Cinta Dibalik Rasa

Reads
65
Votes
0
Parts
7
Vote
by Titikoma

Menemukan Dia

 Mendadak Martin menghubungiku, “May, aku lagi di Kemayoran sekarang. Ketemuan yuk? Aku tunggu di Mal Kelapa Gading ya,” kagetnya aku, atas kedatangannya yang tiba-tiba tanpa pemberitahuan sebelumnya. Sungguh aku galau. Bagaimana tidak? Saat ini aku sedang mengikuti perkuliahan dengan dosen-dosen senior, bagaimana bisa aku izin keluar kelas hanya untuk bertemu Martin saja? Tentu itu alasan yang tidak masuk akal pikirku. Sepuluh menit aku memutar otak. Akhirnya, aha! Aku mendapat ide. Bagaimana bila aku pura-pura sakit agar diizinkan untuk pulang? Tanpa pikir panjang kucobalah cara tersebut, mudah-mudahan berhasil, doaku. “Uhukkkk… uhukk…” kumulai dengan batuk. Sontak mengganggu konsentrasi dosen yang sedang mengajar. “Mayu, lagi tidak enak badan?”, tanya dosenku. Akhirnya aku berhasil mencuri perhatian dosenku. Yeah! selangkah lagi berhasil. “Iya Bu, tiba-tiba meriang,” jawabku. Tidak ada kecurigaan yang berarti, maklum aku memang dikenal sebagai anak baik juga pendiam. Maafkan aku Bu, kali ini terpaksa berbohong, ucapku dalam hati. “Ya sudah, kalau memang tidak kuat, kamu istirahat saja di di ruang kesehatan,” ujarnya. “Boleh ya Bu?” tanyaku lugu. “Iya, silakan,” jawabnya. Ini kesempatan baik! Segera aku berkemas menuju ruang kesehatan terlebih dahulu. Mengisi daftar nama, masuk sebentar lalu aku cabut lagi. Ya Tuhan, baru pertama kalinya aku berani melakukan hal bodoh seperti ini hanya demi bertemu sahabat lamaku. “Martin aku sedang dalam perjalanan, kuharap kau bersedia menunggu kehadiranku”. Bunyi pesanku kepadanya. Untuk menghemat waktu, aku langsung memesen ojek online menuju stasiun terdekat. Aku tidak memedulikan penampilanku, karena aku  percaya kecantikan wajah tidaklah permanen dibanding hati, hehe. Matahari siang ini sungguh menyengat kulitku, ditambah polusi dan perut yang mulai lapar aku menaiki commuter line menuju stasiun Kemayoran. Untungnya, aku membawa sedikit roti sisa sarapan pagi untuk mengganjal perut yang sedang tidak bersahabat. Aku berharap perjuanganku tidak sia-sia. Kemayoran cukup jauh dari Depok, sudah satu jam aku belum sampe jua. Martin sudah menelepon sejak tadi, namun karena Iphone-ku di tas, aku tak mendengarnya. Tiba di Stasiun Kemayoran, aku masih harus menyambung gojek ke Kelapa Gading. Tepat pukul 15.00 aku sampai di Kelapa Gading, segera aku menghubungi Martin untuk mengetahui keberadaannya. “Hallo, kamu di mana?” tanyaku. “Langsung ke lantai atas aja, aku menunggu di sana,” jawabnya. Dengan bantuan lift, aku langsung meluncur ke lantai atas. Di sana aku kesulitan mencari Martin karena hari ini pengunjung mal cukup ramai. Lima menit keliling mencari batang hidungnya, aku menemui seorang perempuan berambut pendek berbadan kekar bak siswa akmil lainnya, bertanyalah aku kepadanya. Barangkali ia tahu keberadaan sahabatku. “Mbak, temennya Martin?” tanyaku. “Mbak siapa?” jawabnya. “Saya sahabatnya.” “Ohh tunggu saja, dia lagi ke toilet.” Aku heran, siapa perempuan ini? Kok Martin bersamanya. Katanya ia ke rumah saudara yang menetap di bilangan Kemayoran. Hmm... mungkin kebetulan sama-sama siswa saja, pikirku. Tidak lama kemudian, aku memandang Martin yang sudah berdiri persis di depan kami. Sungguh pangling aku melihatnya. Baru beberapa bulan tidak bertemu, badannya sudah berubah keling nan berotot. Perasaan saat SMA dulu putih mulus. 49 47 “Hallo, May!” seru Martin. “Hallo Martin! Long time no see. Apa kabarmu?” jawabku. Saat ini jantungku berdegup kencang, napasku menjadi tidak teratur. Baru pertama kalinya aku bertemu Martin seperti ini. Dulu-dulu santai saja. Sambil bersalaman, ia menjawab, “Nggak lihat aku baik-baik saja, hehe…” ucapnya. “Oh iya, kenalin ini temanku dari akademi juga,” tambahnya. “Namaku grace,” ucap perempuan yang tadi sempat berbincang denganku. “Ohh. Namaku Mayusari. Kalo Martin biasanya manggil May. Temen apa temen nih, Tin? Haha.” celetukku. “Ya gitu deh!” ucapnya gantung. Perasaanku menjadi tidak enak, aku kira ia sendiri, ehh malah bersama temannya. Cantik lagi! Aku merasa kurang bebas untuk berinteraksi dengannya. Tapi kan… aku lebih dulu mengenali Martin, masa aku masih minder, pikirku. “Sudah berapa lama kita nggak ketemu, Tin? Pasti kamu kangen aku kan? Hahaa,” candaku. “Pede banget sih! Nggak dong!” jawabnya sambil tertawa. “Kita cari tempat makan yuk, Tin. Udah laper banget nih nungguin May,” celetuk Grace. Ucapan Grace membuatku tersinggung, masa iya gara-gara aku ia kelaparan. Kenapa nggak makan dari tadi aja sih? celotehku dalam hati. Aku masih penasaran siapa sebenarnya perempuan ini. Tapi setahuku, bila lagi pendidikan mereka tidak boleh berpacaran, jadi aku yakin saja ia hanya temannya Martin. “Martin kok kamu bisa berdua dengan temanmu ini? Bukannya kamu menginap di tempat saudaramu?” tanyaku. “Kepo! Yang penting kan aku sudah sampai di sini, hehe…” jawabnya.  Jawaban dari Martin selalu membuatku tidak puas. Sudahlah, daripada aku menimbulkan ketidaknyamanan lebih baik aku diam saja. Pertemuan kali ini, sama sekali Martin tidak menyinggung masalah cinta yang dulu sering diucapkannya padaku. Jangan-jangan ia sudah melupakanku? pikir negatifku. Bila cinta meredup hanya gara-gara jarak yang memisahkan, itu bukanlah cinta! Cinta seharusnya semakin mekar dan bertumbuh di mana pun kita berada, karena cinta kita mengingatnya, karena cinta juga kita merindukannya. Dua jam kami berbincang lepas, tidak sadar bila sekarang sudah magrib. Martin tidak memiliki banyak waktu, sengaja aku mengeluarkan kalung yang pernah diberikan olehnya dulu. Alih-alih mendapat perhatian, ia pun malah asyik ngobrol sama temannya itu. Mungkin ia tidak melihat saja, kubiarkan kalung itu menggantung bebas di leherku, siapa tahu ia melihat dan meresponsnya. Kopiku yang dingin tidak nikmat lagi diminum, seperti jumpaku dengan Martin yang terasa hambar saja. Beberapa menit kemudian, ia angkat bicara, “May, kami izin pulang dulu ya. Nanti kalau libur, kita bisa bertemu lagi.” Sebenarnya aku tidak rela ia mengakhiri perjumpaan ini dengan cepat. Tapi mau bagaimana lagi. Dengan berat hati, aku mengizinkan Martin dan temannya itu meninggalkan aku. Malam Minggu kusendiri lagi, tiada yang menemani di saat kau pergi. Teringat di saat kau bilang padaku bila kau menyayangiku, bila kau mencintaiku. Aku terbuai. Apakah saat ini kau tak memikirkanku? Apakah saat ini kau tak pernah memikirkan perasaanku? Saat kupejamkan mata ini, selalu muncul bayangan dirimu selalui menghantui pikiranku. Ingin kulupakan semua tentangmu, jangan pernah kembali lagi. Jangan kembali lagi Tak sadar tanganku membuat puisi itu, seolah-olah kalimat-kalimat tersebut mewakili perasaanku malam ini.  Di perjalanan pulang aku menyempatkan diri untuk mengetahui informasi lebih banyak tentang Grace, entah mengapa perempuan berhidung mancung itu menarik perhatianku malam ini. Tidak butuh waktu lama aku langsung mendapati akun Instagram-nya. Awalnya aku tidak menemukan kecurigaan yang berarti, setelah aku scroll ke bawah, aku menemukan beberapa foto seorang lelaki. Ya! Lelaki itu adalah Martin! Kecurigaanku benar malam ini. Jangan-jangan Martin sedang ada hubungan spesial bersama perempuan itu. Aku merasa gundah sekarang, namun juga tenang. Gundah karena tidak menyangka Martin move on begitu cepat, tenang karena setahuku mereka yang sama-sama sedang pendidikan tidak boleh berpacaran. Semakin ke bawah, aku mendapati foto mereka yang semakin mesra. Aku tidak menyadari, mataku mulai memerah. Aku semakin marah. Tapi hati berkata, “Ngapain marah? Salah sendiri kenapa dulu tidak pernah menerima cintanya Martin?” Ternyata Martin sudah sering mondar-mandir ke Jakarta bersama perempuan itu. Namun baru kali ini memberiku kabar, sungguh aku merasa bahwa aku bukan jadi prioritas baginya. Sore ini hujan turun gerimis lagi bersama kenangan yang mungkin menjadikanku merindu. Jadi teringat kenangan bersama Martin saat kami kehujanan di motor beberapa tahun lalu, ia sangat mengkhawatirkan kondisiku saat itu. Apalagi aku yang tidak pernah terkena air hujan, harus basah-basahan bersamanya. Sudah empat jam aku berada di café langganan yang terletak di Kemang ini, tidak terasa ternyata aku sudah menghabiskan dua gelas Americano


Download Titik & Koma

* Available on iPhone, iPad and all Android devices