by Titikoma
8. Label Itu Melekat Selamanya
“Sudah kamu masuk Gih ke mobil dan jangan banyak ikut campur tangan urusan sejoli itu. Kamu sangat urusan dan pasti karena kamu ada hati dengan Renata sepertinya. Aku tidak tahu apa yang terjadi persis dengan kalian tapi tebakanku ... kamu suka Renata dan sayangnya Renata tidak menyukai kamu!” Rindu menatap tajam Supeno yang tidak bisa berkata-kata.
“Yah seperti itulah, thanks kamu banyak menolong aku Rin. Jarang aku ketemu orang yang mau membela aku kecuali kamu dan waktu lalu aku punya sahabat yang juga mau melindungi aku. Sayang aku gak pernah berhubungan lagi, kemarin aku tak percaya dengan cerita Bernard dan Beno yang mengatakan Lukman juga dikeluarkan dari sekolah! Aku akan cari tahu nanti.”
“Yah sebaiknya kamu jangan melupakan sahabat kamu ... aku pulang dulu ya, mobil aku parkir di ujung sana. Tadi aku curiga dengan kalian dan ternyata benar kalian akan ribut lagi. Oke sampe besok ... dahh Pen!” Rindu melambaikan tangan sesaat.
“Rin! Makasih ya ....” Supeno memanggil Rindu yang berlalu dan menengok sekilas dan melambaikan tangan tanpa menoleh lagi.
Supeno hanya geleng-geleng melihat kelakuan Rindu yang tomboy dan cuek. Tapi ada rasa baru menyelinap dalam hatinya, serasa menemukan Lukman sahabat yang ingin dirinya cari kabarnya.
Supeno segera masuk ke mobil Freed putihnya dan sore yang cerah lagu dari band yang juga menjadi kesukaanya grup Savage Garden dari Australia beranggotakan dua orang bernama Darren Hayes dan Daniel Jones mengalun lembut di senja yang meranggas berubah petang, “ I knew I loved you before I met you, I think I dreamed you into life, I knew I loved you before I met you I have waiting all my life.”
Kalau boleh jujur bertemu dengan Renata lagi sepertinya membuat hidupnya selalu lebih berwarna, walau Supeno sadar dia akan hanya dicaci maki, direndahkan, atau tak dianggap tapi ternyata melihat adanya Renata selalu tak bosan untuk di dekatnya.
Supeno yakin sebenarnya Renata baik seperti waktu sebelum dirinya tahu kalau dirinya mencintainya. Renata dengan mudah minta tolong dan sedikit-sedikit selalu tergantung. Entah kenapa itu membuat Supeno suka.
Kalau bukan cinta apa lagi coba? Demi Renata dirinya rela diinjak-injak istilahnya jadi kacung kampret yang terkampret sekali pun tak masalah. Dan Supeno tidak peduli, yang penting masih bisa melihat Renata dari jarak yang sekian jauh meter.
Dan sepertinya hari-hari ke depan hidup nyaman dua tahun yang baru saja dirasakan sebagai hidup move on yang flat akan berubah bagai rollercoaster. Entahlah ...
Tapi yang sekarang Supeno pikirkan adalah identitas dirinya yang bukan Sepeno anak miskin seperti waktu lalu, dirinya telah move on sebagai pengusaha muda karena ayahnya pengusaha kaya raya yang menguasai jaringan perdagangan.
Supeno tetap akan menutup identitasnya, besok dia memutuskan untuk naik motor yang butut dan memakai barang-barang yang sederhana.
Jam rolex di tangannya akan dia lepas. Supeno tidak mau orang mendekati dirinya karena tahu kalau dirinya bukan orang sembarangan sekarang, apalagi Renata. Tak perlu tahu sama sekali.
***
Dan memang sisa penataran MaBa Supeno yang rajin selalu jadi andalan dalam kelompok, sepertinya kebaikan dan keikhlasan Supeno yang selalu ingin membatu siapa saja membuat dirinya selalu jadi andalan untuk mengerjakan segala hal.
Selesai penataran sekaligus rangkaian penerimaan mahasiswa baru adalah pembagian kelas dan ternayata Renata satu kelas dengan Supeno demikian Hendrik, Beno, Rindu di semester awal mereka semua jadi satu di kelas Manajemen I C.
Sementara Bernard yang setahun kemarin menunda kuliah karena lebih banyak belajar penyesuaian bahasa mengambil Fakultas Hubungan Internasional jadi hanya sesekali Bernard mengunjungi fakultas Manajemen menjemput Renata. Kalau tidak ada jadwal jemput Renata maka Renata bawa mobil sendiri.
Dari parkiran motor bebek merah tua yang sengaja Supeno pilih buat mobilitas sekarang, dengan bebas Supeno memandangi Renata yang menyetir sendiri kalau tidak dijemput Bernard.
Dalam pandangan Supeno setelah dua tahun tak bertemu sebenarnya Renata tampak dewasa, walau kadang menyebalkan jika ingat peristiwa penciuman yang tak sengaja menyebabkan dirinya dibenci gadis yang sebenarnya sangat Supeno sayangi.
Entahlah apa yang membuat sayang di hatinya selalu ada walau Renata di waktu lalu hanya semena-mena terhadap dirinya, dan sekarang pun walau Renata hanya mengacuhkan dirinya tapi Supeno tak bisa marah padanya.
Ayah Saputera kemarin sempat bertanya,"Ada apa kenapa kamu pilih pakai motor tua daripada mobil, trus bawa-bawa barang dari produksi ke counter gimana?"
"Aku dari kampus pulang dulu aja Pak, soalnya parkiran kampus selalu penuh Pak, kebanyakan bawa mobil jadi aku pilih enakan naik motor saja," terang Peno.
"Kalau gitu kenapa gak pakai motor Harley aja, kan kamu keliatan gagah dan ganteng biar kamu ada yang suka, Pen ... mosok cowok ganteng gini gak punya cewek sih," goda Pak Saputera dengan anak tiri yang langsung disayang.
"Aku gak mau Pak, cewek suka gara-gara motor besar yang ada nanti kalau jadian yang diurus motornya bukan pacarnya,"elak Supeno.
"Hahahaha lagian pasti itu cewek matre ya," timpal Pak Saputera.
"Ya gitu deh, cewek zaman now," jawab Supeno ngasal.
Dan tak ada satu pun yang tahu di kampus Supeno anak pemilik jaringan perusahaan kaos yang terkenal, karena Supeno memilih penampilan sangat sederhana bahkan kelihatan jadul dengan motor bebek merah jaman dulu milik bapaknya beberapa puluh tahun lalu.
***
"Pen mana tugas Pengantar Bisnis kamu, pinjam dong aku belum sempat kerjain ini," tanya Hendrik.
"Ada nih kamu belum selesai?" tanya Supeno.
"Eiits jangan kasih Pen! enak aja mosok tiap hari Hendrik kerjaannya nyontek kerjaan kamu mulu!" tegur Rindu sambil menarik kertas tugas yang Supeno akan kumpulkan.
"Apaan sih kamu Rindu, yang punya tugas aja gak keberatan! kamu yang bukan siapa-siapa rese amat sih!" Hendrik menatap tajam Rindu sembari tangannya minta untuk Rindu mengembalikan kertas yang direbutnya.
"Enggak!" tegas Rindu.
"Aiish dasar rese amat sih kamu," Hendrik mulai merebut kasar.
Tapi lihat Rindu pasang kuda-kuda jadi niat merebut diurungkan, mengingat pas penerimaan MaBa dia bisa mengalahkan Beno dan Bernard dengan pukulan dan tendangan.
"Kamu nih Hendrik dan teman-teman yang lain kenapa sih suka sekali nyuruh-nyuruh Supeno, yang pinjam catatanlah, disuruh fotokopi, dititipin beli buku cetaklah, disuruh membelikan teh botol, dan banyak suruhan yang lain. Supeno itu teman kita bukan pembantu! apalagi kalian kenapa sih kebawa-bawa Beno panggil-panggil dia Kacung Kampret!" omel Rindu yang tidak suka dengan kelakuan Hendrik dan beberapa teman-temannya yang suka suruh-suruh Supeno.
"Sudah Rin gak apa-apa udah jangan dibahas," kata Supeno.
“Kamu juga sih, kenapa mau mengerjakan apa saja yang mereka suruh jadinya mereka keenakan tahu Pen!” tegur Rindu.
"Huuuuu dari jaman SMU di Purbalingga dan kalau sekarang tetap dijuluki Kacung Kampret itu bukan nasib tapi takdir! Lagian Supeno-nya juga gak marah kenapa kamu cewek sok jago malah marah-marah gak jelas! Lagi PMS ya atau ... hmmmm ... aku tahu jangan-jangan ...." Beno tersenyum meledek sambil menatap teman-teman yang lain juga saling tatap.
"Jangan-jangan apa menurut kamu?" tanya Rindu lanjut.
"Ih kepo," Renata ikutan menimpali.
"Jangan-jangan nih cewek karateka pemegang sabuk hitam suka dengan si Kacung Kampret, benar gak sih ...?" seloroh Beno.
Dan ternyata dijawab rame-rame anak-anak lain," Yeaaaaay, cucok, pas, serasi, setujuuu ...."suara jawaban setuju dan dukungan gak jelas, tak urung membuat wajah Rindu jadi merah padam.
Supeno jadi serba salah tak urung wajah Supeno juga memerah dan seketika kelas jadi gaduh. Untung tak lama Pak Rustam pengampu mata pelajaran Pengantar Bisnis datang dan semua duduk rapi.
Hendrik jadi tidak mengumpulkan tugas karena sampai akhir keributan Rindu memegang kertas kerjaan Supeno dan tak ada satu anak pun yang boleh meminjam. Dengan wajah kesal Hendrik mengepalkan tangan pada Rindu yang dibalas dengan peletan lidah oleh Rindu sambil tersenyum mengejek.
Selepas kuliah Pengantar Bisnis masih satu jam lagi ada Kuliah Manajemen Pemasaran 1. Menunggu waktu kuliah kedua Rindu mengajak Supeno ke kantin Koperasi Mahasiswa yang ada di auditorium sayap kiri.
"Ayo aku traktir donat gula, di Kopma ada yang nitip donat enak deh, daripada pulang kan juga tangggung.Tapi kalau kamu mau sih ...." ajak Rindu.
"Mau sih tapi aku dimintain tolong Robi untuk ngajarin pelajaran Pengantar Akutansi 1 kemarin," jawab Supeno.
"Hmmm gak lama kan, ayo aku tungguin lagian kenapa sih kamu jadi orang baik banget! Takutnya kamu dikerjain dan diperalat terus menerus untuk kepentingan mereka," jelas Rindu.
Belum sempat menjawab pertanyaan Supeno, Robi sudah teriak memanggilnya dari meja.
"Penoo ayo katanya mau ngajarin aku pusing banget nih nentuin angka kredit dan debit.
Supeno mendekati Robi dan mulai menerangkan angka mana yang termasuk kredit dan mana yang masuk debit. Rindu memperhatikan Peno menerangkan pelajaran yang menurut Rindu sulit juga karena SMU dirinya adalah anak IPA, dia sendiri kemarin sempat banyak bertanya pada Supeno akan pelajaran akuntansi ini. Makanya Rindu ingin traktir hari ini sekalian memang tak ada teman ngobrol untuk satu jam ke depan.
Rindu memang agak malas bergabung dengan teman-teman cewek ekonomi kelasnya, karena rata-rata mereka terlalu modis dan saat ngumpul lebih banyak cerita tentang fashion, make up, dan berbagai aksesoris lalu berencana ke mall untuk belanja.
Dari kecil Rindu yang mempunyai dua kakak laki-laki jadi cenderung bersikap tomboi, dia juga ikut karate bersama kedua kakaknya dari SD kelas 1 sehingga lulus SD sudah memegang sabuk hitam.
Ayah Rindu seorang abdi negara sebagai seorang tentara sementara ibunya adalah guru TK di dekat rumah mereka.
Rindu terbiasa mandiri dalam segala hal dan paling benci dengan orang-orang yang suka mengganggu orang lain, makanya karate yang dia tekuni adalah untuk melindungi diri sendiri dan membela orang yang seharusnya dibela.
Dalam hal ini Rindu ingin melindungi Supeno yang sekilas mirip dengan wajah cowok di waktu SMP pernah dia taksir. Tapi dirinya tak berani mengungkapkan apa-apa, karena menurut ibunya tidak perlu pacaran kalau bisa jika cocok dengan laki-laki serius dan menikah. Terus ditekankan jika sudah bekerja lagi!
Rindu banyak teman cowok di lingkungan karate tapi tidak ada yang ditaksir. Dan entah kenapa tadi Beno bisa berkata kalau jangan-jangan dirinya punya hati pada Supeno, hatinya menjadi menghangat.
Supeno mirip dengan Arjuna mantannya di SMU lalu, tapi Arjuna harus meninggal karena perkelahian di sebuah tawuran. Rindu sedih tidak sempat melindungi Arjuna yang saat itu baru dua bulan jadian.
Mengingat Arjuna tiba-tiba ada sesak menyayat hatinya, terasa perih, dan air mata menetes tak terbendung.
Wajah Supeno mengingatkan Arjuna, sayangnya Arjuna itu selalu tegas sementara Supeno terlalu lembek sehingga julukan Kacung Kampret yang di SMU terbawa hingga kuliah, apakah akan menjadi label abadi mengingat Supeno yang hatinya terlalu baik dan tidak merasa diperalat oleh sekelilingnya.
“Peno ... Peno ... kenapa kamu mau dipanggil Kacung Kampret ...?” Rindu bergumam sendiri sambil memperhatikan Supeno yang asik mengajari Robi Pengantar Akutansi 1 dengan sabar.
“Ya ampunnn kenapa juga wajah Supeno mirip Arjuna sih? Mungkin kalau dia tak mirip Arjuna aku tidak akan mencampuri urusan dia dengan orang-orang yang hanya mau memperalatnya?” bisik suara hati Rindu.
“Hai Rin, kok bengong sih? Jadi ngajak aku ke kantin gak?” ternyata Rindu malah melamun ingat Arjuna waktu lalu sampai-sampai tidak sadar Supeno sudah selesai mengajari Robi.
“Ayooo masih setengah jam lagi, kita bisa minum dan ngemilah.” Ajak Rindu dan bergegas menarik Supeno ke kantin Kopma sebelum ada anak lain lagi yang minta tolong padanya.