gibriel. 27 Oktober 2013 Rencana yang sudah aku susun hancur berantakan ketika Resty jatuh cinta beneran sama Gibriel. Mana Vindy juga tahu rencana jahatku. Sialnya lagi aku nggak sengaja nabrak Vindy. Targetku adalah Resty. Aku harus kabur dari Indonesia, aku nggak mau dipenjara. 1 November 2013 Seoul, im coming. Di negara inilah aku memulai hidup baru. Segala yang ada di diriku harus diubah termasuk wajah. Hanya dalam waktu 2 minggu wajahku setara dengan aktris Korea. Biaya operasi plastik lumayan menguras atm, tapi nggak masalah. Dengan begini nggak akan ada yang mengenaliku sebagai pembunuh. Belum afdol kalau belum ganti nama. Aku memilih nama Maretha Agnia sebagai nama baruku. Sebenarnya nama itu merupakan nama sahabat terbaikku. Aku suka nama dia. Maretha bahasa Skotlandia yang artinya mutiara. Agnia bahasa Sansekerta artinya api. Mulai detik ini aku akan berjuang jadi novelist. Kalau bisa jadi novelist internasional, biar Gibriel kalah. 2 Februari 2014 Impianku jadi novelist internasional jadi nyata. Awalnya aku ikut lomba nulis novel yang diadakan oleh pihak luar negeri. Naskahku lolos, dan tiga bulan lagi novelku akan terbit plus mejeng di toko buku seluruh Indonesia. Aku berhenti membaca postingan di blog www.AnindyaMaharani. blogspot.com. Aku menemukan titik terang. Ternyata benar ucapan Gibriel bahwa Anindya Maharani dan Maretha Agnia adalah orang yang sama. Jujur aku malu karena tadi siang sempat membela Maretha matimatian di depan Gibriel. Walaupun aku sudah tahu kenyataannya namun lubuk hatiku terdalam tak sanggup membenci Maretha. Inikah namanya cinta? Cinta bukan hanya untuk masa depan, tapi juga harus menerima masa lalu. Masa lalu dan masa depan itu satu paket. Andai Tuhan mengabulkan permintaanku dalam waktu dekat, aku hanya ingin dipertemukan dengan Maretha. Aku ingin bilang ke dia, gimana pun masa lalunya aku tetap cinta. Sekalipun ditentang Gibriel.